Part 14

95.4K 7.1K 50
                                    

Bella menopang kepala dengan tangan kanannya, ia bosan melihat para warrior yang sedang berlatih. Tak ada yang bisa dilakukannya di sini, tapi Adrien tak mengizinkannya untuk pergi.

Bella sudah memohon, membujuk bahkan merengek seperti anak kecil pada Adrien tapi pria itu tetap bersikukuh agar Bella tetap tinggal di rumahnya. Adrien tak mengizinkan siapa pun untuk mengantar Bella, sementara Bella sendiri tak tahu bagaimana caranya pulang jika tak ada yang mengantarnya. Rumah Adrien berada jauh di dalam hutan dan Bella pasti tersesat jika nekat berjalan sendiri, belum lagi binatang buas yang mungkin akan membahayakan nyawanya.

Adrien yang masih bertelanjang dada datang menghampiri Bella. Sedari tadi ia melihat mate-nya itu dari jauh. Sebenarnya ia ingin berada di samping wanitanya dan menghiburnya supaya tidak jenuh, hanya saja bagaimana lagi saat kewajibannya tak bisa ditunda.

"Bosan, Ma Belle?"

Bella menatap tubuh Adrien agak lama, tatapannya tak lepas dari dada bidang serta perut sixpack yang terpampang di hadapannya. Rasanya tangan Bella begitu gatal untuk menelusuri tubuh Adrien. Wajah Bella memerah menyadari apa yang baru dipikirkannya. Ia menggeleng untuk mengusir pikiran kotor yang sempat singgah di otaknya.

Adrien tertawa kecil melihat tingkah lucu mate-nya itu. Padahal ia justru bahagia jika Bella melihat tubuhnya dengan lapar seperti tadi. "Tidak apa-apa, Bella ... kau bisa melihat tubuhku sepuasnya." Mata Bella membelalak dengan apa yang diucapkan Adrien, lidahnya kelu tak bisa membalas ucapan Adrien yang frontal itu.

"Atau kau mau melihat yang lain? Aku tak keberatan menunjukkannya," tambah Adrien di telinga Bella. Jika tadi wajah Bella sudah memerah, mungkin sekarang wajahnya telah mirip tomat busuk.

"Adrien!" teriak Bella kesal.

Adrien menarik tangan Bella, membawanya ke dalam kastel. Sebenarnya Adrien tak suka jika Bella memperhatikan pria lain, apalagi para warrior yang dilihat Bella tadi hanya bertelanjang dada. Kaum pria dari bangsa werewolf memang lebih suka seperti itu jika berlatih, hal itu memudahkan mereka jika mau berubah menjadi serigala.

"Adrien, tak ada yang bisa kulakukan di sini. Aku mau pulang," ujar Bella.

"Ini rumahmu, Ma Belle." Bella menghempaskan tubuhnya di sofa, tangannya terlipat di dada. Ia kesal karena tak ada yang bisa dikerjakan maupun yang bisa diajaknya bicara.

"Bella, kau harus terbiasa hidup denganku. Aku tak bisa jauh darimu, kau pun seharusnya juga tak bisa jauh dariku. Kau tak tahu betapa beratnya semalam untukku, jadi mulai sekarang kau harus tetap tinggal di sini bersamaku. Kau tak boleh jauh dari jangkauanku." Sebagai penegasan, Adrien mencium bibir Bella dengan kasar dan penuh kepemilikan. Ia sudah tak bisa menahan dirinya untuk tidak mencium bibir merah itu.

"Aku ingin menandaimu," bisik Adrien di telinga Bella. Bibirnya sudah berada di leher wanita itu, menggigit kecil hingga menimbulkan warna merah samar di sana.

"A-apa maksudmu?" Bella agak susah untuk berbicara, terlebih dengan bibir, lidah serta gigi Adrien yang bergerak aktif untuk menggodanya, akal sehatnya seolah hilang entah ke mana.

"Aku akan menancapkan taringku di sini, Bella. Aku tahu kau belum siap, jadi aku akan menunggumu." Adrien mengisap bagian yang akan ditandainya nanti. Bella mendesah keras, ia sampai tak sadar bahwa saat ini sedang berada di ruang bersantai milik Adrien.

Tangan Bella menarik rambut Adrien, ia sudah tak mampu menahan sensasi nikmat yang dirasakannya. Adrien mengecup bibir Bella, jika hal ini dilanjutkan, ia tak yakin bisa menahan hasratnya sendiri.

Bella menarik napas panjang, menenangkan dirinya sekaligus mengembalikan kesadaran otaknya. Ia pasti akan malu jika mengingat hal ini nanti. Sekarang pun ia tak mampu menatap wajah Adrien. Ia merasa seperti seorang yang baru mendapatkan first kiss, padahal entah sudah ke berapa kali ia dan Adrien melakukannya. Dulu pun Bella juga pernah berciuman dengan mantan kekasihnya, meskipun rasanya tak seintens ini.

Adrien tertawa kecil sebelum memeluk tubuh Bella. Hidupnya berubah begitu cepat, dahulu Adrien tak pernah percaya mengenai mate, ia bahkan tak yakin bahwa dirinya akan memiliki seorang pasangan. Ia bisa hidup sendiri dan sebenarnya itulah yang direncanakannya. Kalaupun ia ingin memiliki keturunan, ia tinggal memilih siapa wanita yang akan ditidurinya, tak perlu ikatan apa pun karena Adrien tidak suka terikat dengan satu wanita.

Namun kini, kenyataan menamparnya keras, seorang wanita telah ditakdirkan untuknya. Ia tak bisa menyia-nyiakan atau menyakitinya karena sialnya Adrien telah jatuh terlalu dalam. Pria itu sudah terpesona dengan semua yang ada dalam diri Bella. Tanpa Adrien sadari, ia telah menyerahkan hatinya dalam genggaman tangan seorang manusia yang selama ini dianggapnya makhluk lemah.

Adrien memeluk Bella erat untuk menyalurkan segala perasaan yang ada di dalam dirinya. Ia tak pernah mencintai, ia tak tahu apa itu cinta. Hatinya telah beku sekian lama, bahkan selama ini ia sudah seperti mesin pembunuh. Lalu apa yang sekarang dirasakannya? Hanya dengan senyuman hatinya bisa menghangat, hanya dengan sentuhan jantungnya berdegup tak wajar, hanya karena satu ciuman Adrien bisa kehilangan kontrol. Apa yang sedang terjadi padanya jika bukan cinta? Sebuah perasaan sialan yang sama sekali tak diharapkan oleh Adrien.

Adrien menunduk, melihat wajah Bella, apakah ia mampu melepas wanita ini?

Bella mengerutkan keningnya, tak mengerti dengan keheningan yang tiba-tiba menyelimuti. Diamnya Adrien membuatnya penasaran dengan apa yang sedang pria itu pikirkan saat ini. Apalagi dengan tatapan intens yang tertuju ke wajahnya itu.

"Adrien."

"Kau membuatku bingung dengan semua yang terjadi, aku tak sanggup melepasmu meski aku tahu kau akan jadi kelemahan terbesarku. Apa yang harus kulakukan, Bella? Katakan!" Adrien menempelkan dahinya di dahi Bella.

Bella tak mengerti dengan emosi Adrien yang tiba-tiba berubah. Tadi pria itu mesum, sekarang melankolis. Bella pun tidak tahu harus menjawab apa, ia saja masih harus beradaptasi dengan semua perubahan yang terjadi dalam hidupnya.

Sama seperti Adrien, Bella juga tak pernah menyangka takdirnya akan seperti ini. Ia tak pernah membayangkan bahwa werewolf itu memang nyata dan bukan sekadar mitos belaka. Belum lagi kedatangan Adrien dalam hidupnya, pria dengan aura dingin dan kejam yang dulu membuatnya ketakutan hanya karena menatap mata kelamnya.

Meskipun Adrien sudah sedikit berubah, tapi sesekali sifat barbar itu masih ada. Adrien masih saja kejam terhadap orang lain, contohnya tadi ketika ada seorang omega yang tak sengaja menabrak tubuh Adrien, dengan tega ia memukul omega itu bahkan melemparnya hingga membentur dinding.

"Aku juga tak tahu, aku rasa kau stuck denganku, Alpha. Aku akan mencoba bersabar menghadapi sifat posesif gilamu itu. Terutama aku harus mempersiapkan telingaku untuk mendengar kalimat kepemilikan yang sering kau ucapkan," canda Bella.

"Kau milikku." Mereka berdua tertawa setelah Adrien mengucapkan kalimat yang dimaksud Bella.

"Aku tak akan membiarkan siapa pun mengambilmu, jika makhluk pengisap darah itu sampai melukaimu atau mengambilmu dariku ... aku akan mengambil hati mereka dan membakar tubuh mereka semua hingga tak bersisa. Mungkin aku bisa memenggal kepalanya lebih dulu, hmm ... akan kupikirkan cara membunuh mereka nanti."

Bella menelan ludahnya, membayangkan itu semua membuat perutnya mual. "Adrien, aku tak perlu mendengar semua rencana kejam itu," protes Bella.

"Aku akan melakukan hal yang sama pada pria yang menyentuhmu. Aku tak suka berbagi."

***

King's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang