[6] Jadi Bodyguard?

136K 11.7K 368
                                    


SAPAAN para pegawai kantor sudah ramai tedengar. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Resya duduk di kursi tunggu menunggu Citra yang masih belum menunjukkan batang hidungnya.

"Re,"

Resya mendongkak, ia memejamkan matanya dengan napas sedikit lega ketika melihat Citra kini berdiri di sampingnya.

Resya langsung berdiri "Mbak, baru datang?"

Citra mengangguk "Iya Re, aku kesiangan habis lembur buat pola gambar pakaian. Mana jalan macet banget kalo pagi." keluh Citra, terlihat kelelahan.

Resya menunduk, entah kenapa ada rasa bersalah yang terselip di dalam hatinya.

"Maafin saya ya, Mbak. Karena gak bisa bantu mbak Citra lagi." cicit Resya.

Citra mendongkak lalu terkekeh pelan "Gak apa Re, justru aku cemas sama kamu. Kamu gak apa-apa jadi asisten si Bos? Aku denger dia nyebelin banget." bisik Citra, takut jika seseorang mendengarnya.

Resya meringis mendengar itu, bukan hanya menyebalkan. Tapi rasanya Resya ingin membeli boneka Voodo lalu menusuknya berkali-kali, agar hati Bosnya agar pria itu sadar bahwa yang di lakukannya selalu menyakiti hati si pendengar.

"Bukan cuma nyebelin, mbak. Rasanya aku pengen pindah ke kutub utara kalo deket sama dia terus." Resya ikut berbisik.

Citra meringis mendengar pengakuan Resya, tentu saja Citra ngeri membayangkannya. Pernah sekali ia bertemu dengan Bosnya itu, berakhir dengan komentar pedas yang menusuk ulu hati.

"Kamu yang kuat ya, Re."

Resya menghela napas, apa yang bisa ia lakukan selain menjadi wanita kuat.

"Itu udah pasti Mbak."

"Aresya."

Mendada bisik-bisik yang di lakukan dua orang itu berhenti mendengar suara dingin yang menusuk indra mereka. Dua wanita iru mendongkak, mendapati Ares yang berdiri tidak jauh dari sana.

Resya mengangguk "Ya, Pak."

"Ngapain kamu di situ? Kamu gak dengar apa yang saya suruh semalam?" tanyanya.

Citra meringis mendengar suara bariton super datar milik pria bertubuh tinggi itu. Resya sendiri tidak bisa melakukan apa pun selain menunduk. Beberapa karyawan yang lalu lalang memperhatikan mereka.

"Saya dengar, Pak. Ini saya lagi ngambil apa yang Bapak suruh." balas Resya, menyodorkan map berwarna merah di tangannya.

Ares memandang map itu, lalu beralih memandang Citra.

"Semua yang saya minta sudah di buat?"

Citra mengangguk takut-takut "Sudah Pak."

Ares manggut-manggut "Kamu, ikut ke ruangan saya." perintah Ares kepada Resya. Resya yang merasa terpanggil mengangguk, melangkai ke arah Ares.

"Dan kamu Citra, buat beberapa pola lagi. Saya gak mau pola yang kamu buat gak sesuai espektasi saya."

Citra melongo "Buat lagi, Pak?"

"Ya, kenapa? Kamu keberatan?"

Citra meringis lalu menggeleng "Enggak, pak."

"Bagus."

Resya memandang Citra dengan wajah simpati, begitu juga dengan Citra. Dua wanita itu tidak bisa melalukan apapun selain pasrah dan menuruti kemauan Bosnya.

"Kamu mau kemana?" tanya Ares, melihat Resya yang berjalan lebih dulu di depannya.

Resya membalikan tubuhnya "Ya, keruangan bapak."

Perfectionist BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang