13. Jembatan seunapet

2.5K 273 3
                                    

Dika : jangan lupa bawa jaket

Selesai membaca chat dari nya, aku langsung menuju lemari pakaian. Dan mengambil satu jaket ku. Lalu memasukkan nya ke dalam koper kecil ku.
Kampung Dika berada di Aceh, dan otomatis aku juga harus membawa baju yang tertutup dan beberapa kerudung yang memang jarang aku pakai, kecuali lebaran doang.

"Udah semua ?" Aku menoleh pada pintu, Jessica baru saja keluar dari dalam kamar mandi ku.

Ikut memperhatikan isi koper ku, "bawa oleh - oleh, gak ?"

"Oleh - oleh? Buat apa ?" Tanya ku dengan heran.
Aku kan mau liburan, kenapa harus bawa oleh - oleh.

"Nal, loe mau ketemu calon mertua lho, masa gak bawa apa - apa ?"

"Hah ? Maksud loe ?"

Jessica berdecak malas. "Loe mau ke Aceh kan, ke kampung nya Dika, menurut loe, dia bakal bawa loe kemana ? Hah ? "

What?!

Itu berarti aku akan bertemu dengan kedua orang tua Dika, ya Ampun kenapa aku gak kepikiran sih..

Duhh.. kok aku jadi gugup gini ya. Gimana dong ?.

"Emm.. gue harus bawa apa ? Gue harus gimana ? Orang tua Dika galak gak ya? Tapi, ngaliat anak - anak nya kayak nya enggak deh " ujar ku mulai frustasi. Dan menatap khawatir pada Jessica yang sedang menahan tawa nya.

"Tenang aja, Bunda orang nya baik kok, ramah lagi. " ujar Jessica dengan enteng. Aku menoleh heran padanya.

"Kok loe tau ?"

"Ya iya lah gue tau, orang tua nya Dika, itu juga orang tua nya Radith. Gue udah beberapa kali di ajak Radith pulang ke asal nya. Loe kan tau, kalau Radith itu sebatang kara, nah orang tua Dika itu, orang tua angkat Radith " jawab Jessica.

"Menurut loe, gimana keluarga Dika ?" Tanya ku, berdiri di samping nya yang sedang mengeringkan rambut dengan alat pengering rambut ku.

"Baik, kok. Apalagi Bunda, Mamanya Dika. Beliau ramah banget. Masih cantik lagi. "

"Kalau bokap nya ?"

"Baik juga, humoris juga. Ya.. tampang nya sih memang agak seram. Karena kumis nya hehe.. " jawab Jessica dengan melirik ku.

"Beneran ?" Jessica mengangguk pasti. Aku sedikit menghela napas lega ku. Paling tidak aku sudah mendapat sedikit gambaran tentang kedua orang tua Dika.

"Kira - kira gue bawa apa, ya ?" Tanya ku lagi.

Aku meraih ponsel ku, ingin bertanya pada Dika. Apa yang harus aku bawa nanti.

"Santai aja, Nal. Dika pasti udah nyiapin semuanya kok " cetus Jessica lagi. Aku melirik padanya, dan kembali duduk di tempat tidur. Memikirkan apa yang harus aku bawa sebagai buah tangan.

***

"Khalif, ngoen kah, jadeh ijak ?" (Khalif; teman kamu jadi ikut ,?). Aku menoleh pada Dika yang sedang bertanya pada Khalif, adik nya. Mereka berdua memang selalu berbicara dalam bahasa aceh. Kadang itu membuatku kesal. Karena aku tidak tau apa yang di bicara kan oleh keduanya.

"Jadeh, Bang, Shania ka i bandara " (jadi Bang, Shania udah di bandara ). Jawab Khalif, mengalihkan matanya nya dari layar ponsel nya.

Memang awal nya kami hanya akan pergi bertiga. Tapi, dua malam lalu, tiba - tiba Khalif minta izin agar teman yang aku yakin teman spesial nya, untuk ikut juga.
Dika sempat menatap dengan tanda tanya, karena aku tidak tau apa yang mereka bicara kan. Tapi, inti nya Dika akhirnya mengizin kan nya.

Kami tiba di bandara pukul sembilan pagi. Aku melirik pada Dika, ia menatap lurus pada adik nya yang sedang menghampiri seorang gadis yang aku kenal bernama Shania.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang