UNBREAKABLE #07

409 25 1
                                    

Azka melepaskan jasnya dan merebahkan badannya di kasur. Dia memejamkan matanya sambil memikirkan perkataan Tina tadi.

"Kamu tahu proyek apa yang sedang aku kerjakan, Azka? Itu adalah proyek yang sudah kurencanakan dari lama. Sebuah proyek yang nantinya bisa membawa kebahagian bagi semua orang, Azka."

"Kamu mau tahu apa alasanku mengatakan bahwa kamu tidak tepat untuk proyek ini lagi, Azka?"

"Karena kamu tidak bahagia, Azka."

"Aku tidak akan membiarkan proyekku ini dikerjakan oleh orang yang tidak bahagia dan hanya terpaku pada bisnis semata."

Azka membuka matanya dan menatap foto yang ada di samping kasurnya. Sebuah foto dirinya dengan seorang wanita yang sangat dia cintai. Azka menatap wajah wanita yang sedang tersenyum lebar di foto itu.

"Seandainya kamu ada di sini," kata Azka sambil mengusap foto wanita itu.

Azka meletakkan kembali foto itu lalu beranjak bangun dari kasurnya dan berjalan menuju ruang kerjanya. Dia menyalakan laptopnya dan mulai bekerja kembali. Meski jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, dia tetap bekerja hingga larut malam. Azka baru bisa tertidur pukul 3 pagi dan bangun pukul 7 pagi.

"Apa dia tidak bisa mengerjakan laporan ini?" gerutu Azka kesal membaca laporan perusahaan yang berantakan.

Azka melirik ponselnya yang bergetar dari tadi dan melihat siapa peneleponnya. "Nomor siapa ini?" tanya Azka melihat nomor yang tidak dikenal meneleponnya jam segini.

"Halo..." Azka menerima panggilan tersebut.

"Azka."

"Tina?" kata Azka terkejut mendengar Tina meneleponnya. "Darimana kamu tahu nomor teleponku?"

"Tolong aku, Azka!"

"Apa?!?"

"Tolong aku, Azka! Aku tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Aku takut, Azka!!" teriak Tina dari seberang telepon.

"Apa yang terjadi, Tina? Ada apa disana?"

"Aku takut, Azka!"

Azka bisa mendengar suara Tina yang mulai serak karena dia menangis.

"Kamu dimana sekarang?" tanya Azka sambil berdiri dari kursinya dan meraih kunci mobilnya.

"Aku ada di apartemen," jawab Tina parau.

"Aku akan kesana. Kirimkan aku alamatnya," kata Azka lalu menutup teleponnya.

Azka mengambil jasnya lalu segera keluar dari apartemennya dan menuju ke apartemen Tina dengan cepat.

"Ada apa, Tina?" tanya Azka begitu masuk ke apartemen Tina dan melihat apartemen Tina yang berantakan.

Azka melihat Tina duduk di atas sofa dengan kedua kaki yang ditekuk dan sedang dipeluknya sekarang. "Apa yang terjadi, Tina?" tanya Azka khawatir melihat wajah Tina yang sembab sehabis menangis.

"Tikus," kata Tina pelan.

"Apa?!?" tanya Azka lagi berusaha memastikan bahwa telinganya tidak salah mendengar.

"Tikus. Ada tikus, Azka."

Azka menatap wajah Tina dengan tatapan tidak percaya dengan ucapan Tina barusan. Dia meneleponku hanya karena ada tikus di apartemennya??

"Aku takut tikus, Azka. Tikus itu tadi keluar dari bawah lemari dan mengejarku ke sini," kata Tina sambil menahan tangisnya.

"Tolong aku, Azka. Usir tikus itu dari apartemenku," pinta Tina sambil memegang lengan Azka. Tina mulai menangis lagi.

Azka menatap wajah Tina dengan perasaan kasihan dan tidak tega melihatnya ketakutan seperti ini karena tikus. Dia berdiri dan mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseorang.

"Bisakah anda ke sini malam ini? Ada tikus di dalam apartemennya dan itu sangat mengganggu," kata Azka dengan seseorang di teleponnya.

"……"

"Baiklah, aku tunggu besok pagi. Terima kasih."

Azka lalu menutup panggilannya dan berbalik menatap Tina yang sedang melihat ke bawah dengan takut.

"Pest control akan datang besok pagi, Tina. Bagaimana kalau kamu kuantar ke tempat lain malam ini?" tanya Azka menawarkan diri.

"Entahlah, aku tidak tahu harus kemana."

"Bangunlah, Tina. Aku akan mengantarkanmu ke hotel," kata Azka.

"Tidak. Aku tidak mau ke hotel, Azka."

"Lalu kamu akan tidur dimana malam ini, Tina? Apa kamu mau rumah teman atau kamu mau aku antar ke rumah orang tuamu?"

Tina menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Kantor. Antarkan saja aku ke kantor, Azka. Aku akan tidur di sana malam ini," jawab Tina.

Kantor?? Tengah malam seperti ini? Wanita ini pasti sudah kehabisan akal.

Azka mengulurkan tangannya dan membantu Tina berdiri dari sofanya. "Ayo bangun, Tina."

Tina meraih uluran tangan Azka dan meraih tasnya lalu segera keluar dari apartemennya. Dia pun berjalan meninggalkan apartemennya dan masuk ke dalam mobil milik Azka.

"Ini bukan arah ke kantorku, Azka. Seharusnya kamu belok ke kanan ---"

"Aku memang tidak mengantarkanmu ke sana, Tina." jawab Azka singkat sambil tetap fokus menyetir mobilnya.

Tina menolehkan kepalanya dan menatap Azka dengan bingung. "Lalu? Kemana kamu akan mengantarku?" tanya Tina sambil mengerutkan dahinya.

"Kamu tidak akan mengantarkanku ke rumah orang tuaku bukan, Azka?"

Azka menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan menolehkan kepalanya menatap wajah Tina yang terlihat kesal dalam gelap.

"Aku tidak mau pulang ke rumah, Azka."

"Lalu kamu mau aku mengantarkanmu ke kantor? Tengah malam seperti ini?"

"Setidaknya itu lebih baik daripada aku pulang ke rumah," jawab Tina.

Azka mulai kehabisan akal menghadapi Tina yang keras kepala. Dia benar - benar tidak menyangka kalau dia akan di telepon Tina tengah malam hanya karena tikus dan sekarang dia tidak mau diantar ke rumahnya.

"Terima kasih tumpangannya, Azka. Aku akan naik taksi sendiri dari sini." Tina membalikkan badannya dan membuka pintu mobil Azka.

Tangan Azka meraih tangan Tina yang sedang membuka pintu mobilnya dan menutup kembali pintunya.

"Apa yang kamu ----"

"Tidurlah di apartemenku malam ini."

.........to be continue.........

UNBREAKABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang