2. Teuku Andika Wahed

3.2K 298 15
                                    

   Bandara SIM, Banda Aceh...

Pukul dua siang aku tiba di Banda Aceh. Suasana sibuk bandara langsung terasa walau tidak sesibuk di ibu kota.

  Selama tiga hari dua, suana kota Aceh, dalam balutan syariat islam sangat terasa di sini.

Di kota ini aku menghabiskan masa SMP dan SMA ku. Aku bukan asli orang banda aceh. Kampung ku masih lumayan jauh dari kota ini. Dulu, keluarga ku sering berpindah - pindah tempat tinggal karena perkerjaan Ayah ku. Tapi, kota Banda Aceh adalah persinggahan terakhir sebelum akhirnya Ayah dan ibu ku kembali memutuskan untuk tinggal di kampung.

  Bagi ku, dari beberapa kota persinggahan kami. Kota ini lah yang penuh dengan kenangan. Di sini aku belajar segalanya. Di kota ini awal aku di sadar kan bahwa hidup itu keras. Dan di kota ini juga aku menemukan cinta pertama ku.

  Btw..

Hampir lupa, sebelumnya kenalkan, nama ku Tengku Andika Wahed. Dari nama kalian pasti sudah bisa menebak kan, dari mana aku berasal. Memiliki awalan nama Teuku. Banyak yang mengatakan kalau orang yang memiliki awalan itu adalah keturunan raja.

Ya.

 
  Sejarah nya panjang, jika aku menceritakan awalan nama turun temurun itu.

  Aku anak ketiga dari  lima bersaudara, di bawah ku laki - laki, yaitu Khalif. Si bungsu cewek yaitu Liza. Dan dua saudara tiri Yaitu kakak dan abang ku. Mereka berdua sudah memiliki keluarga sendiri.

   Di Aceh tempat di mana aku di lahir kan, tepat nya di pidie. Lebih jelas nya di kecamatan Tangse.

Aku sangat mencintai kampung ku, karena selain daerah kelahiran ku. Kampung ku juga masih sangat asri dengan kekayaan Alam.

  Dan dari kota Banda Aceh menuju kampung ku masih harus membutuh kan waktu sekitar empat jam dengan mobil atau motor.

  Saat keluar dari terminal kedatangan lokal, aku langsung dapat melihat Bang Sudir, yaitu abang sepupu ku. Yang hari ini kebetulan menjemput ku.

"Assalammualaikum, Bang " sapa ku dengan sopan dan ramah saat aku sudah di dekat nya.

"Waalakum salam, Dik " jawab nya. Aku menyalami beliau. " kiban? Na mangat ek kapai peo ? " ( gimana ? Ada enak naik kapal terbang ?).

   Aku tertawa mendengar guyonan nya. Lalu ia mengajak ku menuju mobil nya. Dia bercerita banyak tentang kegiatan nya dan tujuan ia di kota banda Aceh selain menjemput ku.

   Selama perjalanan kami hanya mengobrol sambil aku menikmati pemandangan hutan belantara ketika tiba di seulawah. Kami sempat beristirahat saat tiba di Saree untuk makan siang yang telat pasti nya.

  Pukul lima kurang kami tiba di rumah. Aku mengucap kan terimakasih pada Bang Sudir. Mengajaknya mampir sebentar, tapi ia harus buru - buru.

  Aku menghela napas lega, dengan senyum lega ketika aku berdiri di depan pagar rumah sederhana milik orang tua ku. Rumah yang hanya memiliki satu lantai, tapi luas ini.

Halaman nya juga luas dengan banyak di tumbuhi pepohonan rindang.

  Rumah ini dulu tidak sebesar dan sebagus sekarang. Bahkan dulu masih berdinding papan. Keluarga ku bukan lah dari kalangan orang kaya. Kadang, bisa makan dua kali dalam sehari saja sudah alhamdulillah.

    Aku melangkah memasuki pagar besi hitam lebar rumah ku. Dan tersenyum saat melihat ibu ku duduk di teras sedang mengupas pinang.

"Assalammualaikum " ucap ku memberi salam. Aku langsung menyalami wanita paruh baya yang sangat aku cintai ini.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang