Part 15

94.5K 6.6K 113
                                    

Ruangan yang gelap gulita sama sekali tak menghambat langkah pria itu. Tak ada keraguan saat ia melangkah menuju singgasananya. Ia bisa melihat tempat itu dengan jelas, baginya tak perlu pencahayaan apa pun untuk melihat di gelapnya ruangan. Matanya yang begitu tajam dan awas sudah cukup untuk menjadi pemandu langkahnya.

Wajah pria itu tampak tegang, rahangnya mengeras, kemarahan jelas terpancar dari mata merahnya. Saat ia duduk pun tidak bisa santai, tangannya memegang lengan kursi yang didudukinya dengan kuat, menimbulkan keretakan karena besarnya kekuatan yang dimilikinya.

Pintu besar yang ada di ruangan itu terbuka, tampak seseorang masuk dengan santainya. Ia seolah tak terpengaruh dengan aura dingin yang berada di ruangan itu.

"Damon, dari mana saja kau?! Bukankah aku sudah memberimu tugas untuk mengawasi wanita itu?!" teriak pria yang duduk di singgasananya. Ia berang karena adiknya itu terkesan meremehkan tugasnya. Padahal wanita itu begitu penting untuknya, ia adalah senjata utama untuk mengalahkan Adrien.

"Sudah kubilang ... kita tangkap saja dia saat baru tiba di kota ini, tapi kau mengulur waktu hingga sekarang. Aku sudah mencoba untuk mendekati rumahnya dan para serigala sialan itu menjaganya dengan ketat," ujar Damon membela diri. Lagi pula parfum istimewanya telah habis, jika ia memaksa untuk mendekat ke wilayah kaum werewolf, mereka pasti akan menangkapnya dengan mudah karena bau khas vampir yang menempel di tubuhnya.

Tanpa parfum khusus buatan para penyihir yang menjadi sekutu mereka, maka Damon tentu tak bisa masuk seenaknya ke wilayah werewolf. Parfum itu begitu efektif untuk menghilangkan aroma tubuhnya hingga ia tampak seperti manusia biasa yang tak berbahaya.

Damon pernah hampir tertangkap saat menyusup ke wilayah kaum werewolf, saat itu efek parfum yang digunakannya telah habis sebelum ia berhasil keluar dari perbatasan wilayah mereka. Akibatnya, ia hampir saja tertangkap oleh Adrien yang saat itu sedang berkeliling. Beruntung Damon berhasil melarikan diri dengan kecepatan vampirnya.

Damon yakin saat itu ia berhasil menciptakan kegaduhan di wilayah kaum werewolf, semua juga tahu kalau Adrien bukanlah raja yang sabar. Ya, pria itu mudah marah dan terpancing emosinya. Meskipun begitu, sangat susah untuk mengalahkan Adrien. Damon tak yakin ia bisa mengalahkannya sendirian.

"Parfumku habis, aku tak mau seperti terakhir kali saat aku nyaris tertangkap oleh Adrien," tambah Damon menjelaskan alasannya tak menyelesaikan tugas.

"Itu karena kau terlalu lama berada di sana hingga efeknya habis, kau tahu parfum itu hanya bertahan 2 jam, kau bodoh sehingga tak memanfaatkan waktumu dengan baik. Aku hanya memintamu untuk melihat seperti apa mate Adrien, tapi kau justru bermain-main dengan mencari mangsa."

"Devon, aku sudah melakukan tugasku saat itu, aku melihat wajah mate Adrien dan mengikutinya ke supermarket. Jika setelahnya aku bersenang-senang ... maka itu hakku, kan? Aku haus, terlebih aroma darah para manusia itu begitu menggoda."

Devon menahan geram akan sikap adiknya yang kurang ajar. Ia sudah begitu berambisi untuk mengalahkan Adrien, tapi adiknya itu justru bermain-main dan tak pernah serius dengan tugasnya. Jika Damon tak bisa diandalkan, maka ia sendirilah yang harus turun tangan.

Bagaimanapun caranya, Devon harus bisa mengalahkan Adrien. Devon ingin menguasai wilayah yang dimiliki Adrien, dengan begitu bangsa vampire pasti akan kembali berjaya. Wilayah mereka akan semakin luas dan bisa dipastikan tak akan ada yang berani untuk melawannya. Tentunya untuk mewujudkan itu semua, ia harus membunuh Adrien.

***

Bella memainkan kerah Adrien sementara pria itu masih sibuk melihat peta besar yang ada di meja. Bella tak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Adrien, jadi ia hanya bisa diam dan menunggu dengan bosan.

Seperti biasa Adrien pasti akan memangkunya, meskipun Bella sering kali protes tapi Adrien tetap saja melakukannya, telinganya seolah tuli untuk mendengar penolakan Bella.

"Adrien, aku bosan. Apa tidak ada TV di sini?"

"Tentu saja ada, apa kau pernah ke lantai tiga? Di sana ada televisi," jawab Adrien, ia menghentikan pekerjaannya untuk menunduk, melihat Bella yang tampak kesal. Mate-nya itu begitu pendek jika dibandingkan dengannya. Bahkan saat ini Adrien lebih mirip memangku anak di bawah umur. Kaum werewolf memang terkenal dengan badan mereka yang rata-rata tinggi besar.

"Kenapa kau tak bilang sejak dulu? Aku selalu bosan di sini dan aku kira kau tak memiliki hiburan apa pun," ujar Bella, sambil mencoba untuk turun dari pangkuan Adrien.

"Kau mau ke mana? Nanti aku antar kau ke sana, sekarang jadilah anak manis dan duduk di pangkuanku dengan tenang. Jangan terlalu banyak bergerak demi kebaikanmu sendiri."

Bella langsung diam ketika merasakan sesuatu yang bergerak di bawahnya. Ia akui dirinya bukanlah wanita yang polos dan tak mengetahui tentang reaksi alamiah pria, tapi tetap saja hal ini membuatnya malu. Bella tak pernah melihat benda itu secara langsung, apalagi merasakannya, ia hanya tahu dari pelajaran biologi dan video yang pernah diberikan oleh temannya. Awalnya Bella tak tahu video apa yang dikirimkan oleh temannya melalui aplikasi chat itu, tapi setelah ia membukanya, ia justru menontonnya hingga akhir.

Dulu, saat kekasihnya memintanya untuk melakukan hal itu, Bella selalu menolak. Pada akhirnya kekasihnya itu emosi karena terus ditolak, ia menampar dan menendang tubuh Bella hingga Bella tak sadarkan diri.

Untung saja, Ben yang curiga karena Bella tidak mengangkat teleponnya, akhirnya mencari adiknya itu ke apartemen Jack, kekasih Bella. Bella tak tahu apa yang dilakukan Ben saat itu, ia hanya tahu bahwa ia terbangun di rumah sakit dengan tubuh dan wajah yang terasa begitu sakit.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Adrien. Ia melihat Bella melamun sedari tadi, tangannya tak lagi memainkan kerah baju ataupun rambut Adrien. Hal itu tentu saja membuat Adrien terganggu, ia lebih suka saat perhatian Bella terfokus padanya, apalagi dengan tangan lentik Bella yang memainkan rambutnya.

"Mantan kekasihku," jawab Bella.

Adrien menggeram marah, ia memeluk Bella dengan kuat sampai wanita itu meringis kesakitan. "Kenapa kau memikirkan pria lain?! Kau milikku, kau tak boleh memikirkan yang lain. Hanya aku yang menghuni hati dan pikiranmu."

Adrien mencium bibir Bella dengan kasar, tak memberikan kesempatan bagi Bella untuk menjelaskan maksud ucapannya tadi. Bella kewalahan mengatasi ciuman Adrien yang liar.

"Adrien ... dengarkan aku dulu," ujar Bella saat Adrien memberinya waktu untuk mengambil napas. Bella menutup bibir Adrien dengan tangannya supaya pria itu tak menciumnya lagi.

"Aku jelaskan dulu maksudku." Bella akhirnya menceritakan semua yang terjadi padanya. Seperti yang bisa ditebak, Adrien tampak marah, bahkan ia bertanya pada Bella di mana penjara pria itu.

"Aku akan mematahkan semua jarinya sebelum menyiksanya dengan pisau tumpul. Sungguh, aku tak akan membiarkannya mati sebelum merasakan kesakitan yang teramat sangat. Katakan padaku di mana dia sekarang, aku akan membunuh pria bejat itu."

"Adrien ... tenanglah. Dia sudah dihukum. Kau tak perlu melakukan apa pun."

"Kau tak boleh memikirkan pria lain dan jika ada yang menyakitimu ... kau harus bilang padaku." Bella mengangguk, malas berdebat dengan Adrien.

"Seminggu lagi aku akan mengumumkan pengangkatanmu sebagai luna, bersiaplah," tambah Adrien.

Tubuh Bella menegang, apakah ia siap untuk menjalani kehidupan barunya sebagai luna? Apakah ia mampu berada di sisi Adrien selamanya?

***

King's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang