PROLOG

5.6K 242 13
                                    


Aku masih termenung dan terus bertanya pada semesta, tapi lagi-lagi tak ku temukan jawabannya di sana. Senja katanya selalu memberikan kehangatan bahkan kepada raga yang tengah kedinginan. Benarkah? di tempat ini aku masih kedinginan bahkan saat senja merekah dengan indah.

***

     Gadis itu masih tersendu di sebuah pusara bertuliskan nama Juliana Maharani. Tak lama, rintikan hujan turun. Ia masih belum beranjak,  ditatapnya kosong gundukan tanah bertaburkan melati yang sudah mulai basah. Sesosok lelaki berkemeja biru itu masih setia berdiri di belakangnya. Berusaha meneduhkan seseorang yang mengharapkan turunnya rintikan hujan. 

"San, hujannya makin deras."

"kalau mau pergi, ya pergi aja!" balas gadis itu dengan ketus.

Hujan semakin deras. Tubuhnya semakin dirasuki hawa dingin. Gadis itu kemudian beranjak diikuti lelaki yang berjalan di belakangya.

"Ngapain sih ngikutin gue?" ujarnya tanpa menoleh sedikitpun.

"Gue mau bicara sama lo."

"Apa yang perlu dibicarain?"

"Semuanya udah jelas."

"Nggak bagi gue.''

"Gue lagi hamil. Kamu seharusnya paham dan sadar posisi kamu saat ini, jangan menurunkan harga dirimu sebagai lelaki dengan terus mengejar wanita yang sudah tidak bisa lagi kamu miliki, too stupid."

Lelaki itu menelan ludah getir. 

"Ha..mil?"

"Jadi, lo udah hamil?" suara itu terdengar meninggi diiringi hujan yang semakin deras.

"Iya, " ujarnya sembari berbalik badan menatap Galih yang masih tertegun.

"Kenapa?"

"Apa lo nggak bahagia sama gue? Apa karena Radit punya segalanya dan itu yang lo mau?"

Rasa kecewanya semakin membuncah. Ia tak menyangka kata-kata itu keluar dari seseorang yang dulu menamai dirinya sebagai malaikat pelindung.

"Lo cuma mau hartanya Radit kan?"

Plakk

"Nggak ada penyesalan aku ninggalin laki-laki kaya kamu!"

***

        Di tempat lain, Galih terus menggali informasi tentang Radit. Raditya Bagaskara Wijanarko. Putra dari Antama Budi Wijanarko,salah salah satu pendiri sekaligus direktur utama perusahaan konstruksi yang lumayan besar di Jakarta. Perusahaan itu sangat tidak asing bagi Galih, ia tahu betul nama perusahaan itu. Perusahaan itu membawahi beberapa anak perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi dan penjualan real estate, hotel, apartemen, dll. Selain itu, nama ayah Radit juga sudah tidak asing dalam dunia bisnis, Ia  pernah masuk dalam jajaran orang terkaya di Jakarta.

Hmm jangan tanya seberapa kaya keluarga mereka..

Hatinya terus gelisah. Pertanyaan demi pertanyaan di benaknya bermunculan.

Mengapa lelaki semapan Radit mau menikah dengan Sandi. Bukankah relasi bisnisnya menjamur dan sudah pasti banyak yang lebih baik,sukses, dan cantik dari Sandi?

Dan wait, ini dia foto Radit! Tidak sulit menemukan informasinya dari google. Lulusan S2  luar negeri kampus yang cukup bergengsi di Amerika. S1 lulus cum claude di salah satu institut teknik terbaik di Indonesia.

Galih menelan ludah getir. Lelaki yang sempurna, tampan, kaya raya, sukses, karier cemerlang. 

"Pasti Sandi menjadi tuan putri di istana keluarga Radit, apalagi dia hamil anak pertama Radit. Hmm," gumamnya pelan menyenderkan tubuh ke kursi sembari menatap segudang info tentang Radit di hadapannya.

DI DIMENSI WAKTU DAN TEMPAT YANG BERBEDA

"Sandi..." suaranya makin lirih hampir tak terdengar.

Tegar  namanya. Cowok berkumis tipis berkulit sawo matang itu kemudian meletakkan buku harian milik Sandi  setelah membaca keseluruhan isi buku harian itu.

"Gimana bang setelah baca buku harian Sandi?"

"Parah."

"Banyak kemungkinan dari kasus ini." 

"Setelah hampir satu tahun polisi juga belum bisa nemuin dia dan akhirnya kasus ini buntu."

"Sulit."

"Kita yang akan selidiki ini!" suara Tegar terdengar begitu yakin.

"Hah?"

"Iya, Put. Gue mau nama Niken balik lagi kaya sebelumnya dan kasus ini clear. Kalau Sandi salah, ya dia harus dihukum."

"Kalaupun Sandi bukan pelakunya, setidaknya kita bisa ketemuin dia sama adiknya."

"Gimana kalau kita ajak Galih? barangkali dia bisa bantu." 

"Lo yakin Galih nggak terlibat dalam kasus hilangnya Sandi?"

***

 Mereka memutuskan bertemu lagi setelah selesai kelas . 

"Oke, Sandi kecil  tinggal sebuah panti asuhan  bersama adiknya ," Tegar menyingkirkan jus di mejanya.

"Petualangan ini kita mulai dari panti kecil ini." Tegar melirik jam di tangannya.

"Masih jam dua siang.  Jadi, ayo bergegas!"

Tak berapa lama mereka sampai di panti itu. Panti asuhan itu terlihat cukup sepi, hanya satu dua anak bermain ayunan di halaman depan. Tegar dan Putri masuk ke panti itu.

"Permisi adik-adik," Sapa Putri ramah.

"Adik, dimana ibu penjaga pantinya?" Putri menghampiri dua bocah yang bermain ayunan di halaman panti.

"Ibu Warda ada di dalam." Salah satu bocah dengan rambut panjang terurai menjawab dengan ceria menyebut nama penjaga panti.

Tampa disadari Tegar telah lebih dulu ada di daun pintu.

"Permisi,"

Beberapa detik kemudian seorang wanita keluar.

"Cari siapa ya?" wanita itu heran melihat mahasiswa tiba-tiba datang ke panti.

"Kami ingin bertemu dengan bu Warda."

"Oh, saya Warda." Tatapan wanita itu masih heran.

"Silahkan masuk."

Tak lama basa-basi Tegar langsung menceritakan maksud kedatangannya bersama Putri. Setelah bercerita panjang wanita itu kemudian terdiam, bisu.

"Sandi...?" suara wanita itu terputus, tatapannya kosong.

"Dia punya masalalu menyakitkan..." suara wanita itu terdengar sendu.

"Menyakitkan?"

Kupu-Kupu Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang