Chapter 22

451 41 64
                                    

Mungkin cerita ini bakal tamat di chapter 25, mungkin loh ya hehe :)
  
  
  
 
Aku benar-benar membencimu, Marc.

"Dani, kau tak apa?"

"Ya, aku baik. Selesaikan makananmu lalu kuantar kau kembali ke hotel. Besok ada kualifikasi dan aku yakin kita sama-sama tidak ingin kehilangan posisi."

Dari cara bicaranya saja pun Andrea sudah tahu bahwa laki-laki dari tim garpu tala itu terluka.

Tanpa kata-kata lagi, Dani dan Andrea menyelesaikan sepiring kartoffelsalat yang tak lagi terasa lezat di lidah Andrea.

"Aku selesai. Ayo, kembali."

Sepertinya dewi fortuna tidak berpihak pada mereka, lagi-lagi paparazzi mengendus pertemuan mereka di restoran itu.

"Dani, Andrea, senyum pada kamera!"

Kilatan-kilatan cahaya dari kamera paparazzi mengenai Dani dan An.

"Kami hanya teman. Ayo, An," Dani menarik tangan gadis itu, menjauhi kerumunan paparazzi yang mengitari mereka.

To : Marc
Aku dan Dani dalam perjalanan pulang. Tunggu di kamarmu.

From : Marc
Baiklah. Hati-hati. Jika kau sudah sampai di depan kamar, tekan bel nya berulang kali. Karena aku akan mandi sebentar lagi.

To :Marc
Oke.

Sepanjang perjalanan, tak ada sepatah kata pun yang diucapkan mereka. Dani lebih memilih fokus ke jalanan sedangkan An hanya menatap ke luar jendela.

"Dani, tidak inginkah kau mengucapkan sesuatu?" Gadis itu akhirnya memberanikan diri untuk angkat suara.

"Aku sedang fokus menyetir, An."

Kini Andrea tahu bahwa laki-laki di sebelah kirinya memang benar-benar terluka akibat dirinya.

"Aku minta maaf."

"Sudah, tidak perlu kau bahas lagi. Aku sudah memaafkanmu."

Lima belas menit kemudian, mereka sampai.

"Terima kasih atas makan malamnya. Kuharap kita masih bisa seperti ini lain waktu."

"Aku juga berharap hal yang sama. Selamat malam."

Dani mendahului Andrea menyusuri koridor.

Andrea menekan bel di pintu kamar Marc, ya mungkin sudah yang ketujuh kalinya.

Nada tunggu ponsel pun sudah berdering beberapa kali. Kemudian terdengar suara seseorang jatuh.

"Aduh! Halo, Sayang?"

"Marc, aku di depan."

"Baiklah."

Tak lama kemudian, pintu terbuka, menampakkan seorang Marc yang sibuk dengan handuk putih yang menutupi bagian pinggang hingga pahanya.

"Menikmati pemandangan?"

"Aku yakin panjangnya tidak lebih dari jengkalku," cibir Andrea seraya masuk ke kamar Marc.

"Eh, jangan menghina. Kau kan belum lihat."

"Aku sama sekali tidak berminat."

Andrea melepas sepatunya lalu merebahkan diri ke ranjang. "Aku ingin tidur."

"Abu-abu atau putih?"

"Abu-abu saja."

"Minggir sedikit. Kau menguasai ranjangku," Marc mengangkat tubuh Andrea lalu menggesernya.

Summer in Barcelona [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang