Waktu telah berlalu hingga semua terlihat berubah. Berubah begitu menyakitkan untuk kedua belah pihak. Sakit dirasa, namun masih berjuang untuk tetap di sisinya.
Rasa sakit seolah seperti lingkaran setan yang terus membelenggu.
Begitu menyakitkan jika kau hanya dipandang sebelah mata. Tidak, bukan sebelah mata lagi, tapi kau tak dianggap ada lagi. Itu benar-benar menyakitkan. Berusaha sekeras apapun, tapi jika orang itu juga lebih berusaha keras untuk tidak melirikmu, apa yang bisa kau lakukan?
.
.
.
.
.
Masih setia menunggu Luhan yang belum sadarkan diri. Jujur saja, kantuk sudah mulai menyerangnya dan matanya pun sudah mulai memberat. Sehun sudah tidak kuat untuk tetap terjaga.
Namun kala ia mendengar Luhan mulai tidak tenang dan ia lihat keringat mulai membasahi pelipis Luhan, saat itulah kesadarannya kembali sepenuhnya. Rasa kantuk hilang begitu saja saat mendengar suara pilu Luhan. Sehun mulai menenagkan Luhan lagi, namun kali ini Luhan tidak kunjung tenang hingga dapat Sehun lihat air mata membasahi pipi Luhan.
"Tenanglah...ku mohon..."
Melihat Luhan menangis, Sehun pun ikut merasakannya. Sehun tahu jika ia menangis tak akan menyelesaikan masalah apapun, tapi entah mengapa Sehun lebih memilih menangis sambil menenangkan Luhan.
"Pe...gi...ku mo...on..." racauan Luhan pun semakin membuat Sehun khawatir, begitu sakit jika Luhan terus seperti ini, begitu menyesakkan dan yang bisa ia lakukan hanya kembali menyalahkan dirinya sendiri.
Sehun hanya bisa berpikir jika semua yang terjadi adalah karena ulahnya. Ulahnya yang membuat Luhan hingga seperti ini. Hanya bisa menghakimi dirinya sendiri dan berharap Luhanlah yang mampu mengeluarkan Sehun dari belenggunya.
"Luhan..." kepalanya ia jatuhkan di lengan Luhan dan ia pun tak sadar jika Luhan sudah membuka matanya dengan napas yang terengah dan keringat yang membasahi kening hingga pakaiannya.
Luhan yang mengetahui Sehun ada di dekatnya pun menarik lengannya dengan paksa dari genggaman Sehun hingga membuat Sehun terkejut sekaligus membuat Sehun menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum kala melihat Luhan yang sudah sadarkan diri.
"Kau sudah sadar?" Ingin meraih pipi Luhan namun Luhan menampik tangan Sehun dan tubuhnya kembali bergetar.
"Ah...sepertinya kau takut melihatku...baiklah, aku akan pergi sekarang" sesungguhnya ia tidak ingin pergi dari Luhan, ia tidak ingin jauh dari Luhan, ia ingin ada di sisi Luhan. Namun karena janji yang sudah ia buat, ia tidak akan mengingkarinya dan ia pun pergi dari kamar Luhan, sedikit tersenyum sebelum benar pergi dan menutup pintu.
"Beristirahatlah" menutup pintu kamar Luhan dan kini menempelkan punggungnya di pintu kayu itu. Kepalanya ia bawa menengadah menatap langit-langit rumahnya yang berwarna putih. Tatapannya begitu sedih dan alisnya pun sudah mengkerut. Tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan agar Luhan mau memaafkannya.
Merosot begitu saja, berjongkok di depan kamar Luhan dan menangis dalam diam. Tak ada suara isakan, hanya air mata yang jatuh begitu bebasnya. Air mata kesedihan karena dirinya yang tak sanggup berbuat apa-apa untuk Luhan.
"Apa yang harus ku lakukan, eomma?"
.
.
.
.
.
Menemui Kai yang selama ini tidak pernah lagi bersama Chanyeol. Baekhyun dan Chanyeol sudah sepakat untuk menemui Kai agar semua kebenaran dapat mereka terima.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNE BELLE VOIX [HunHan] | ✔
Fanfic#1 on Disability #20 on SeLu #601 on School Life Sebuah suara yang tidak dapat kau dengar, suara yang kadang membuatmu terusik begitu juga yang dirasakan oleh Sehun. Satu kelas dengan orang tuna rungu entah mengapa membuatnya begitu kesal dan ingin...