Bella mengerutkan keningnya ketika mendengar suara kicauan burung yang entah dari mana asalnya. Membuka matanya, kali ini bukan kegelapan yang menyapa Bella, melainkan cahaya terang yang menyilaukan mata.
Bella menutup matanya dengan tangan, menghalau sinar matahari yang masuk dari jendela dan mengganggu penglihatannya. Senyum lega menghiasi wajah Bella ketika menyadari tangannya sudah tak terantai lagi. Namun, senyum itu tak berlangsung lama ketika ia menyadari sekali lagi bahwa ia berada di tempat asing. Ruangan kamar yang ditempatinya cukup sempit. Buku dan botol kaca berada di mana-mana, di lemari, di meja bahkan di kursi. Bella berpikir mungkin sang pemilik sedang malas untuk membersihkan ruangannya.
Bella menyentuh tenggorokannya yang terasa kering, meskipun di samping tempat tidurnya ada segelas air putih tapi ia tak berani minum, wanita itu tak tahu ada di tempat lawan atau kawan. Bella hanya bisa berharap bahwa dirinya sudah pergi jauh dari vampir itu.
Bella meringis ketika merasa tubuhnya masih sakit saat digerakkan, tapi ia tetap memaksa untuk duduk. Tangannya menyentuh leher, mengingat kejadian di mana Damon mengisap darahnya hingga Bella tak sadarkan diri.
Aneh, Bella tak merasakan sakit sama sekali meskipun ia sudah agak menekan bagian yang terkena taring Damon. Bella melihat sebuah cermin yang tergeletak di atas meja yang ada di pojok ruangan. Dengan sedikit kesusahan karena badannya yang terasa kaku, Bella berjalan mendekati cermin berbentuk bulat itu.
Bella melihat lehernya dari cermin yang kini ia pegang di tangan kanan. Tak ada bekas gigitan apa pun, hanya ada inisial A dan B yang mirip dengan tato. Melihat tanda itu, spontan Bella kembali mengingat Adrien. Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah Adrien baik-baik saja?
Bella yakin dirinya tidak sedang bermimpi saat vampire bernama Damon itu menggigitnya dan mengisap darahnya, tapi entah ke mana bukti gigitan itu pergi.
"Aku sudah mengobatimu, Bella." Bella terlonjak ketika mendengar suara seorang wanita. Entah ia tak mendengar pintu yang terbuka tadi atau mungkin pendengarannya bermasalah karena terlalu fokus dengan menghilangnya luka yang seharusnya ada di lehernya.
Bella berbalik, menatap wanita tua berambut putih yang memegang sebuah botol kaca di tangannya. Wanita itu berjalan menghampiri Bella dengan sebuah senyum tipis di wajahnya.
"Apa kau sudah sehat?" tanya wanita yang Bella belum ketahui namanya itu. Wanita itu meletakkan botol kaca yang tadi dibawanya di meja.
"Ehm, jadi Anda yang menyelamatkan saya dari Damon?"
Wanita tua itu hanya mengangguk, ia melihat leher Bella sebentar lalu menoleh ke gelas air putih yang berada di atas nakas.
"Kau tidak mau minum? Tenggorokanmu pasti kering sekali," ujar wanita tua itu dengan suara lembutnya.
Bella terdiam, dirinya bingung akan menjawab bagaimana. Ia tak mungkin mengatakan bahwa dirinya tidak percaya pada wanita asing itu dan takut diracuni.
Tiba-tiba sebuah tawa kecil keluar dari bibir wanita berambut putih yang sudah menyelamatkan Bella. Bella mengerutkan keningnya, tak mengerti apa yang begitu lucu hingga membuat wanita itu tertawa.
"Namaku Eliza, kau tidak perlu takut aku meracunimu. Jika aku mau kau mati, tentu aku akan membiarkanmu tetap berada di tangan Damon. Untuk apa aku menyelamatkanmu lalu membunuhmu?"
Bella tersenyum canggung, merasa tak enak telah berprasangka buruk dan ketahuan. Tak lama kemudian, raut bingung menghiasi wajah cantiknya. "Dari mana Anda tahu saya berpikir seperti itu? Apa Anda bisa membaca pikiran?" tanya Bella, panik.
Eliza mengambil air putih yang memang sengaja diletakkannya di samping tempat tidur, ia tahu Bella pasti akan merasa haus setelah terbangun. Namun ternyata Bella cukup waspada terhadap apa yang ada di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
King's Obsession
Hombres LoboBella tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena menuruti rasa penasarannya. ia hanya ingin tahu rahasia dibalik hutan lebat yang berada di kota barunya. tapi siapa sangka ia justru terjebak dalam takdir yang tak pernah disangkanya. "Jangan...