Part 9

106K 8K 59
                                    

Bella tak pernah menyangka akan mengalami saat di mana ia begitu bahagia melihat pusat perbelanjaan. Adrien memegang tangannya dengan erat, tak membiarkan wanita itu lepas dari pengawasannya. Bella merasakan tangan Adrien menggenggamnya semakin erat saat mata Bella melihat seorang pria yang sedang lewat. Bahkan Bella bisa mendengar geraman rendah dari Adrien.

"Kau milikku!" bisik Adrien sembari menggigit kecil daun telinga Bella.

"Iya, iya ... aku hanya tak sengaja melihatnya." Dari lirikan tajam yang diberikan Adrien, Bella tahu bahwa pria itu masih kesal. Tingkat keposesifan Adrien sudah melampaui batas wajar, semua orang yang mendapat perhatian Bella akan dianggap sebagai musuh.

Adrien kini telah melepas gandengan tangannya, tapi sebagai gantinya pria itu memeluk pinggang Bella hingga tak ada jarak di antara mereka. Bella hanya bisa bersabar saat Adrien memeluk pinggangnya dengan kuat ketika ada seorang pria yang melihat ke arah mereka.

"Adrien ... tenanglah, aku tahu aku milikmu."

Perhatian Adrien kini sepenuhnya tertuju pada wajah Bella. Sinar kegembiraan tampak di matanya yang begitu indah. "Katakan sekali lagi!" perintah Adrien.

Entah kenapa Bella merasakan suara Adrien bergetar. Adrien bahkan mendekap tubuh Bella begitu erat, seolah rasa takut kehilangan menguasai diri pria itu. Mungkin benar jika seorang pria yang kuat dan memiliki segalanya kadang hanya membutuhkan hal kecil untuk membuatnya bahagia.

"Aku milikmu, jadi sekarang lepaskan aku. Sadarkah kau kalau kita menjadi tontonan di sini," bisik Bella.

Adrien melepaskan pelukannya setelah mengecup leher Bella cukup lama. Wajah Bella memerah ketika melihat beberapa orang masih memperhatikan mereka. Adrien yang memahami situasi itu menatap mereka dengan tajam, memperingatkan mereka semua untuk mengurusi urusan masing-masing.

Adrien dan Bella mengunjungi beberapa toko, Adrien bersikeras membelikan Bella banyak baju dan barang-barang lain yang mungkin disukai wanita itu.

"Adrien, aku sudah tak membutuhkan baju lagi. Lihatlah berapa banyak yang kau beli. Lagi pula, bukankah kau bilang tadi ada urusan?"

Adrien terkekeh melihat wajah cemberut Bella. Ia memang ingin memanjakan mate-nya itu, tapi tampaknya Bella bukan tipe wanita yang gila berbelanja. Ya, Bella memang lebih suka membeli sesuatu yang memang benar-benar ia butuhkan.

Ketika keluar dari toko baju, Bella melihat Melissa sedang berjalan dengan adiknya. Melissa masih belum melihat ke arahnya, wanita itu tampak fokus berdebat dengan sang adik. Tak berapa lama akhirnya Melissa melihat ke arah Bella, wanita itu terdiam sebelum akhirnya berjalan dengan cepat menghampirinya.

"Bella? Ini kau? Kau tidak apa-apa?!" Sebelum Melissa memeluknya, Adrien sudah menarik tubuh Bella, hingga Melissa hanya bisa memeluk angin.

"Kau siapa?" tanya Adrien curiga, Bella berusaha melepaskan tangan Adrien yang memeluknya, tapi pria itu tak mau dan tetap menahan Bella.

Melihat kejadian itu, kening Melissa berkerut. Sementara sang adik yang datang menyusul Melissa, hanya bisa ikut menonton. Masalahnya, adik Melissa itu tak tahu siapa kedua orang di hadapannya dan apa masalahnya dengan Melissa.

"Aku temannya, Tuan, dan tolong lepaskan Bella sekarang juga. Keluarganya mencarinya ke mana-mana," jawab Melissa.

Adrien masih menatap Melissa dengan waspada, apalagi ketika wanita itu mengakui Bella sebagai temannya, rasanya ia ingin menyingkirkan Melissa saat itu juga, dan membawa Bella pergi dari sini.

"Adrien, bisakah aku berbicara dengan Melissa sebentar? Aku mohon," pinta Bella.

"Bicara saja di sini."

Bella menghela napasnya, ia mencoba tersenyum ketika menatap Melissa. "Bagaimana kabarmu dan juga bibiku? Semoga aku tak terlalu membuat kalian khawatir." Bella tak tahu harus mengucapkan apa lagi, terlebih Adrien membuat suasana antara dirinya dan Melissa begitu canggung.

"Aku baik-baik saja, tapi bibimu ... dia semakin kurus karena memikirkanmu. Bibimu bilang, ini kesalahannya karena tidak mampu menjagamu. Oh iya, keluargamu ada di rumah bibi Ruth sekarang. Apa kau tak mau pulang?" tanya Melissa.

"Aku—" Bella mendongak menatap Adrien, meminta persetujuannya. Bella tahu jika Adrien tak mengizinkannya maka ia tak bisa berbuat apa-apa. "Kau sudah berjanji akan membiarkanku bertemu keluargaku, kan?"

Adrien mengembuskan napasnya kasar, sebenarnya ia tak suka membagi perhatian Bella dengan orang lain, ia bahkan tak peduli jika mereka adalah keluarga wanita itu. Hanya saja, Adrien tentu bukan pria yang akan mengingkari janjinya sendiri.

"Hanya satu jam dan kita akan segera pulang."

Bella menunduk, tak mampu menatap ekspresi wajah Melissa yang menunjukkan kebingungan serta kasihan. Bella pun sebenarnya mengasihani dirinya sendiri, entah sampai kapan ia akan begini, terikat pada Adrien yang memiliki emosi labil. Tak bisa dimungkiri Bella senang saat Adrien bersikap baik dan perhatian padanya, tapi beberapa menit kemudian pasti kebahagiaan itu harus sirna karena pria itu cemburu atau karena tugas Adrien sebagai alpha sehingga harus meninggalkannya sendirian di kastel yang begitu besar. Bella kapok ikut Adrien ke pack house, Bella seperti berasal dari dunia lain di sana, semua menyapanya dengan hormat, tak ada yang mau berteman dengannya, bahkan anak kecil pun tak mau dekat dengannya.

Melissa bersikeras untuk ikut bersama Bella ke rumah bibi Ruth, ia ingin tahu cerita sebenarnya tentang menghilangnya Bella. Sementara adiknya ia tinggal begitu saja, adiknya itu sudah cukup dewasa untuk mengemudikan mobilnya sendiri. Melissa tak perlu khawatir.

Selama di perjalanan, Melissa banyak bertanya pada Bella, tapi jawaban Bella hanya singkat dan terlihat menutupi sesuatu. Melissa yakin ini karena pria bernama Adrien itu. Ia sebenarnya tak begitu yakin apa hubungan pria itu dengan Bella. Jika mereka sepasang kekasih, mana mungkin Bella terlihat begitu lemah dan ketakutan seperti tadi.

"Keluargamu begitu mencemaskanmu, dan kami sudah mencarimu ke hutan, tapi kami tak menemukan apa pun. Kami tak berani masuk terlalu jauh karena...," Melissa menjeda ucapannya, melirik ke arah Adrien, "ya, kau tahu sendiri karena apa," sambung Melissa dengan hati-hati. Ia ragu untuk mengucapkan alasan sebenarnya karena ada Adrien di sini.

"Maafkan aku membuat kalian cemas." Bella merasa tak enak dengan semua masalah yang ditimbulkannya, tak ada yang bisa disalahkan selain ketololannya sendiri. Andai ia tak menginjakkan kaki di hutan terlarang itu, semua tak akan serumit ini.

Bella begitu merindukan rumah yang kini berada di hadapannya, langkahnya dengan cepat menghampiri pintu berwarna putih itu. Setelah mengetuk pintu, ia menunggu dengan was-was. Adrien tepat berada di sebelahnya dan memeluk pinggang wanita itu. Hal ini seperti sudah menjadi kebiasaan bagi Adrien, ia akan selalu menyentuh bagian tubuh Bella jika jarak memungkinkannya untuk melakukan itu semua.

"Ya Tuhan! Bella!" Tubuh Bella terasa hangat karena pelukan dari ibunya, air mata keluar dari kedua matanya. Bella tak mampu menahan isak tangis yang keluar dari mulutnya. Pun dengan ibunya yang memeluk Bella begitu erat.

Kedua ibu dan anak itu seperti tenggelam dalam dunia mereka, tak menyadari kehadiran anggota keluarga yang lain ataupun ekspresi Adrien yang terlihat marah. Tangannya terkepal, mencegah dirinya untuk menarik Bella dari wanita yang begitu mirip dengan mate-nya itu.

Bibi Ruth hanya bisa berdiri memandang kejadian penuh haru yang ada di hadapannya, ia begitu bahagia melihat keponakannya telah kembali. Ia ingin memeluk Bella, menggumamamkan kata penuh kerinduan dan permintaan maaf karena sudah gagal menjaganya. Namun, ia tak mampu mengganggu momen kakaknya dan Bella. Ya, ibu dan anak itu saling melepas rindu. Hangatnya pelukan menjadi sambutan untuk sang anak.

Tangis haru dan bahagia menjadi pengiring indah sekaligus menyedihkan. Entah apa yang dilakukan sang ibu jika tahu anaknya hanya pulang untuk sementara waktu, pasti air matanya akan kembali tumpah. Mungkinkah akan ada secercah harapan dan keajaiban untuk ibu dan anak ini?

***


King's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang