UNBREAKABLE #06

480 30 1
                                    

Tina keluar dari dalam mobilnya dan berjalan menuju restoran. Dia melihat jam tangannya dan menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Aku datang terlalu awal.

"Silahkan, Ms. Abner."

Seorang pelayan menyambut Tina dengan ramah dan mengantarkan Tina menuju mejanya. Tina mengikuti pelayan itu sambil mengamati suasana restoran yang belum terlalu ramai.

"Apa anda akan memesan sekarang, Ms. Abner?" tanya pelayan itu dengan ramah sambil membantu Ms. Abner meletakkan mantelnya.

"Aku akan menunggu seseorang dulu," jawab Tina ramah.

"Baiklah, Ms. Abner. Aku akan menuangkan air putih dahulu untuk anda," kata pelayan itu lalu dia berbalik dan pergi meninggalkan Tina di meja.

Tina memandang langit malam hari ini dengan perasaan senang. Setelah menghabiskan waktu selama 5 hari di rumah sakit akhirnya dia bisa merasakan udara bebas seperti ini.

"Apa anda hanya sendirian, nona cantik?"

Tina menolehkan kepalanya dan terkejut melihat sosok Alex yang sedang berdiri di samping mejanya.

"Alex!!"

Alex tersenyum sambil memandang wajah Tina yang terlihat cantik malam ini. Dia melihat Tina malam ini begitu cantik dengan dressnya yang berwarna hitam, simpel dan terlihat elegan ketika dipakainya.

"Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Tina? Merayakan kebebasanmu?" tanya Alex sambil tersenyum jahil.

Tina tertawa masam mendengar pertanyaan Alex tadi. Bagaimana dia tahu apa yang aku pikirkan tadi?

"Aku sedang menunggu seseorang untuk makan malam, Alex. Pertemuan bisnis," jawab Tina.

"Lalu apa yang kamu lakukan disini? Kamu tidak ada jadwal operasi?"

"Aku lapar, Tina. Makanya aku keluar sebentar untuk makan malam dengan para dokter lainnya," kata Alex sambil menunjuk ke lantai atas.

"Ahhh pertemuan dengan para dokter. Baiklah, aku tidak akan menghalangimu bertemu dengan mereka. Silahkan naik, dokter Alex."

"Kamu mengusirku?"

"Ya, dokter. Aku tidak mau kamu merusak nafsu makanku malam ini," jawab Tina sambil tertawa.

Alex memasukkan tangannya ke dalam saku celananya dan tersenyum ke arah Tina. "Baiklah, aku akan naik dulu. Tidak enak sudah ditunggu mereka," kata Alex.

"Jangan lupa ---"

"Aku tidak lupa meminum obatku, Alex."

Tina lagi - lagi memotong kalimat Alex seperti biasa. Dia tahu apa yang akan Alex ucapkan. Selalu sama dari dulu.

"Ok," jawab Alex sambil membuat tanda OK dengan jarinya. Alex lalu segera berjalan meninggalkan meja dan naik ke lantai 2 berkumpul dengan rekan - rekannya.

Tina lalu duduk kembali sembari melihat jam tangannya dan melihat bahwa ini sudah hampir pukul 7 malam dan keberadaan Azka masih belum terlihat. Dia lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan mengirimkan sebuah pesan pada Azka.

"Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Ms. Abner."

Tina yang baru saja akan menekan tombol SEND berhenti dan mendongakkan kepalanya menatap wajah Azka yang terlihat berkeringat.

"Kuharap aku tidak terlambat sebelum kamu akan mengirimkan pesan itu padaku, Ms. Abner." Azka tersenyum tipis sambil melirik ke arah ponsel Tina.

Tanpa Tina sadari sebenarnya Azka sudah tiba di restoran dari setengah jam yang lalu. Azka pun bisa melihat sosok Tina yang keluar dari dalam mobil dan berjalan menuju ke dalam restoran sementara dirinya masih duduk diam di dalam mobilnya. Azka terlihat ragu untuk keluar dan masuk ke dalam restoran itu karena terlalu banyak kenangan yang dia miliki di dalam restoran itu. Kenangan bersama orang yang dia cintai.

"Mr. Carney, apa kamu baik - baik saja?" tanya Tina pelan. Dia sedikit khawatir dengan keadaan Azka malam ini karena dia lebih banyak diam bahkan dia tidak menyentuh makanannya.

"Apa, Ms. Abner?" tanya Azka bingung.

"Kamu baik - baik saja? Kamu tidak terlihat baik - baik saja," kata Tina.

"Aku baik - baik saja, Ms. Abner. Hanya teringat pekerjaan kantor yang masih belum selesai," jawab Azka berbohong.

"Panggil aku Tina saja, Mr. Carney. Aneh rasanya kamu memanggilku dengan nama Ms. Abner," kata Tina santai sambil menyantap tiram kesukaannya.

"Panggil aku Azka juga kalau begitu. Mr. Carney terlalu tua untukku," kata Azka menimpali ucapan Tina.

"Baiklah, Azka."

"Apa yang ingin kamu bicarakan denganku, Azka? Hingga kamu meneror sekretarisku seperti itu," tanya Tina.

"Email yang kamu kirimkan. Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud. Apa kamu sedang mengataiku kalau aku itu terlalu perfeksionis?"

Tina meletakkan garpunya dan mengelap bibirnya dengan serbet lalu menatap Azka dengan pandangan serius. "Baguslah kalau kamu mengerti maksudku, Azka."

"Aku tidak membutuhkan seseorang yang terlalu perfeksionis dalam pekerjaan ini, Azka. Seperti yang kamu tahu proyek yang aku tawarkan dengan perusahaanmu adalah proyek bernilai miliaran dolar dan itu bukan nominal yang sedikit," jelas Tina.

"Inilah gayaku dalam bekerja, Tina. Aku selalu perfeksionis bahkan dalam pekerjaan. Karena aku tahu proyek ini bukanlah proyek kecil makanya aku tidak bisa bermain - main dalam hal ini. Ketepatan, ketelitian dan kecepatan menjadi poin utamaku dalam proyek ini."

"Kamu tidak seperti ini dulu, Azka. Dua tahun yang lalu kamu bukanlah orang yang seperti ini," kata Tina sambil memandang mata Azka.

Azka meletakkan gelas winenya dan menatap mata Tina. Dia tersenyum sinis mendengar kata - kata Tina tadi.

"Kamu tidak mengenalku waktu itu, Tina. Aku adalah orang yang seperti ini. Seperti sekarang yang kamu lihat."

Tina menatap mata Azka dalam - dalam dan kemudian tersenyum tipis. "Kamu benar, Azka. Aku tidak terlalu mengenalmu. Tapi apa yang aku lihat dulu berbeda dengan apa yang aku lihat sekarang, Azka."

"Workaholic dan perfeksionis. Menghabiskan lebih banyak waktu di kantor bahkan kamu lupa waktunya istirahat. Itukah kamu yang dulu, Azka?"

"Apa kamu sedang mengkritik caraku bekerja, Tina?"

"Tidak. Aku tidak mengkritikmu. Itu pilihanmu," jawab Tina tenang. "Aku hanya tidak mengerti dengan pilihanmu itu."

"Proyek ini adalah proyek yang sudah aku rencanakan dari lama, Azka. Proyek yang aku impikan dari dulu. Kuakui dulu aku sempat menginginkan kamu yang bekerja sama dalam proyek ini karena kurasa kamu adalah orang yang tepat. Tapi sekarang aku menarik semua ucapanku, Azka. Kurasa kamu bukan orang yang tepat untuk mengerjakan proyek ini."

"Aku perlu waktu berpikir sebelum aku menyerahkan proyek ini padamu. Lebih banyak dari sebelumnya," kata Tina mengakhiri pembicaraan ini.

Tina meletakkan serbetnya di atas meja dan berdiri dari kursinya. Dia mengambil mantelnya dan tasnya dari kursi.

"Aku permisi dulu, Azka."

Azka menggapai tangan Tina dan menahan langkahnya. Azka menolehkan kepalanya dan menatap wajah Tina yang terlihat kecewa.

"Kenapa kamu menilai aku tidak tepat untuk mengerjakan proyek ini, Tina?"

Tina menghela nafasnya sejenak dan menatap Azka dengan tatapan yang lebih lembut daritadi.

"Proyek yang aku kerjakan adalah proyek yang aku harapkan bisa membawa kebahagiaan bagi orang lain, Azka. Kamu tahu itu bukan?"

Azka menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Tina. Dia tahu betul proyek apa yang sedang Tina kerjakan dan dia sangat ingin ambil bagian dari proyek ini semenjak membaca proposal itu dua tahun yang lalu.

"Jika kamu mau tahu apa alasanku mengatakan kamu tidak tepat mengerjakan proyek ini maka akan aku katakan, Azka."

Tina menatap mata Azka yang berwarna gelap dan terlihat ada kesedihan yang terpancar dari matanya.

"Karena kamu tidak bahagia, Azka."

.........to be continue.........

UNBREAKABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang