Belum Terdeteksi

4.3K 448 3
                                    

Tring.

Suara lonceng pintu terdengar sedetik setelah aku membuka pintu sebuah toko perlengkapan sulap.

White Magic.

Itulah nama toko itu.

Sekilas, interior toko ini bagaikan sebuah dunia fantasi anak. Toko yang menyediakan ragam mainan dan perlengkapan sulap untuk anak-anak.

Pemiliknya Ewan Reynold. Lelaki berusia 63 tahun itu telah mewarisi toko ini dari ayahnya, sebagaimana dia mendapatkannya sebagai warisan dari kakeknya.

Reynold adalah keluarga perempuan bangsawan Inggris yang dulu dinikahi Emilio Romano.

Jadi...bisa dibilang, kami keluarga.

Selama bertahun-tahun, dari generasi ke generasi keluarga Reynold telah fokus mempelajari ilmu percenayangan. Berusaha mengimbangi dahsyatnya kutukan sang gypsi.

Mereka melakukannya bukan tanpa alasan.

Jika kami, para lelaki Romano dikutuk dengan kesuksesan selama 35 tahun, lalu berujung kematian, berbeda halnya dengan kutukan yang dijatuhkan sang gypsi pada keluarga Reynold.

Semua gadis berdarah Reynold dikutuk selamanya menderita karena cinta, sebagaimana anak si gypsi.

Alhasil, dari generasi ke generasi kehidupan keluarga Reynold dipenuhi dengan tragedi patah hati dari para anak perempuannya. Biasanya diakhiri dengan depresi, kegilaan, atau drama bunuh diri.

Itulah kenapa, para lelaki Reynold menyengajakan diri mempelajari ilmu percenayangan. Harapannya, suatu hari nanti bisa memecahkan kutukan ini.

"Ewan, good to see you," sapaku setelah berjalan mendekati lelaki tua dari balik meja counter tokonya.

"I bet you, do...so, how is dying life?" tanyanya dengan nada bercanda.

Aku mengangkat bahu.

"Kamu tahu, tidak ada yang bahagia hidup dengan pengetahuan bahwa beberapa bulan ke depan kau akan mati," ujarku, balas bercanda.

"So I heard," katanya sambil terkekeh.

Aku mengangguk. Saat ini posisi kami berhadapan, dipisahkan meja counter toko.

"So, any clue?" tanyaku.

Ewan tahu benar kenapa aku berkunjung. Meminta petunjuk. Siapa jodohku sesungguhnya.

Ewan melipat bibirnya. Lalu menggeleng dengan wajah muram.

"Maafkan aku...selama beberapa bulan terakhir ini, setiap harinya aku menggunakan segala kemampuan dari ilmu yang kupunya. Jodohmu, belum terdeteksi. Kau tau, si gypsi selalu mengaburkan petunjuk para soulmate..."

Aku mengangguk. Iya, tentu saja aku tahu.

"Pulanglah. Nikmati hidup...waktu yang kau punya. Selagi bisa. Jangan ragukan aku dan para Reynold lainnya. Kami berusaha terus mengerahkan segala kemampuan untuk mendeteksi jodohmu," ujarnya.

Aku mengangguk. Mau dikata apa lagi. Memang tak ada yang bisa kulakukan.

"Terima kasih," ucapku, sebelum pergi meninggalkan White Magic.

Luca #1 Romano Brothers SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang