BAB 10

66 6 0
                                    

Di sekolah..

Adly sudah duduk di motornya sambil menunggu seseorang. Tiba tiba sebuah motor masuk. Adly menatap motor itu. Ya.. Motor itu adalah motor Citra. Citra memakir motornya. Lalu dia terkejut menatap kesamping.

"Hai.." sapa Citra.

"Hai juga." sapa balik Adly.

Mereka berjalan bersama. Semua menatap mereka. Ada yang iri dan ada yang terkejut serta heran. Tapi mereka berdua biasa saja.

"Kamu sebenarnya kelasnya di mana?" tanya Adly.

"Kelas gue ada di sana. Kelas 3 ipa 3." jawab Citra.

"Oh.. Aku kelas  3 ipa 1. Deket ya." ucap Adly sambil tersenyum.

"Iya."

Tak lama mereka sampai di kelas Adly. Citra pun berhenti.

"Ini kelas aku."

"Iya. Oh ya, titip salam sama mama lo ya. Semoga cepet sembuh."

"Aku gak ada titip salam nih dari kamu?" goda Adly.

"Apaan sih." ucap Citra sambil memukul lengan Adly pelan. "Godain gue lagi." ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu harus di goda biar tersenyum." goda Adly lagi.

"Lo deh. Udah deh malu dilihatin banyak orang. Kalau gitu gue cabut kekelas gue dulu. Bye." ucap Citra sambil berlalu.

"Bye.." teriak Adly.

Tiba tiba Rean dan Adi udah di samping Adly. Adly pun terkejut.

"Dengaren banget dia akrab sama kamu?" tanya Adi.

"Ya gitulah. Yaudah mending kita masuk kelas." ucap Adly sambil merangkul mereka.

"Ah.. dasar pengalihan percakapan." umpat Rean.

****

Sore hari kemudian..
Di rumah Citra

Citra memasuki rumahnya. Dia langsung menuju kamarnya. Dia membuka pintu kamarnya. Dia terkejut melihat kamarnya berbeda. Dia masuk dan menatap semuanya. Ya.. Memang semuanya berubah. Lalu dia langsung keluar kamarnya.

Citra menghampiri mama tirinya. Mama tirinya langsung menatap Citra.

"Siapa yang bersihin kamar aku?" tanya Citra.

"Mama sama Rena." jawab mama tirinya.

"Siapa suruh bersihin kamar aku?! Aku udah pernah bilang, kalian berdua boleh bersihin dan menata rumah ini sesuai dengan keinginan kalian tapi jangan kamar aku! Udah berapa kali aku bilang! Ngerti gak sih!" ucap Citra marah.

Rena langsung menghampiri Citra dan mamanya. "Mama sama aku bersihin kamar kamu karena kamar kamu tadi berantakan banget Citra. Maaf kami telah menata ulang kamar kamu." ucap Rena.

"Maaf ! Oh.. Ternyata udah bisa minta maaf ya." ucap Citra mengejek.

"Kami minta maaf Citra." ucap Rena lagi.

"Maaf ! Gampang baget bilangnya. Setelah apa yang kalian lakukan ke keluarga aku, apa itu bisa dimaafkan? APA BISA DIMAAFKAN! Enggak bisa! Kalian boleh ubah apapun. Aku gak ngelarang. Tapi, JANGAN KAMAR AKU!" ucap Citra.

Tiba tiba papa Citra menghampiri mereka. "Ada apa ini? Kok ribut?" tanya papa Citra.

"Mereka udah ngerusak kamar aku, pah." ucap Citra.

"Maksud kamu Citra?"

"Mereka udah merusak kamar aku. Mereka ubah kamar aku." ucap Citra.

"Bukan gitu pah. Tadi, Rena sama mama cuma bersihin kamar Citra. Karena agak berantakan gitu." ucap Rena.

"Citra.. Citra.. Mama sama kakak kamu hanya ingin membersihkan kamarmu. Kamu ini jangan kayak gitu. Mereka itu keluarga kita. Kakak sama mama kamu." ucap papanya.

Citra menatap papanya marah. "Belain aja terus anak kesayangan papa ini. Belain! Aku gak akan menganggap mereka keluarga aku. Karena aku gak punya kakak dan satu lagi, mama aku...udah mati." ucapnya.

Plakk...

Citra merasakan pipinya panas. Dia menatap papanya tidak percaya. Papanya menampar dirinya untuk pertama kali dalam hidupnya. Dan alasan dia menampar Citra karena membela mama dan kakak tirinya. Citra tidak percaya kalau papanya membela keluarga tirinya dibandingkan dirinya, anak kandungnya sendiri.

"Lebih baik kamu susul mama kamu. Lebih baik kamu keluar dari rumah ini. Karena saya tidak mau mempunyai anak yang durhaka seperti kamu." ucap papanya.

Citra menatap papanya. "Baik. Kalau itu mau papa. Aku pergi dari rumah ini." ucap Citra. Lalu dia berlalu menuju kamarnya.

Di kamar Citra..
Citra mengambil bajunya. Dia memasukkan  baju ditas ransel besarnya. Lalu dia menatap foto mamanya. Dia mengambil foto itu lalu dia memeluknya sebentar. Kemudian dia masukkan ke tas itu. Dia langsung mengambil jaket dan kunci motornya. Kemudian dia keluar dari kamarnya.

Citra keluar dari kamarnya. Dia melewati begitu saja papa, mama tirinya dan Rena. Citra langsung mengambil sepeda motornya. Lalu dia berlalu dari rumahnya.

****

Di rumah Aurora

Ara langsung beranjak dari sofa setelah mendengar bel rumahnya berbunyi. Dia pun membuka pintu rumahnya. Seketika dia terkejut.

Ara melihat Citra yang sudah membawa tas besar. Dia makin terkejut melihat di sudut bibir Citra berdarah dan pipinya memerah. Ara menatap Citra khawatir.

"Gue boleh nginap disinikan?" tanya Citra.

"Ya.. Boleh. Tapi bibir dan pipi lo kenapa?" tanya Ara khawatir.

"Gue berantem sama papa. Papa nampar gue. Pokoknya intinya sih itu."

"Yaudah masuk."

Ara membantu Citra membawakam tasnya. Setelah itu, luka Citra sudah diobati. Citra juga sudah menceritakan tentang penyebab dia ke rumah Ara. Ara menatapnya sedih.

"Lo juga sih, ngomong kok kasar banget. Ya jelaslah papa lo marah." ucap Ara.

"Abisnya gue kesel banget. Tapi, baguslah gue diusir. Gue bebas." ucap Citra senang.

"Lalu setelah ini gimana? Sekolah lo?"

"Bukan urusan gue. Palingan absensi gue banyak. Otomatis mereka pasti datangnya ke rumah gue. Ya.. Tenang aja." ucap Citra riang.

"Lo kok gitu sih. Eh.. Bentar lagi kita ujian nasional. Udah kelas tiga nih. Sayang tau."

"Iya sih. Tapi itu nanti dulu. Gue mau bebas dirumah ini dulu. Oke."

"Terserah deh." ucap Ara acuh tak acuh.

Di kamar, Citra menatap foto mamanya. Dia memeluknya erat.

"Andaikan mama masih hidup, pasti gak kayak gini. Aku kesepian ma.." ucap Citra.

Perlahan air matanya tumpah. Yang sudah dia tahan saat papanya menampar dirinya. Sungguh sakit memang. Tapi tak sebanding sakit yang dia rasakan hatinya. Hatinya sangat sakit. Sakit.

Perlahan dia jatuh terduduk. Dia menangis dalam diam. Meratapi nasip dan takdir yang terjadi.

Ara mengingtip di balik pintu kamar Citra. Lalu setelah itu dia menutup pintu itu. Dia bersandar di pintu. Perlahan air matanya tumpah. Dia cukup sedih atas penderitaan sahabat baiknya ini. Dia tak pernah mendapatkan kebahagian setelah mamanya meninggal. Lalu perlahan dia mengusap air matanya. Dia berharap suatu hari nanti Citra bisa mendapatkan kebahagian itu. Dia pun pergi dari kamar Citra.

###

Vote dan komentarnya ya...

Cinta Untuk CitraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang