17. Cemas

2.4K 273 5
                                    

Di balkon kamar Dika berdiri bersandar pada pagar besi hitam. Matanya menatap kosong pada lantai kramik marmer di depan nya.

Huft

Helaan napas kasar ia lepaskan dari mulut nya.
Kembali teringat akan ucapan Khalif, adik nya malam kemarin.

Ia tau jelas kesedihan yang sedang di alami laki - laki remaja itu. Dan rasanya, ia tidak rela jika adik nya harus mengalami hal yang sama dengan nya.
Ia tau jelas tersiksa nya sebuah hubungan tanpa restu.

Ia terjengit kaget saat sepasang tangan tiba - tiba melingkar di leher nya. Membuat Dika mengankat kepala yang sejak tadi menunduk. Dan kini menatap sosok wanita cantik di depan nya.

"Kayak nya beberapa hari ini aku perhatiin kamu kayak orang banyak beban " ujar Kinal, menatap lekat pada Dika.

Laki - laki itu tersenyum kecil, ia merangkul pinggang Kinal, menarik nya lebih dekat. Lalu mendarat kan sebuah kecupan sayang di kening Kinal.

"Kamu mikirin, apa ? Cerita sama aku " ujarnya kini mengusap pipi Dika. Raut wajh cemas menatap kekasih nya itu.

"Aku cuma mikirin Khalif, aja "

Kinal mengernyit heran, "kenapa sama Khalif ? "

"Dia sama Shania..."

"Btw, ngomong soal Shania, aku baru tau Kalau Shania itu anak sulung dari seorang disainer terkenal se Asia. Jessica kemarin cerita pada ku, katanya Shania anak dari Jesica Veranda Dwiki. Kamu tau kan ? "

Dika diam, ia seolah menahan napas nya sejenak. "Cu..cu nya Taufan Dwiki? Menteri ke amanan negara kita ?"

Kinal mengangguk dengan mantap, muka Dika tampak pucat. Helaan napas kembali lolos membuat Kinal menatap heran.

"Kemarin Papa nya Shania menemui Khalif "

"Oya ? Untuk ?"

"Kata Khalif, sebelum Papa Shania datang, Kakek dan Mama nya sudah lebih dulu menemui nya " ujar Dika, Kinal menatap penasaran dengan cerita Dika.

"Kakek dan Mama nya melarang hubungan mereka. Mereka menyuruh Khalif menjauhi Shania. Lebih tepat nya memutuskan hubungan dengan Shania. Sedangkan Papa nya, mengatakan hal yang sama. Tapi, seolah memberi harapan semu pada Khalif "

"Maksud kamu ?"

"Papa nya Shania, mengatakan. Agar Khalif untuk bersabar dan lebih berusaha. Ia meminta Khalif untuk menunjukkan pada Mama dan Kakek nya Shania kalau Khalif bisa membahagia kan Shania. Intinya, Khalif harus memiliki modal yang besar. "

"Bagus dong, berarti Papanya mendukung Khalif "

"Itu harapan semu, Nal. Dulu Papa nya Kandil juga mengatakan hal yang sama, tapi nyatanya ? Enggak Nal. Itu hanya cara dia menolak halus " ujar Dika dengan amarah tertahan.

Dika menunduk dalam, dadanya sesak bukan main. Kinal meraih pria itu dalam pelukkan nya.

"Aku dan abang ku, mengalami hal yang sama, Nal. Dan tanpa kami sadari, kami meninggalkan Trauma pada Khalif " ucap Dika dalam pelukkan Kinal.

Kinal mengeratkan kembali pelukkan nya. Mencoba menguatkan tunangan nya yang tampak frustasi. Ia sangat tau sebesar apa Dika menyayangi adik nya itu.

***


"Dik, undangan buat keluarga kamu udah di sebar kan semua kan ?" Tanya Kinal, di sela ia menyiapkan makan malam untuk tunangan nya.

"Udah kok, kemarin Kak Yuli, udah ngabarin kalau semua udah dapat " jawab Dika.

Tadi sepulang kerja, Kinal mampir ke apartemen Dika, sekedar memasak makan malam untuk Dika dan Khalif. Dan menikmati makan malam bertiga.

"Khalif, mana ? " tanya Kinal.

"Belum.pulang kayak nya " jawab Dika, ia menuangkan air putih kedalam gelas.

Dan saat itu lah ponsel nya berdering di atas meja.

"Radith " ucap Dika pada Kinal.

Dika pun memilih menjawab telfon dari sahabat nya. Mungkin ada sesuatu yang ketinggalan makanya sahabat nya itu menelfon.

"Walaikumsalam Dith, ada apa ?" Jawab Dika dengan santai.

"...."


"Serius loe?!" Mendadak muka Dika menegang, ada kecemasan di sana.

Kinal menatap heran. "Oke, gue kesana sekarang. Loe jagain Khalif bentar " ucap nya, kemudian sambungan telfon di putuskan Dika.

"Ada apa ?" Tanya Kinal penasaran.

"Khalif masuk rumah sakit "

"Hah ? Kok bisa ?"

Dika langsung beranjak dari kursi nya. "Aku juga gak tau, Radith gak jelasin penyebab nya. Aku mau kerumah sakit, kamu mau ikut ?"

Kinal mengangguk, ia mengambis tas tangan nya dan mengikuti Dika pergi.

***

Cklek

"Assalammualaikum " semua yang ada di dalam ruangan serba putih itu menoleh ke arah pintu.

Shania masuk ke dalam dan berjalan cepat menghampiri tempat tidur. Di mana Khalif sedang tiduran dengan perban di kepala nya. Dan beberapa luka lebam di wajah tampan laki - laki itu.

"Kamu kenapa ? " tanya Shania, tidak kuasa menahan tangis nya.

Dika memalingkan muka nya dari adik nya. Rahang nya mengatup keras, tapi ia tidak bersuara.

Dika memilih beranjak keluar dari kamar itu. Membiarkan Shania dan Khalif mengobrol.

"Dik " tegur Kinal, ia duduk di samping Dika mengusap bahu kekasih nya dengan lembut. "Shania gak tau apa yang terjadi, bukan salah nya "

"Tetap aja, kenapa sih orang yang katanya terhormat bisa melakukan hal sekeji itu ?" Ujar Dika dengan amarah.

Ia marah adik nya di perlakukan kasar, seumur - umur ia tidak pernah melukai adik nya.

"Ingat kata Khalif tadi, dia gak mau Shania tau apa yang udah di lakukan kakek nya pada Khalif. " ujar Kinal lagi.

Dika mendengus kesal, ia tau maksud Khalif. Karena ia pernah di posisi adik nya dulu.

"Apa aku minta Khalif buat ninggalin Shania aja ya ?"

"Dik.."

"Aku gak tega liat adik ku kayak gitu, Nal. " ujar Dika dengan frustasi.

"Aku tau, tapi dengan kamu minta itu. Maka akan lebih nyakitin Khalif. Ia butuh dukungan kamu. Kamu gak liat gimana Khalif sangat mencintai Shania ?"

"Tapi, semua percuma Nal, Khalif akan sia - sia. Aku pernah di posisi nya. Dan aku gak mau Khalif hanya berjuang sendiri. Sedangkan Shania gak tau apa yang telah keluarganya lakukan pada Khalif. "

"kalau gitu, kamu pasti mengerti kenapa Khalif, tidak ingin memberi tau Shania " ujar Kinal, menatap Dika dengan sedih.

Dika terdiam, ia bersandar lemas di dinding. Lalu menghembuskan napas kasar nya.
Kinal benar, ia sangat tau jelas apa alasannnya.

***

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang