BAB 4

112 4 0
                                    

Pagi hari kemudian...

Di rumah Citra

Mereka semua tengah menikmati sarapan pagi. Papa Citra langsung melihat Citra. Dia pun mengeluarkan suaranya.

"Kamu di skors hari ini Citra?" tanya papanya.

Rena yaitu kakak tirinya dan mama tirinya menghentikan makan mereka. Mereka terkejut.

"Benar itu nak?" tanya mama tirinya.

Citra menganggukan kepalanya. "Iya." jawabnya.

Semua menatapnya iba. Papanya menghela nafas.

"Papa dapat telepon dari sekolah kamu semalam. Hari ini kamu di skors dan juga papa harus datang ke sekolah kamu." ucap papanya.

Citra pun lalu memberikan surat panggilan orang tua. Papanya menerima itu. Lalu Citra beranjak dari tempat duduknya. Dia meninggalkan meja makan.

"Citra..." panggil papanya.

Citra berhenti. Papanya melihat kebelakang.

"Papa gak percaya kamu lakuin ini. Papa akan meminta pertimbangan sekolah untuk hukumanmu." ucapnya.

Citra hanya diam saja. Lalu dia berjalan lagi menuju ke kamarnya. Sementara itu, papanya menghela nafasnya. Seandainya istri pertamanya yaitu mama kandung Citra masih hidup, pasti Citra tidak akan sedingin ini. Tapi, semua sudah terlambat. Sudah terlambat. Penyesalan memang selalu datang paling akhir. Ya... Sekarang dirinya sangat menyesal.

Tak lama Citra turun dari kamarnya. Papanya melihat Citra. Lalu dia memanggil Citra.

"Citra.. Kamu mau kemana nak?" tanya papanya.

"Mau kerumah Ara." jawabnya.

Citra langsung keluar dari rumah itu. Dia mengambil sepeda motornya dan pergi dari rumahnya.

****

Di rumah Aurora

Ara sudah siap untuk berangkat sekolah. Dia pun menuruni tangga lalu menuju ke ruang makan. Tiba tiba dia terkejut. Dia melihat seseorang yang tak asing masuk kerumahnya. Dia pun langsung duduk di tempatnya.

"Lo itu suka banget bikin gue terkejut, Citra." ucapnya.

Citra menatap Ara sambil memakan rotinya. Dia tersenyum miring.

"Lo deh lebay banget. Gue kan memang kayak gitu." jawabnya.

Ara langsung mengambil rotinya.

"Ada apa lo pagi pagi datang kemari? Ada masalah di rumah?" tanyanya.

Citra meletakkan minumannya. "Gak." jawabnya singkat.

Ara menghentikan kegiatannya. Lalu menatap Citra lekat.

"Lalu kenapa lo gak sekolah? Bolos?" tanyanya lagi.

"Gak." jawab Citra singkat lagi.

"Ya terus apa?!" tanya Ara jengkel.

Citra tertawa. "Gue di skors." ucapnya.

Ara terkejut. "Skors?"

"Iya." jawabnya.

"Masalah apa? Lo sering telat lagi? Atau lo bolos lagi?"

"Bukan. Gue dituduh ngebully anak murid kelas gue."

"Lo... Gak mungkinkan lakuin itu Citra?" tanya Ara gak percaya.

"Menurut lo?" tanya Citra balik.

"Gak mungkin banget. Gue tau sahabat gue ini. Lo gak mungkin bully temen kelas lo sendiri. Pasti ada kesalah pahaman." ucap Ara.

"Tapi, bukti kuat di gue. Yaudah gue deh yang kena."

"Ya udah deh. Lo mau nginap disini?"

"Gak. Habis lo pergi ke sekolah , gue mau ngunjuingi seseorang yang gue sayang."

"Oke deh. Kalau gitu gue pergi dulu oke. Nanti kalau butuh apa apa, lo tinggal panggil pembantu gue. Dan kalau lo butuh temen curhat, gue usahain pulang cepet. Oke. Bye."

"Bye." jawab Citra.

Ara langsung pergi. Citra masih duduk di meja makan ini. Dia pun lalu beranjak pergi.

****

Di area pemakaman umum

Citra memasuki area pemakaman ini. Dia terus berjalan sambil melihat beberapa makam. Tak lama dia sampai di tempat makam seseorang. Dia lalu berjongkok. Lalu menyentuh nisan dan menciumnya. Dia tersenyum.

"Selamat pagi, mama..." sapanya.

Tak ada sahutan. Hanya suara angin dan gesekan dedaunan yang dia dengar. Dia menghela nafasnya. Lalu menatap makam mamanya ini.

"Citra bawa bunga kesukaan mama. Citra letakin disini ya ma.." ucapnya sambil meletakkan bunga yang dia bawa.

"Hari ini Citra datang karena Citra kangen... Banget sama mama. Udah lama Citra gak kesini. Citra baik baik aja kok ma. Citra masih tetap belajar. Tapi, Citra gak kayak dulu ma. Citra bukan anak penurut lagi sekarang." ucapnya.

"Mama pasti marah deh lihat Citra yang sekarang. Citra berubah karena mereka ma... Mereka yang udah rusak kebahagian Citra. Citra benci banget sama mereka. Benci banget." ucapnya lagi sambil mengepalkan tangannya.

"Tapi mama selalu nasehati Citra. Kalau Citra gak boleh benci papa. Maaf ma. Citra akan selalu membenci papa. Karena papa yang menyebabkan ini semua. Citra benci papa."

"Andaikan aja waktu itu papa gak selingkuh, kehidupan kita pasti bahagia kayak orang lain. Kayak keluarga lain. Citra akan selalu membenci mereka. Membenci sebenci-bencinya." ucapnya.

Citra melihat langit di atasnya. Dia sangat mengingat hari kesakitan itu. Yang membuat dia membenci yang namanya 'cinta'.

###

Setelah ini flasbacknya Citra ya..

Vote dan comen jangan lupa...

Cinta Untuk CitraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang