Terdeteksi

2.8K 342 5
                                    

Setelah kedua perempuan itu pergi, aku bergegas ke kamar mandi. Membersihkan diri, sebersih-bersihnya.

Aku bergidik hanya membayangkan saat perempuan-perempuan itu menyentuhku.

Jika saja milikku tidak membutuhkan pelepasan, mana mau aku bersama mereka.

Aku berdiri di bawah pancuran air hangat menggeleng menatap kejantananku.

"You're fuckin whore," gumamku.

Sejak menginjak ulang tahun yang ke-34, aset pribadiku ini seolah 'hidup' dan memiliki pikirannya sendiri. Kami bagaikan dua orang yang hidup dalam satu tubuh.

This sucker is just like a paracite attached to my body.

Aku menengadahkan wajah, sambil membasuhnya dengan kedua telapak sambil menggeleng.

Beberapa lama kemudian aku keluar dari kamar mandi, sambil melingkarkan handuk putih di pinggang.

Seketika dering seluler terdengar. Aku bergegas berjalan ke arah telepon genggam yang sedari tadi kutinggalkan tergeletak di atas ranjang.

Dari deringnya, aku tahu siapa si penelepon.

Ewan Reynold.

"Yeah?" sapaku.

"For the love of the Lord, where have you been? I've been calling you for hours," kata Ewan melebih-lebihkan keadaan yang sesungguhnya.

Aku memutar bola mata dengan malas.

"Hardly. I just out of the shower, and... it didn't take an hour," kataku dengan nada kering.

"Look. I won't call if it wasn't important, and you know that..."

Aku mengangguk. Jantungku seketika seolah berhenti berdetak.

"Kau mampu mendeteksi jodohku?"

"Yes. Selama ini dia sulit sekali terdeteksi. Tapi kau tau si gipsy sialan dan rapalannya...mereka selalu berusaha mengaburkan keberadaan para soulmate," terangnya.

"Siapa dia? Dimana aku bisa menemukannya?" kataku dengan tak sabar.

"Kau tidak akan percaya ini, Luc. Your soulmate... actually in your house."

"Wait, what?!" kataku kaget.

"Kau mendengarku. Kami mendeteksi keberadaan jodohmu, saat ini gadis itu berada di rumahmu," terang Ewan melalui pembicaraan telepon dengan santai.

Luca #1 Romano Brothers SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang