18.30
Laptop dengan banyak kertas di meja siap menunggu.
"Gar, udah makan belum?"
Ujar wanita paruh baya di daun pintu."Belum ma," ujarnya masih terpaku di depan layar seraya menyibakkan rambut gondrongnya.
cowok berkumis tipis berambut gonrong itu akhirnya berhenti sejenak menengok ke arah pintu.
"Mama udah buat sup ayam kesukaanmu. Makan dulu ya," ujar wanita itu lembut tersenyum.
Tegar membalas senyum. Berdiri dan menghampiri ibunya yang dengan susah payah berjalan ke kamarnya.
Tegar menuntun mamanya menuju meja makan. Mamanya sulit berjalan karena penyakit yang dialaminya. Ditambah ia baru pemulihan sejak serangan jantungnya kemarin.
"Bang! Sini aku udah laper!" Ujar Sultan, adik Tegar, mengangkat sendoknya.
"Tan, papa kemana?" Bisik Tegar duduk di sampingnya.
Sultan hanya diam mengangkat bahu.
Sultan adalah adik pertama Tegar. Dia merupakan siswa kelas dua belas sekolah menengah atas . Parasnya mirip Tegar, sawo matang dengan kumis tipis.
"Ma, Dirga mana?"
Dirga, si sulung keluarga Tegar, duduk di bangku kelas sepuluh sekolah menengah atas.
"Latihan band, Gar. Katanya mau ikut festival band."
Dirga. Bisa dibilang paling berbeda diantara Tegar dan Sultan. Ia lebih pendiam. Tinggi, berkulit langsat. Istilah anak SMA biasanya cowok cool gitu. Dan bisa dibilang Dirga ini paling ganteng diantara ketiganya. Dirga juga jadi finalis duta wisata. Banyak fansnya sampai ada yang berani ngirimin makanan ke rumah mengatasnamakan secret admirer.
"Sup buatan mama emang tiada tanding," ujar Sultan semangat.
"Si Dirga ikutan Band jadi apaan? Tukang sound sistem?" Ledek Tegar semuanya tertawa.
"Kamu ini sama adik sendiri begitu."
"Julit tuh Bang Tegar, Ma," ceeltuk Sultan sembari mengambil nasi dengan porsi banyak.
"Si Dirga kan gak bisa apa-apa. Sama kayak lu, Tan." lanjut Tegar.
"Sombong ye lu bang. Gue lulus nanti terus masuk FK mampus lu."
"Buktiin!"
"Dirga jadi basis, Gar. Mama yang ikutin dia les musik bulan lalu."
"Baguslah, Ma. Biar ada gunanya itu anak," celetuk Tegar tertawa.
Suasana malam begitu nikmat dengan kehangatan sup ayam spesial itu.
Suara pintu yang dibuka secara asal mengagetkan mereka.
"Ah sialan!"
Suara itu membuat mereka seketika menoleh."Selalu aja buat suasana makan nggak enak," Desis Tegar.
"Rus! Cepet bawain sepatuku! Ada di luar, tadi kotor kena hujan. Sama siapin air panas!"
"Sialan kerjaan nggak selesai!"
Lelaki paruh baya itu berujar kesal sembari melempar sembarangan kaos kakinya."Lo ngerti nggak si mama lagi sakit? Susah jalan, Brengsek!"
Emosi Tegar benar-benar tak tertahankan seketika ia menghentakkan meja mendekati lelaki itu menarik dasinya, hampir memukul.Lelaki itu menatap tajam Tegar. Sultan menyingkirkan tangan Tegar dari bajunya. Ibu Tegar, hanya diam tak menggubris, tatapannya kosong. Kejadian seperti itu sudah sering terjadi di rumahnya.
"Bang udah, bang udah!" Seketika Sultan meredam amarah Tegar.
Mama Tegar hanya diam. Ia masih duduk di meja makan, tertunduk tak berani menoleh ke arah pertengkaran itu. Gurat-gurat kesedihan jelas tergambar dari wajah keriputnya. Matanya mulai berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-Kupu Tak Bersayap
Chick-Litpada dasarnya hidup memang tidak sederhana, apalagi urusan perasaan. Kisah ini pendek, hanya sekelumit benang merah perjalanan hidup seorang gadis yang sudah tidak percaya lagi dengan kehidupan, kebahagiaan, apalagi cinta sejati.