Jihoon memandang langit-langit kamar milik Guanlin dengan tatapan kosong. Sudah hampir satu jam dia melakukan hal itu. Tak bergeming sama sekali sejak Guanlin berangkat ke kantor.
Hari ini Jihoon tidak mengantar Minji ke sekolah dengan alasan tidak enak badan. Itu bukan suatu kebohongan. Badannya benar-benar terasa lelah karena kegiatannya dengan Guanlin tadi malam, ditambah dengan acara tangis menangisnya di kamar mandi hingga dia tidak tertidur sama sekali hingga pagi ini. Namun itu semua tidak sebanding dengan rasa sakit pada hatinya. Tidak sebanding dengan penyesalan yang menghantuinya. Dia lelah. Dia ingin menyerah dengan semua kebohongan ini. Harusnya dari awal dia tidak menginjakkan kakinya di rumah ini. Harusnya dia tidak menerima tawaran Nyonya Lai. Harusnya dia tidak bertemu Minji yang membuat hatinya luluh.
Menyesal sekarang memang tidak ada gunanya lagi. Nasi sudah menjadi bubur.
"Kau sakit, kakak ipar?"
Jihoon tersadar dari lamunannya ketika sebuah suara masuk ke dalam indra pendengarannya. Tubuhnya langsung menegang ketika melihat sosok Jinyoung yang kini berdiri tak jauh dari ranjang tempatnya berbaring.
Jihoon segera bangkit dari tidurnya dengan terburu-buru, membuat kepalanya yang memang sedang pusing kini semakin berdenyut hingga membuatnya meringis menahan sakit.
Jinyoung berjalan mendekat ke arah Jihoon, dan itu membuat Jihoon secara refleks memundurkan tubuhnya hingga menyentuh kepala ranjang. Jihoon dapat melihat seringai di wajah Jinyoung ketika melihat dirinya terpojok. Seringai yang selalu membuatnya takut pada lelaki berwajah kecil itu.
Jihoon ingin berteriak ketika Jinyoung mulai naik ke atas ranjang dan merangkak mendekatinya, namun dia ingat di jam jam seperti ini mansion keluarga Lai pasti sudah sepi karena para penghuni rumah yang sudah pergi melakukan aktivitas mereka masing-masing, serta para pelayan yang sedang membersihkan halaman dan menyiram tanaman di luar mansion sebelum matahari terik.
Jinyoung tersenyum merendahkan ketika melihat leher putih milik Jihoon yang kini dipenuhi dengan warna merah keunguan yang lumayan mencolok. "Dasar jalang... semalam kau bersenang-senang dengan kakakku, hm?"
Jalang. Selalu kata itu yang keluar dari mulut Jinyoung untuk menyebutnya.
Jihoon menggelengkan kepalanya takut. Demi apapun dia takut Jinyoung kembali berbuat kurang ajar kepadanya. Tidak. Jangan lagi. Saat ini tubuhnya tidak cukup kuat untuk melawan lelaki itu.
"Kau menggeleng ketika noda di lehermu saja sudah menjawab pertanyaanku barusan."
Dengan segara Jihoon berusaha menutupi lehernya menggunakan kedua tangannya yang mungil.
"J-jangan..." lirih Jihoon ketika Jinyoung semakin mendekat.
"Jangan apa? Jangan membuatmu menunggu terlalu lama? Oke baiklah."
"Aakkhhh!!!" Pekik Jihoon saat Jinyoung menarik kakinya dengan kuat hingga kini tubuh Jihoon kembali berbaring di atas ranjang. Dan Jinyoung merangkak di atas tubuhnya. Menindihnya.
Dan tanpa basa basi, Jinyoung melumat bibir Jihoon yang masih merah dan cukup bengkak akibat ulah Guanlin semalam.
Jihoon berusaha bertahan merapatkan bibirnya, tidak membiarkan lelaki itu menciumnya lebih dari melumat. Dia meringis ketika merasa Jinyoung mulai menggigit-gigit bibirnya. Kasar. Jinyoung selalu kasar, berbeda dengan Guanlin yang melakukannya dengan sangat lembut.
Kedua tangan Jinyoung yang besar mencengkram wajah manis Jihoon cukup kencang, tak membiarkan lelaki manis itu bergerak sedikitpun ketika dia mengerjai wajah yang saat ini mungkin dipenuhi air liurnya. Tangan Jihoon yang terus berusaha mendorong dan memukulnya dengan sisa tenaga yang dia punya sama sekali tidak digubris oleh Jinyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIAR [[ Panwink / Guanhoon ]]
Fanfic"Tolong berpura-puralah menjadi istri Guanlin." "Kami akan memberikan bayaran senilai lima ratus juta won untukmu bila kau mau membantu kami berpura-pura menjadi istri Guanlin." [chapter 3, 6 dan 11 aku private] ☺️ Ranking : 431 IN FANFICTION (22/10...