🌹Fitrah 11 : Prinsipku Istikharahku🌹

63 8 4
                                    

Hanya sang penguasa hati dan penulis skenario terbaik lah yang tahu, cinta dalam diam ini akan berakhir seperti apa nantinya.

Tetaplah diam dan menjadi misteri. Jangan menjadi duri penyebab rindu di hati, karena prinsipku adalah istikharahku.

~Sebuah Fitrah yang Terkirim~

🌹🌹🌹

Gelisah menunggu sesuatu dilayar ponselnya. Hingga ponsel itu mengeluarkan bunyi notif yang membuatnya bergegas untuk membacanya.

"Huaaaaaa Alhamdulillah.. Alhamdulillah ya Allah, ya Allah alhamdulillah. Mamah, papah uhhhh..." teriak Latifa dengan gemetar menghampiri sang Mamah dan Papah di ruang tamu.

"Yaa Allah kenapa sih kamu? Anak gadis kok teriak-teriak, ada apa?" panik Auliya memperhatikan anaknya yang begitu histeris.

"Ifa lolos masuk perguruan tinggi Mah... Pah... Alhamdulillah ya Allah." kini Latifa bersujud di samping Mamahnya.

"Eh sini-sini duduk!" pinta Dama menepuk sofa di sebelahnya.

"Cerita coba, kenapa bisa sehisteris ini?" Auliya begitu penasaran,

"Ya gimana gak histeris, Ifa diterima mah di universitas impian Ifa. Ya Allah Ifa seneng banget, pilihan prodi sama keinginan Ifa juga cocok. InsyaaAllah Ifa jadi anak Ilmu komunikasi mah, pah, doain Ifa terus ya!" Latifa begitu semangat menjelaskannya.

"Alhamdulillah kalo begitu, berarti usaha Ifa selama ini membuahkan hasil yang baik. Ingat jangan lupa bersyukur dan jangan menyerah, usaha kamu masih panjang ke depannya. Jangan jadi anak sombong tetap rendah hati, bantu teman-teman yang lainnya juga ya nak!" nasihat dari sang Papah.

"Aamiin Insyaa Allah pah Ifa gak akan pernah lupa itu." Latifa memeluk papahnya,

"Mamah gak dipeluk?" cibir Auliya yang merasa tak dihiraukan.

"Maa syaa Allah mau juga? Yaudah sini." beralih memeluk Mamahnya.

"Jangan lupa nasehat papah ya, mamah akan selalu doakan Ifa semoga lancar ke depannya. Hmm kalo bisa cepet-cepet cari jodoh. Mamah kasih lampu ijo deh karena Ifa udah lolos masuk PTN. Anggap aja bonus." celetuk Auliya.

Latifa tercengang mendengar kalimat bagian akhir itu, spontan saja pelukannya terlepas.

"Jodoh udah diatur sama Allah mah, doain aja ya hehe." dengan nada malu, lanjut memeluk Mamahnya

"Kalau gak di kejar sama aja, kitanya juga harus usaha ya anakku." lagi-lagi Mamahnya berkicau, sepertinya Auliya ingin sekali anaknya itu segera memiliki seorang pacar.

Jelas-jelas berpacaran dalam Islam itu tidak diperbolehkan. Dasar ini mamahnya Latifa kenapa jadi begitu.

"Sssttt mah, pacaran itu gak boleh." tumben kali ini Papahnya sependapat dengan Latifa.

"Tapi kalau langsung lamaran terus nikah gak apa-apa. Papah juga setuju." lanjut Dama tertawa. Ternyata sama saja, Latifa jengah dengan semua ini.

🌹🌹🌹

Esok lusa Latifa akan memulai hari-harinya sebagai anak perkuliahan yang notabennya tugas-tugas kuliah akan jauh lebih berat lagi.

"Ifa semangat yaa kuliahnya, ihh mantep dah jadi anak Ilkom. Semoga berkah ya cepet lulus cepet nikah." ucap Salma yang tiba-tiba datang,

Menilik ke sumber suara, "Yehhh tidak semudah itu sayang."

"Rindu gak sama yang di Skotland?" ucapan Khaira mendapat pelototan dari Latifa. Khaira hanya tertawa.

"Kamu juga ya Ra, semangat mudah-mudah tahun depan bisa nyusul jadi mahasiswi di universitas impian kamu"

"Aamiinin aja dulu.. Aamiin Fa, makasih yaaa." Khaira kini memeluk Latifa.

🌹🌹🌹

4 Tahun Kemudian.

Waktu yang cepat berlalu, jarum jam yang seolah tak pernah kehabisan baterainya serta kalender tahunan yang selalu berganti, menandakan bahwa hidup ini memang harus berorientasi pada masa depan dan masa depan itu semakin dekat untuk digapai.

Menginjak usia 22 tahun bukanlah hal yang mudah, banyak rintangan dan cobaan yang telah Latifa lalui sehingga bisa tetap kuat di usia nya yang sekarang.

Bisa bertahan dari berbagai tugas yang menyelimuti dirinya dan bergelut dengan pikiran ditiap semester perkuliahannya. Hingga kini Latifa sudah memasuki semester 8, tinggal menunggu sidang dan wisuda setelah itu Latifa akan lulus.

Latifa yang kini telah berubah, menyakini dirinya untuk bertahan pada pilihannya sendiri, beristikharah dan tidak ingin lagi terlibat dalam urusan perasaan apapun yang dapat mengganggu konsentrasinya. Dipikirannya saat ini adalah, Latifa ingin fokus dalam kuliahnya dan bisa lulus dengan nilai yang sebaik-baiknya.

Khaira sahabatnya Latifa, kini telah memutuskan untuk tidak menginjak bangku perkuliahan, karena Khaira lebih memilih bekerja dan membantu perekonomian keluarganya untuk bertahan hidup.

"Wih calon ibu guru sudah datang." Latifa menyambut Khaira yang kini baru datang dan duduk di sampingnya. Khaira sekarang mengajar disalah satu bimbel dekat rumahnya.

"Aamiinin aja dulu." cuek Khaira lalu meminum air putihnya.

"Kenapa sih tumben jutek amat?" tanya Latifa bingung.

Mereka selalu menyempatkan waktu untuk bertemu meskipun tak sesering dulu.

"Bingung aja gitu, pas Ara lagi nyanyi di kafe kemarin, masa ada mas-mas yang liatin Ara. Risih kan." cibirnya malas.

Khaira memang suka bernyanyi di kafe pada saat akhir pekan, hitung-hitung hobi dan dapat penghasilan tambahan.

"Mas-mas? Jodoh kali Ra." celetuk Latifa.

"Apa sih main nyimpulin gitu aja, males lah" risih Khaira.

Bekerja untuk membantu Ibu dalam membiayai sekolah adiknya. Betapa beratnya hidup seorang Khaira Rahma Ziarani yang rela menjadi tulang punggung untuk keluarganya.

"Ya mungkin dia terkesima sama kamu Ra, mungkin nih ya" Latifa mendekati Khaira dengan serius.

"Mungkin apa?" menaikkan sebelah alisnya.

"Mungkin dalam kaca mata mas-mas itu. Seorang Khaira Rahma Ziarani adalah wanita sholehah yang menarik, dia suka sama kamu yang tekun, ulet dan udah gitu ya kamu kan suaranya bagus. Bisa aja dia terpana. Hm, kamu juga cantik Ra. Kan kita gak pernah tahu orang suka sama kita itu dilihat dari mananya." itulah pikiran yang Latifa lontarkan kepada Khaira.

"Ah tapi kan tetep aja Fa, jangan main nyimpulin gitu dong. Sekarang tuh ya dipikiran Ara cuma kerja, kerja, kerja, jadi gak ada waktu deh buat mikirin cinta-cintaan gitu. Lagian cinta, perasaan atau sejenisnya itu cuma bikin sakit. Allah sangat mencemburui hambanya yang mencintai selain mencintai Allah." jelas Khaira yang hanya diiakan saja oleh Latifa.

"Iya tahu... cinta kita kepada Allah harus jadi yang pertama, tapi kan udah saatnya juga nih kita cari pilah-pilih pasangan gitu. Untuk masa depan kita sendiri." ucap Latifa menepuk bahu Khaira.

"Yailah. Kayak yang ngomongnya udah ada pendamping hidup aja. Sendirinya juga masih jomblo kan?" sekakmat. Latifa menunduk sambil tersenyum.

Untuk sekarang memang tidak ada yang Latifa pikirkan. Ia hanya berpikir bahwa Ia harus bisa bertahan pada prinsipnya itu. Menjadi wanita sholehah yang selalu rajin ibadah dan tentunya beristikharah dalam menerima semua fitrah yang Allah kirimkan untuknya.

"Tidak ada yang spesial dan tidak butuh yang sempurna, karena saling berjuang dalam melengkapi itu lebih spesial."

-Latifa Jannah Khairunisa

●●●Bersambung●●●

#salamliterasi

Jakarta, 04 Maret 2022
Febyyola

Sebuah Fitrah Yang TerkirimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang