Ringkasan cerita sebelumnya:
Tingkah pola Cinta yang lucu dan menggemaskan, bocah berumur 4 tahun, anak Widya Purnomo yang diserahkannya pada Daniar lima tahun lalu, saat Daniar masih bekerja sebagai pembantu di rumahnya, membuat Daniar semakin sayang pada bocah itu. Hingga membuat Daniar kembali tenggelam pada masa lima tahun silam. Masa dimana Daniar bekerja sebagai pembantu dan usahanya dalam melawan gejolak hatinya terhadap Randu, adik Widya. Di tengah usahanya menghindar dari teman-temannya karena pekerjaannya sebagai pembantu, tiba-tiba Rina muncul di rumah majikannya.
______________________________________________
Tanganku terasa dingin.
"Apa maksudnya ini?" Rina tiba-tiba bertanya.
Randu meletakkan sendok makannya . Ditatapnya kami bergantian. Mata kami sempat bersirobot pandang. Sekilas aku menangkap sinar aneh di sana.
"Seperti yang kamu lihat. Kamu tidak bisa menebak?" Tanya Randu sambil terus menatapku. Tapi kali ini pandangannya menyapu ke seluruh tubuhku, seolah menyuruh Rina ikut memperhatikanku. Rina melongo. Aku tahu dia sudah bisa menebak.
"Nanti saja bicaranya. Lapar nih. Ayo, kalian tunggu apa?" Randu segera memberi kode sebelum Rina berbicara lagi.
Pak Karim menarik kursi lalu memegang pundakku lembut, menyuruhku duduk. O Tuhan! Bagaimana aku bisa makan. Mendadak perutku terasa kenyang sekali. Menelan ludah saja aku merasa seperti menelan butiran pasir.
"Ss...saya tidak lapar," kataku lirih.
Saat ini, rasanya aku ingin berlari sangat jauh. Jauh sekali hingga tidak ada lagi orang yang aku temui. Mendadak bayangan bunda dan Airin melintas lagi di benakku. Aku menarik napas berat. Kedua bayangan orang yang kukasihi itu seolah menarikku kembali dari rasa malu yang amat sangat.
Randu meneruskan makannya tanpa memperdulikan aku yang tengah terpekur. Ah, masa bodoh. Aku harus makan. Kukuatkan hatiku untuk menghadapi dua makhluk yanga ada di depanku. Aku tidak boleh sakit gara-gara perasaan yang tidak karuan dalam dadaku ini. Aku harus kuat. Lalu dengan pelan kusendok makananku tanpa melihat mereka. Lewat ekor mataku dapat kutangkap lirikan Randu yang sesekali. Sedang Rina, matanya hampir tidak lepas dariku.
Selesai makan aku segera memberesan piring-piring kotor. Aku tahu Rina ingin mendengar penjelasanku. Dia mencoba membantuku mengangkat piring kotor tapi aku mencegahnya.
"Biar aku saja! Ini tugasku," kataku pahit.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Rina bertanya bingung.
"Seperti yang kau lihat," Aku mencoba tersenyum.
Rina menolehkan pandangannya pada Randu yang tengah duduk di ruang keluarga yang sedang menonton tv, lalu dia mendekatinya. Kini aku yang bertanya-tanya dalam hati. Mengapa Rina bisa berada di sini. Apahubungannnya dengan pemuda itu.
Tiba-tiba aku teringat Ibu Meike. Segera kutinggalkan piring kotorku lalu berlari ke kamar wanita tua itu. Deg! Jantungku seperti mau berhenti berdetak. Saat melewati ruang keluarga kulihat Rina sedang bergelayut manja dileher Randu. Aku segera memalingkan wajahku sambil berlalu cepat. Dadaku berdegup kencang. Segala macam kata mengapa yang ada di kepalaku tadi terjawab sudah.
Ibu Meike sedang tertidur waktu aku melongokkan kepalaku ke dalam kamar. Perlahan aku menghampirinya. Aku hanya bisa terpekur di depannya. Kutatap wanita tua itu dengan iba. Tiba-tiba mata ibu Meike bergerak-gerak lalu terbuka perlahan. Aku tersenyum. Ibu Meike memicingkan matanya.
"arrr....."
Aku tersentak. Untuk pertama kalinya aku mendengar kata lain yang diucapkannya.Biasanyahanya kata Uggghhh uggha...gha. Aku memegang tangannya dengan gembira. Tiba-tiba mata Ibu Meike mengarah ke pintu kamar. Aku mengikuti arah pandangannya. Rina! Gadis itu berjalan mendekat. Tak lama kemudian muncul Randu di belakangnya. Perasaan kacau dalam dadaku yang sudah mulai sirna tadi menguak kembali. Aku berdiri hendak berlalu.
Tuhan! Rina adalah sahabatku. Tapi hari ini aku melihatnya seperti orang lain hanya karena perasaan minder yang menderaku. Aku merasa kini ada jarak di antara kami. Aku merasa aku harus tahu diri.Lagi-lagi mataku tiba-tiba terasa memanas. Sekuat tenaga aku berusaha menahannya, Tidak! Aku tidak boleh menangis lagi. Yang sudah terjadi, terjadilah. Aku harus siap menghadapinya. Toh duniaku tidak akan kiamat hanya gara-gara semua ini. Masa bodoh! Mereka mempunyai kehidupan, aku juga punya kehidupan.
Aku segera kembali ke dapur hendak melanjutkan cuci piringku. Aku tahu Rina hendak mencegahku tapi saat ini situasi tidak memungkinkan. Di dapur aku bingung melihat semuanya telah bersih. Pasti Pak Karim yang telah melakukannya. Aku segera menemui lelaki tua itu. Aku ke kebun belakang, tapi tak ada. Lalu aku ke kamarnya. Tidak ada juga. Tiba-tiba terdengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi. Pasti di dalam, bisikku di hati. Aku pun menunggunya.Aku harus mengucapkan terima kasih padanya.
Kuhempaskan tubuhku di kursi rotan yang tidak jauh dari situ. Pikiranku kembali menerawang. Aku menarik napas berat. Hari ini bagiku terasa melelahkan sekali. Terdengar langkah kaki mendekat. Dari iramanya aku tahu itu Rina. Aku menoleh. Memang benar dia. Rina ikut duduk di sampingku. Lama kami sama-sama terdiam.
"Mengapa, Niar? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Rina memecah kebisuan yang membuatku tertunduk sejenak.
"Keluargaku sudah bangkrut, Rin, sejak kepergian ayahku," kataku lirih. Dan bundaku sudah tidak mampu lagi meneruskan usaha ayahku. Bunda terus sakit-sakitan. Sedang aku butuh uang untuk biaya skripsiku. Airin juga, bunda juga. Aku seharusnya yang menjadi tulang punggung mereka."
"Tapi kamu kan bisa bilang sama aku bukan malah jadi pembantu,"
Aku hanya bisa tersenyum mendengar kata-kata Rina. Apa yang bisa kamu bantu Rin, tanya batinku. Apa kamu mau menanggung semua biaya hidup kami.
"Aku bisa meminta Om Farid untuk mempekerjakanmu di perusahaannya," kata Rina lagi seperti tahu isi hatiku.
Aku menggeleng cepat. Aku tidak ingin dikasihani. Apalagi aku tahu keluarga Rina bagaimana. Mereka terlalu menjunjung tinggi darah bangsawannya. Aku tahu seperti apa perlakuan mereka terhadap orang-orang yang mereka anggap di bawah mereka.
Dulu keluargaku juga termasuk keluarga yang sangat berada. Usahaayahku yang sangat sukses di bidang properti membuatku bisa bergaul dengan anak-anak kalangan atas di kota ini. Dari semua itu aku bisa tahu teman yang mana saja yang mempunyai tenggang rasa dengan masyarakat bawah. Jujur, aku dulu hampir terhipnotis oleh cara pergaulan mereka. Untung ada bunda yang selalu mengingatkanku. Apalagi dengan meninggalnya ayahku. Dan semua berubah begitu cepat.
Dulu ayah sangat memanjakan kami, keluarganya. Aku tahu sebenarnya dulu ayah hanya ingin menunjukkan pada keluarga besar bunda bahwa ayah bisa menghidupi bunda meski ayah hanya berasal dari kalangan biasa. Yah, bunda sebenarnya berdarah bangsawan. Tapi karena cintanya pada ayah, beliau rela dibuang dari keluarganya.
"Daniar...." Tiba- tiba Rina menyentuh lenganku.
"Kamu mau kan?"
"Mau apa?" Mendadak aku lupa apa yang telah ditanyakan Rina tadi.
"Bekerja di perusahaannya Om Farid," jelas Rina.
"Ah, tidak Rin. Lagian mana mau Om Farid mau terima aku," kataku getir. Mengingat sosok yang angkuh itu aku tersenyum kecut. Farid adalah adik mamanya Rina yang bungsu. Umurnya dengan Rina hanya terpaut sepuluh tahun. Wajahnya sangat tampan ditunjang pula dengan postur tubuhnya yang tinggi tegap. Sudah lama aku berteman dengan Rina, bahkan sampai beberapa kali main ke rumahnya, tapi tak sedikitpun dia pernah menyapaku. Meski aku pernah melepas senyum tapi dia hanya menatapku dingin. Aku menggelengkan kepalaku tatkala sosok Farid muncul dalam benakku. Membayangkannya saja sudah sakit kepalaku.
"Maaf, Rin. Ini bukan rumahku. Kita tidak bisa berbicara bebas di sini. Aku masih punya banyak tugas yang harus kukerjakan. Tidak sepantasnya aku berbicara banyak sementara pekerjaan rumah menumpuk. Maaf, Rin, aku tinggal dulu," jelasku panjang lalu pergi meninggalkan Rina, sahabatku. Ah, aku masih ragu apakah setelah ini Rina masih mau bersahabat denganku? Biarlah waktu yang akan berbicara.
***
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku,Kamu Dan Cinta
RomanceLima tahun lalu Daniar bekerja sebagai pembantu demi membiayai skripsi dan biaya hidup bunda dan adiknya Airin di rumah Widya Purnomo, wanita pengusaha yang cantik dan masih single. Di sana Daniar bertemu dengan Randu, adik Widya yang kasar dan ding...