Chapter 27 : Ego masing-masing

13.8K 1.8K 1K
                                    

"Ehm..."

Jihoon membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara Guanlin. Dia melihat lelaki itu sedang berdiri di depan pintu kamarnya. "Kau terbangun karena haus?" Tanya Jihoon yang dibalas oleh anggukan kecil dari Guanlin. "Bukankah aku selalu mengingatkan untuk membawa segelas air ke kamar, letakkan saja di nakas agar kau tidak sulit untuk mengambilnya." Ucap Jihoon ketika dia mengingat dengan jelas kebiasaan Guanlin yang terbangun tengah malam karena haus. Ternyata kebiasaan itu belum hilang sampai sekarang.

Jihoon berjalan menuju dapur untuk mengambilkan minum untuk Guanlin, padahal lelaki itu sama sekali tidak menyuruhnya. "Kau ingin air mineral atau segelas teh hangat?"

"Teh hangat bila tidak merepotkan." Jawab Guanlin lalu duduk di kursi pantry tepat di depan Jihoon yang sedang membuat teh untuknya. Dia memperhatikan Jihoon dengan seksama. Lalu tanpa sadar tersenyum kecil melihatnya. Ah rasanya sudah sangat lama dia tidak melihat Jihoon yang sibuk di dapur seperti ini. Lelaki manis itu terlihat sangat cekatan bila berurusan dengan dapur.

Jihoon menyerahkan segelas teh hangat yang baru saja selesai dia buat ke hadapan Guanlin. "Teh hangat dengan satu setengah sendok gula." Ucapnya.

Guanlin lagi-lagi tersenyum karena Jihoon masih mengingat takaran gula pada teh yang biasa dia minum.

"Kau mau kemana?" Tanyanya ketika melihat Jihoon yang hendak keluar dari dapur.

"Menonton tv."

"Temani aku minum teh?"

Jihoon terlihat ragu, namun akhirnya dia mengalah dan duduk di sebelah Guanlin yang mulai menyesap teh nya dalam diam.

"Tadi kau menelpon siapa?" Guanlin membuka pembicaraan setelah hampir sepuluh menit mereka lalui dengan saling diam tanpa ada percakapan.

"Hm?" Jihoon terlihat cukup kaget saat Guanlin mengajaknya berbincang. "Ah... tadi Jinyoung yang menelpon." Jawabnya kemudian.

"Jinyoung? Kenapa dia menelpon jam segini?"

Okay. Guanlin rasanya ingin memukul mulutnya sendiri yang terlihat terlalu ingin tahu.

"Eum... dia merindukan anak-anak."

Merindukan anak-anak atau ibunya? Ck, lagipula anak-anak itu adalah anakku, kenapa dia sok perhatian seperti itu, ucap Guanlin dalam hati, karena kalau sampai kalimat kalimat itu tidak sengaja terlontar dari mulutnya, dia akan membenturkan mulutnya pada sisi meja. Dia bersumpah.

Lalu mereka berdua kembali terdiam.

Jihoon terlihat gugup dengan situasi ini, sedari tadi dia hanya memainkan jemarinya tidak jelas.

"Guan..."

Guanlin menatap Jihoon yang menyebut namanya. "Ada apa?"

"B-boleh kau ceritakan bagaimana anak-anak selama dua tahun ini? Aku hanya merasa seperti ibu yang tidak berguna karena tidak mengikuti perkembangan anak-anak. Aku tidak ada saat Inhoon pertama kali berbicara, aku tidak ada saat Minji lulus dari taman kanak-kanaknya, aku tidak ada saat Inhoon pertama kali melangkahkan kaki kaki kecilnya, aku tidak ada saat pertama kali Minji masuk ke sekolah dasar. A-aku--"

"Kau sedang berusaha membuatku merasa bersalah karena memisahkan kau dan anak-anak?" Guanlin memotong perkataan Jihoon. Kini dia bahkan menatap Jihoon tidak suka, senyum kecil di wajahnya hilang tak tersisa.

Jihoon menggeleng pelan. Tidak, dia tidak bermaksud seperti itu. Guanlin hanya salah paham.

Guanlin bangkit dari duduknya. "Terima kasih untuk tehnya." Ucapnya dingin sebelum berlalu dari hadapan Jihoon, dan masuk ke kamarnya, meninggalkan Jihoon yang menatap punggung Guanlin hingga menghilang di balik pintu dengan tatapan sendu.

LIAR [[ Panwink / Guanhoon ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang