28. T(w)o Heart

7.1K 1.6K 267
                                    


Hatiku gede, jangan khawatir, ada banyak ruang di sana

Buat kamu, buat Kiki

"Dek," Kak Kita mengetuk pintu meski terbuka lebar. "Dipanggil mamah."

Gue dan Emma lihat-lihatan, Kak Kita udah pergi lagi dari ambang pintu.

"Mungkin nggak boleh di kamar kali, Sayang," bisik Emma. "Aku udah bilang, kan enggak enak kalau ada mama."

"Ya habis gimana," kata gue. "Udah ketangkep basah lagi di kamar, tapi 'kan pintunya dibuka, Yang."

Lagian mama tumben balik senam Jantung Sehat ibu-ibunya cepet banget, tadinya gue cuma nunggu sampai Kiki datang terus mau kami ajak jalan bertiga. Kikinya nggak datang, malah mama duluan nongol. Posisi gue lagi nge-game, Emma baca majalah di kamar. Padahal pintunya gue buka, coba kalau ama Kiki, pintu ditutup juga nggak masalah.

Mama sih udah berubah ke Emma, enggak melengos kayak dulu kalau bertatap muka. Tapi tetep aja, namanya juga emak-emak, pasti sewot kalau anaknya bawa masuk perawan diem-diem. Berhubung gue pikir, ya udahlah udah ketahuan ini, kami nggak buru-buru keluar kamar.

"Ya udah sekalian turun aja yuk, Yang," ajak gue sambil matiin PC. "Kita jemput Kiki aja, pake mobil papa."

"Emang boleh sama mama?"

"Kalau buat jemput Kiki mah banyakan bolehnya."

Ups gue kelepasan, Emma agak gimana gitu, tapi nggak sewot macam kemarin-kemarin. Waktu gue sengaja nggak memperpanjang dan bersikap wajar, dia pun mengemasi barang-barang dan nggak ngebahas, lalu menyambut uluran tangan gue buat barengan turun ke ruang keluarga. Ruang kekuasaan mama.

"Mama manggil?" tanya gue.

Mama menoleh dari televisi, "He em." Lalu beralih ke Emma, "Ngobrolnya di sini aja, ya, Em. Jangan di kamar. Di sini aja nemenin mama nonton teve."

"Iya, tante ...," Emma menjawab manis.

"Lagian Saya mau keluar aja, Mam, mau nonton."

"Lho nggak jadi nunggu Kiki?"

"Saya barusan telepon, Kiki-nya nggak ada."

"Lut bilang apa?"

"Tante Lut bilang dia keluar ke mana gitu, mungkin jalan ke sini, tapi kok nggak nyampe-nyampe."

"Udah kamu telepon HP-nya?"

"Saya samperin aja, deh. Bawa mobil papa, boleh?"

Mama mengernyit sekilas, tapi lalu ngangguk, "Ambil aja kuncinya di kamar. Hati-hati, ya. SIM-nya di cek dulu di dompet."

"Udah."

"Surat mobilnya jangan lupa."

Gue nggak nyaut dan nyelonong aja ke kamar mama sementara Emma make sepatu di ruang depan, surat mobil kan nempel ama kunci, masa iya gue ambil kuncinya doang.

"Saya!" panggil mama lagi habis gue cium punggung tangannya. Berbisik, "Kamu jangan bawa cewek ke kamar, ya. Jangan samain sama Kiki, mama deg-degan, tahu! Kalau ada apa-apa, mama tanggung jawab. Papa kamu jauh, kalau kamu bikin macem-macem, mama yang ntar disalahin sama papa kamu. ngerti?"

"Iyaaa, ngerti. Kan pintu kamarnya juga Saya buka, Mam."

"Nggak ada alesan pokoknya, apalagi tadi mama sama Kita nggak di rumah. Bisa jadi fitnah kalau tetangga lihat. Jangan malu-maluin mama ya kamu!'

Ih mama mah bisa-bisaan aja. Apa bedanya coba bawa masuk Emma sama Kiki kalau alesannya takut nimbulin fitnah, emang Kiki orang-orangan nggak bisa nimbulin fitnah? "Iya, iya. Saya nggak gitu lagi."

Sweetheart in Your Ear [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang