6. Ketemu Lagi

9.9K 1.9K 269
                                    


Kiki is so easy to please.

I wish semua cewek yang gue pacarin semudah ini dibahagiain.

***

"Mbak ... mbak ... ini barangnya ada yang jatuh! Mbak!!!"

Gue baru ngeh seseorang yang ternyata mengekori kami itu mencoba memperingatkan Kiki dengan nada bicara meninggi. Karena ngerasa bukan mbak-mbak, tadinya gue cuekin. Lupa kalau gue jalan sambil ngegandeng anak orang yang telinganya nggak berfungsi dengan baik.

"Wah ... makasih, Om," kata gue setelah balik badan dan mastiin om-om itu memang ngomong sama kami.

Si om-nya ngedengus sebal sambil ngulurin sarung handphone bulu-bulu Hello Kitty. Kiki balik badan ngikutin gue, kebingungan sebentar kenapa gue balik badan segala, lalu menepuk jidatnya kencang-kencang menyadari ikatan tali sarung handphone-nya lepas dari tas.

"Mahhasihhh!" katanya sambil nunduk, bikin si om yang sempat kesel nggak jadi marah. Ada kilat paham saat dia denger suara sumbangnya.

Sehabis gue tambahin dengan ucapan terima kasih sekali lagi, si om mengubah cemberut di mukanya jadi senyum canggung. Buru-buru dia ngelanjutin perjalanan, sementara Kiki sibuk menyambungkan tali sarung handphone ke dalam kaitan di tasnya. Semua tasnya selalu dimodif begitu sama Tante Lut, buat menghindari kemungkinan jatuh, atau kejambret.

Gue menunggu sampai dia siap.

"Udah?" tanya gue. "HP-nya nggak kenapa-kenapa, kan?"

Dia menggeleng, dengan tangannya dia bicara, 'hearing aid ini harusnya udah diganti.'

Gue hanya membenarkan, biasanya kalau diteriakin, paling nggak Kiki bisa dengar meski samar. At least dia bisa ngerespons. Di rumah tadi dia bahkan sama sekali nggak ngeh sama suara Kak Kita yang bisa bikin orang nggak budeg jadi budeg saking kencengnya.

Yah ... buat gue yang selalu paham sama kondisinya sih, seru-seru aja kadang punya sahabat unik gini, selalu ada celah buat diusilin. Hehe ... nggak, deng. Gue sayang beneran sama Kiki dan setengahnya bersyukur karena dia cewek, nggak akan aneh kalau kami terus ngelindungi dia sampai suatu hari dia menemukan seorang pria yang sanggup menggantikan posisi gue, atau keluarganya.

Dengan sedih, Kiki mencabut ear plug dari kuping dan menyimpannya ke dalam tas.

Gue merangkul bahunya, "Makan es krim aja, yuk? Gue yang traktir," ajak gue yang bikin senyum di wajahnya kembali hadir.

Kiki is so easy to please, I wish semua cewek yang gue pacarin semudah ini dibahagiain.

"Lo mau ambil kursus bahasa Korea?" tanya gue setelah menyuap sesendok eskrim.

Kiki menjilat es krim blue berry-nya.

"Buat apa?" tanya gue lagi, hati-hati. Ngomong bahasa manusia biasa aja dia susah, ngapain dia mau belajar bahasa Korea?

Tuh, kan. Dia malah ngedikin bahu doang. Gue yakin dia nggak punya alasan kuat untuk itu.

"Apa nggak mending lo ngelanjutin kursus masak lo? Siapa tahu lama-lama lo bisa bikin bronis yang bisa dimakan?"

Kiki menjulurkan lidah.

"Pasti karena lo lagi suka nonton drakor, ya?"-gue mendengus setelah dia meringis-"Ngapain, sih? Kan lo nonton drakor ada teks-nya."

"Huka haja."

"Suka aja?" Suara gue melengking, heran parah. "Kiki ... mending lo kursus masak yang bener, atau kursus desain baju, ngejahit, gitu, kalau nggak mau kuliah. Kalau udah mahir, kan lo bisa buka toko, ngedesain baju, lo kursus bahasa Korea buat apa?" ngomong aja lo susah.

Sweetheart in Your Ear [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang