[4] Cuma Buat Bawain Jas

154K 13.1K 540
                                    


SUASANA di jalanan terlihat begitu ramai. Resya berlari terpongoh-pongoh melewati beberapa orang yang sedang berjalan lalu lalang di sekitarnya, entah kenapa hari ini begitu ramai tidak seperti biasanya. Apa karena ini malam minggu? Malam yang membuat para jomblo mendoakan agar turun hujan.

Banyak sekali pasangan yang terlewati di depan matanya. Sesekali Resya meringis melihat pasangan yang terlalu vulgar di tempat umum.

Dasar remaja jaman now!

Drrtt!

Ponsel Resya kembali bergetar di dalam saku celananya, wanita itu berhenti berjalan dan merogohnya ponselnya.

"Halo?"

"Aresya, kamu masih di mana? Apa kamu tidur di jalan seperti gelandangan? Cepat! Saya malas menunggu." suara bariton itu terdengar kesal.

"Sa..."

Tut!

"Di matiin?" Resya memandang ponselnya tidak percaya.

"Gila ya? Marah-marah sama gue karena gue belum sampe nyusulin dia. Lagian, siapa yang nyuruh dia nungguin gue? Harus nya gue yang marah, gue di suruh jemput dia malem-malem gini? dan jalan kaki." umpat Resya, menghentakkan kakinya di atas tanah.

Resya kembali melangkahkan kaki, membiarkan umpatan keluar begitu saja dari mulutnya. Tidak peduli sama sekali soal pandangan orang lain yang memperhatikannya dengan raut aneh.

"Iya, Pak? Maaf, ada apa?"

"Saya tunggu kamu di Cafe ZA."

"Ada apa?"

"Datang aja, kenapa kamu bawel."

Resya menggeram "Bukan gitu Pak, ini udah malam. Lagi pula saya gak tahu Cafe itu."

"Kamu di mana?"

"Saya lagi di Cafe teman saya, Pak."

"Saya gak tanya itu, posisi kamu di mana?"

Dahi Resya berkerut "Di jalan AY pak."

"Kamu ke sini, datang ke jalan JS. Cari Cafe ZA, saya tunggu kamu di sana."

"Pak?"

"Apa lagi?"

"Dari jalan JS, ke tempat bapak jauh gak?"

"Gak! Cuma 100 meter."

"Dia bilang jarak dari sini ke tempatnya cuma 100 meter. Tapi sampe sekarang gue belum nemu tempatnya." kesal Resya, frustrasi.

Resya kembali berlari dengan napas yang sudah tidak beraturan. Kenapa ia merasa seperti sedang lari maraton di pagi hari. Keringatnya sudah mulai mengucur di pelipis.

Tidak lama seorang pria yang masih memamakai pskaian khas kantor terlihat, jas hitamnya di biarkan tergantung di sebelah bahunya. Resya mencoba mengatur napasnya sedikit demi sedikit agar beraturan.

"Baru sampe." tegurnya, dingin.

Resya menarik napas dalam-dalam "Bapak ngerjain saya? Dari sana ketempat Bapak itu jauh,"

Dahi pria itu berkerut "Emang kamu hitung berapa meter?"

"Saya emang gak hitung, tapi saya pastikan kalo 100 meter yang bapak bilang salah."

"Terus? Kamu mau jelasin, kalo saya udah salah kasih tahu jarak? Saya bukan pengukur jalan, wajar saya gak tahu." balasnya, tidak mau kalah.

Resya mendesah "Tapi bapak yang bilang ke saya kalo jaraknya cuma 100 meter."

Perfectionist BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang