I'll be there for you like you're there for me too
"Mau ke mana sih, Dek, pagi-pagi gini?"
Begitu gue melangkah masuk dapur, mama langsung nanya gitu, padahal sebelumnya gue denger jelas doi lagi ngobrolin Kiki bareng Kak Kita. Gue kadang takjub, nggak pernah aja mama kelihatan gugup meski ketangkap basah lagi ngerumpi. Ethan Hunt aja lewat kalau disuruh cepet-cepetan mikirin plan B sama nyokap. Ntar kalau diingetin dosa ghibah, ngelesnya ngalah-ngalahin bajaj.
"Ke tempat Kiki dulu," jawab gue sambil duduk.
"Bener cewek yang datengin Kiki ada hubungannya sama kematian temen papah, Dek?" Kak Kita nimbrung. Inilah bedanya cewek sama cowok, kalau cowok mah nanya-nanya aja, nggak usah muter-muter dulu kayak rute kopaja.
Gue ngangguk, nerima sarapan pagi dari mama. Sepiring nasi goreng lauk telur dadar.
"Luna yang kita lihat di supermarket waktu itu?" tanya mama.
"Iya," gue mulai nyuap.
"Udah berdoa, belum?" sela mama, sempet-sempetnya.
Gue jawab sambil puter bola mata, "Udaaah."
"Kapan? Mama nggak denger, dalam hati?"
"Allahumma baarik llanaa fiima razaqtanaa waqinaa adzaa ban-naaaaar!" lafal gue kenceng dengan mulut penuh, sebagian nasi menyembur keluar dari mulut yang terbuka.
Mama cemberut. "Biasa aja keleus...!"
"Terus-terus, Dek, gimana ceritanya?" tanggap Kak Kita yang udah duluan kelar sarapan.
"Kenapa? Kakak mau laporan sama Kak Tessa?" ledek gue, menghindar gesit waktu dia mengayun gulungan koran paginya.
"Emang kenapa kamu sama Tessa?" serobot mama.
"Nggak apa-apa!" Kak Kita memelotot. "Saya didengerin sih, Mam. Dia aja nggak bakalan dapet Kiki karena Kikinya udah ama Juna, Kita yang dijadiin pelampiasan."
"Mama nggak apa-apa, kok, kalau kamu sama Tessa. Mama seneng malah!"
"Nah tuh, Kak. Tinggal Kak Tessa-nya mau apa enggaaak ... aduh!"—kepala gue kena sambit—"Mah ... mamah kalau aku yang diginiin Kak Kita mamah diem aja, sih? Sakit nih!"
"Kamu juga lancang sih mulutnya," Mama malah nambahin sewot. "Anak kecil nggak usah ikut campur urusan orang dewasa, deh. Buruan ceritain aja si Kiki kenapa sama Luna!"
Dan intinya gue pun cerita apa adanya. Ada bagian-bagian yang gue wanti-wanti ke mama supaya nggak dibagi ke Tante Lut, kecuali Tante Lut udah tahu duluan, ada yang gue sembunyiin dikit-dikit. Tentu gue bumbuin misteri juga, soalnya ibu-ibu kalau denger cerita seru reaksinya suka lucu.
Sekarang ini gue janjian sama Juna buat nemuin Kiki, tanpa sepengetahuan Kiki. Cewek itu masih ngurung diri aja di kamar, jangankan Juna, panggilan video gue aja nggak selalu dijawab. Mukanya kucel, takutnya kalau dibiarin kelamaan kesurupan. Jadi gue pikir-pikir ... mungkin jalan terbaiknya mempertemukan mereka berdua.
Gue ada kuliah jam sebelas, jam pertama pindah sore atas informasi asdos, jam kedua masih bisa bolos. Sialnya, sampai jam delapan, sampai mama maksa gue cuci piring gara-gara masih mondar-mandir nggak pergi-pergi, Juna nggak datang juga.
"Luna sakit," katanya waktu gue telepon.
"Sakit? Bukannya baru semalem Kak Juna ketemu dia?"
"Iya ...," suaranya terdengar lesu. "Aku juga sempat mikir dia cuman bikin-bikin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetheart in Your Ear [SUDAH TERBIT]
Ficção AdolescenteMilo Sayaka mulai merasa tersisih saat sahabat yang selalu menjadi bayang-bayangnya akhirnya memiliki tambatan hati. Setelah belasan tahun ia selalu ada untuk melindungi Kiera Zelma karena keterbatasan gadis itu, Saya tak pernah menyangka akan ada...