Di waktu yang bersamaan. Dito dihadapkan oleh dua pilihan yang sulit.
"Apa meetingnya gak bisa diundur? Malam-malam gini." Dito memarahi sekretarisnya.
"Maaf pak, meeting yang ini pun seharusnya diadakan minggu kemarin, tapi bapak yang mengundurnya menjadi malam ini. Jika harus diundur lagi, para eksportir itu tidak mau bekerja sama dengan perusahaan kita lagi."
BODOH
Ya, Dito bodoh sekali. Bagaimana bisa Ia lupa kalau malam ini juga malam penting bagi perusahaan dan juga Latifa. Mana yang harus Dito dahulukan, semuanya penting bagi Dito.
"Oke kita siap-siap sekarang!" pilihannya dan langsung menghadiri meeting dengan para pengekspor.
Sejenak Dito melupakan semua janjinya untuk malam yang bersejarah bagi Ia dan Latifa. Meetingnya lebih penting bagi citra dan masa depan perusahaannya.
Fokus Dito selama 1 jam yang diberikannya untuk meeting tidak sia-sia. Namun ketika dirinya sudah sampai di depan rumah Latifa melihat bagaimana Ikmal dan keluarga Latifa sudah begitu akrab, lantas harapannya kini usai.
"Assalamualaikum." semuanya menoleh ke sumber suara yang ternyata Dito.
"Maaf saya terlambat." menghampiri Latifa dengan senyum hangat namun terlihat jelas kesedihan dimatanya.
"Saya udah tahu jawabannya," menarik napasnya.
"Ifa.." panggil Dito. Latifa berusaha menatapnya dengan wajah kaget.
"Maafin saya, saya gak bisa mewujudkan permintaan kamu. Saya tau yang terbaik untuk kamu. Saya ikhlas, selamat ya Fa. Saya pamit dulu. Permisi Tante, Om dan Kakek, Assalamualaikum." semuanya menjawab tetapi Ikmal.
"Tunggu Dit!" Ikmal berdiri dan mencegah Dito pergi.
"Masih ada kesempatan!" namun Dito menggeleng, "Gue udah ikhlasin kalian berdua. Semoga kalian bahagia!"
"Saya masih bisa kasih kamu kesempatan untuk membuktikan ke Ifa." Ikmal memastikan Dito. Namun Dito tetap pada pendiriannya, meskipun sakit karena sudah mendengar semuanya jika Ikmal benar-benar mendapat restu dari keluarga Latifa.
Ya, mungkin sudah saatnya Dito menyerah dan pasrah karena keputusannya yang sudah membuatnya menjadi seperti ini.
"Kalau kamu ikhlas dan merestui saya dengan Latifa. Saya benar-benar akan serius dengan dia. Saya akan menikahi Latifa dan menjadikannya istri untuk saya jaga dan saya hormati." lantang Ikmal, lagi-lagi Dito hanya mengangguk.
"Ya udah, gue permisi dulu! Selamat ya, lo menang bro. Jaga Latifa!" perginya begitu saja.
"Terima kasih." ucap Ikmal dan semoga Dito mendengarnya.
"Ikmal." panggilan itu menyadarkan Ikmal dari lamunannya menatapi kepergian Dito.
"Iya tan?, eh mah?" Ikmal tersenyum kikuk.
"Kita makan dulu yuk Ikmal!" ajak sang calon Mamah mertua.
Setelah selesai makan Ikmal ingin membantu membereskan semua piring namun dihadang oleh Auliya.
"Udah gak usah. Mendingan sekarang Ikmal ngobrol berdua sama Ifa ya!"
"Hah, apaan sih mah bukan muhrim, lagian juga udah malem. Besok kak Ikfar ngajar kan kak? Iya kan?" Latifa menyela ucapan Mamahnya.
"Hm kak Ikfar? Ohh udah ada panggilan istimewa ya ternyata." goda Auliya dan Latifa bersikeras menggeleng.
"Rizky temenin kakak kamu ya ngobrol di halaman belakang!" Rizky mulai malas karena Ia akan menjadi nyamuk bagi kakak dan juga calon kakak iparnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Fitrah Yang Terkirim
Spiritualité"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu...