15. kebun Durian

2.4K 269 7
                                    

Aku terbangun saat sayup - sayup terdengar suara azan. Dan juga, hawa dingin yang menusuk hingga ketulang. Ku buka mata ku, dan langsung mendapati Shania yang sudah lebih dulu bangun.

"Shan, udah jam berapa ?" Tanya ku dengan suara parau. Shania menoleh pada ku.

"Jam lima, kak. " jawab nya, aku memejamkan mata ku sejenak, sekedar untuk mengumpulkan nyawa. Setelah itu baru aku benar - benar bangun.

"Udah subuhan ?" Tanya ku pada nya.

"Udah kak, tadi mau bangunin kakak, tapi kakak udah bangun lebih dulu " jawab nya. Aku hanya membalasnya dengan senyum. Lalu pamit untuk mengambil wudhu.

Selesai sholat subuh, aku melihat Shania sedang menerima telfon. Mungkin keluarga nya. Menanyakan kabar nya,.

Aku memutuskan untuk mandi, sebenar nya enggan. Karena air nya dingin banget. Di sini juga tidak tersedia air hangat.
Jadi, dengan terpaksa menahan dingin aku mandi.

Selesai dengan semuanya, aku keluar kamar. Di ikuti oleh Shania.

"Lif " sapa ku, saat aku keluar kamar dan melihat Khalif yang baru saja masuk kedalam rumah. Ia memakai jaket yang lumayan tebal menurut ku.

"Ah. Kak. " balas nya.

"Kamu sendiri ?" Tanya ku, melirik ke belakang nya.

"Ha..? Sama Abang. Tapi, abang lagi di dapur sama Mamak " jawab nya. Aku mengangguk, dan berlalu ke dapur. Memberi waktu pada Shania dan Khalif untuk saling menyapa.

Mereka itu, kalau ada orang tidak terlalu banyak mengobrol. Tapi, kalau sudah berdua, baru deh. Perhatian kecil yang mereka lemparkan bisa bikin kita iri mendadak.

"Pagii " sapa ku dengan lembut dan juga ramah. Ibu nya Dika, yang sedang menyajikan makanan di meja makan menoleh padaku. Beliau langsung tersenyum.

"Pagi, Nak. Ayo sarapan dulu. Shania, mana ?" Ujar beliau dengan ramah. Ia menghampiri ku dan merangkul bahu ku membawa ku duduk di kursi.

"Pagii " sapa Shania dari belakang. Ia masuk bersama Khalif.

"Pagi Shania, ayo duduk kita sarapan dulu " ujar nya juga dengan senyum ramah nya.

Shania mengambil tempat di samping ku. Di hadapan ku duduk Dika dan Juga Khalif. "Kalian sarapan aja dulu, Ibu masih harus ke rumah Bu Dewi. " pamit nya. Kami hanya mengangguk.

"Ayah, kamu gak ikut sarapan ?" Tanya Ku pada Dika.

"Ayah masih di kebun. Nanti gantian sama aku, "

"Emang ada apa ? Kok sampai gantian ?"

"Kan lagi musim duren. Jadi harus ada yang jagain " jawab Dika. Ia menyuapkan nasi ke dalam mulut.

"Aku ikut boleh ?" Tanya ku dengan penuh harap.
Dika menoleh padaku, menatap dengan ragu.

"Yakin mau ikut ? Capek lho, harus naik gunung lagi " ujarnya. Dan itu cukup untuk membuat ku ragu. "Nyebrang sungai juga " timpal Khalif.

"Gak apa, masa aku di sini aja. Bosen. Lagian. Aku yakin, Shania juga mau ikut. Iya kan, Shan ?"

Aku menoleh ke samping ku. Shania mengangguk dengan antusias. Kahlif menatap ragu pada pacar nya. "Jangan deh, nanti kamu capek. Ngedaki tanjakkan bukit taman dekat rumah kamu aja, kamu udah ngeluh. Lha, ini, mau.."

"Aku mau ikut!" Kahlif terdiam. Shania mengucapkan itu dengan nada tegas dan tidak mau di bantah.

Aki mengulum senyum, Dika juga terlihat kaget. Sikap Shania rupa nya tidak lembut - lembut amat.
Dari nada naya tadi, aku yakin kalau Dika juga merubah penilai an nya.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang