4. Hah.. ?

3K 310 5
                                    

"Sayang, nanti sore jangan lupa,  ya ?" Pertanyaan Mami di pagi ini saat menelfon ku, membuat ku harus mengerutkan dahi ku.

Aku tidak tau apa maksud sang Mami.

"Jangan lupa ? Lupa apa Mi ?" Tanya ku pada beliau yang berada di seberang telfon.

  Aku mendengar Mami menghela napas berat sambil menggerutu dalam bahasa sunda.

" aya aya wae.. teh.. itu atuh.. kamu nak, jangan lupa nanti sore ketemu Fizi. Mami udah bilang kalau kamu mau ketemu dia "

"Hah ?" Aku diam, bahkan menghentikan niat ku untuk melajukan mobil meninggalkan parkiran kosan ku. "Mam, jangan becanda deh, kapan Kinal bilang kalau...."

"Kamu teh, tidak bilang ka Mami. Cuma Mami aja yang inisiatif. Mami tau sekali kamu bagaimana. Dan kali ini tidak ada penolakkan.! "

"Mam... jangan gini dong. Aku sama Fizi itu gak pernah deket. Bahkan kenal aja cuma gitu - gitu aja. Ma..."

"Bodo teuing.. pokok na, Mami tidak mau tau. Kamu harus ketemu nak Fizi. Dia anak nya temen Mami lho.. dah ya. Mami mau ngantar si Papa dinas. Dah sayang.. assalammualaikum "

Klik.

Udah.

Mati.

Si Mami udah putusin sambungan telfon. Alias keputusan sudah final.
Ini gimana cerita nya si Mami jadi nekat begini ?

Ampun deh... punya  nyokap kok gini amat. Astagfirullah...

Huft...

  Jadi, mau tidak mau aku harus bertemu dengan Fizi, ini ?.

  Fizi itu anaknya temen arisan Mami sejak aku masih sekolah dulu.
Aku memang dulu satu sekolah dengan Fizi. Tapi, tidak terlalu kenal. Itu karena beda jurusan dan beda gedung pula walau kami satu angkatan.

  Hahh..

Mami..

Mami...

Apes dah..

Mendadak hari ini aku badmood. Semua gara  - gara si Mami yang entah kenapa kebelet banget nyari menantu.

***

   Di dalam ruangan yang cukup luas, Dika duduk di balik meja kebesaraan dengan tatapan lurus pada laptop atau sesekali akan beralih pada karton yang di terbuka lebar dengan garis - garis membentuk sebuah bangunan tinggi.

  Ia terlihat serius mengukir imajinasi nya di atas lembaran karton putih di atas meja lebar yang berada di depannya.

  Tok tok tok

  Suara ketukkan pintu membuat fokus Dika beralih pada pintu.

"Dith " sapa nya sekilas, ia kembali fokus pada kerjaan nya.

"Serius amat, Pak " ucap Radith sambil melangkah masuk dan berdiri di hadapan meja Dika.

"Gimana, presentasi nya ?" Tanya Dika sambil menarik goresan garis lurus dengan di bimbing sebuah penggaris.

"Oke, kok. Pak Bima mau kita yang nanganin pembangunan hotel di Bandung. Entar sketsa sama disain nya, bisa loe urus kan ?" Jawab Radith sembari mengamati kerjaan sahabatnya itu.

Dika mengangguk, ia berpindah posisi untuk menarik garis di sisi lain.

"Oya, gue hampir lupa. " ucap Radith lagi seperti teringat sesuatu. " itu, Ririn nitip salam. Sama dia juga ngundang loe buat acara ultah nya "

"Gue doang ?" Tanya Dika menoleh.

"Gue juga kok  "

"Kalau gitu, loe aja yang wakilin. Gue lagi males " jawab Dika acuh.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang