Cinta harus dirawat inap untuk beberapa hari. Itu kata dokter Ridwan agar bisa memastikan penyakit apa yang diderita bocah itu. Kini aku diharuskan memilih kamar untuk dapat ditempati Cinta.
Aku hanya bisa memilih kelas tiga, karena itu yang aku mampu. Meski sebagai Pegawai Negeri Sipil aku mempunyai askes, aku tidak menggunakannya sejak Cinta masuk ke sini. Karena selain berbelit-belit pengunaannya, pelayanan yang didapat sungguh lama.
Kondisi Cinta yang gawat saat aku membawanya ke sini membuatku langsung saja membayar cash biaya pengobatan.
Tapi aku tidak menyangka Cinta harus tinggal lama di rumah sakit dengan melakukan beberapa tes laboratorium.
Mulai dari awal masuk sampai detik ini aku sudah mengeluarkan uang dalam jumlah yang bagiku terasa berat. Kini aku hanya bisa berdoa semoga Cinta tidak mengalami penyakit yang berat.
Bunyi ponsel tiba-tiba dari dalam tasku membuatku tergesa membukanya. Airin.
"Assalaamu Alaikkum," sapaku
"Kak Daniar tadi menelpon? Maaf, kak, tadi Airin di dapur tidak dengar suara hp berbunyi," kata Airin menjelaskan karena tadi aku menelponnya tapi tidak diangkat.
"Ya. Bagaimana keadaan bunda?"
"Baik, kak. Tapi bunda mengkhawatirkan kak Daniar dan Cinta."
"Bilang bunda, Cinta tidak apa-apa. Hanya perlu istirahat saja. O ya Rudi mana?" Aku menanyakan suami Airin.
"Belum pulang dari sekolah, kak," jawab Airin. Rudi, suaminya adalah seorang guru, sama seperti saya.
"Ok, aku akan telpon dia dulu." Aku menutup ponselku lalu menghubungi Rudi.
"Assalaamu Aikum," suara Rudi di seberang.
"Wa alaikum salam. Kamu sibuk Rud?"
"Tidak, kak."
"Aku mau minta tolong. Bisa kamu gantikan aku temani Cinta karena aku mau urus cuti dulu? Sudah tiga hari ini aku hanya izin pada kepala sekolah secara lisan. Boleh kan?"
"Ya, kak. Kebetulan aku baru selesai mengajar."
"Terima kasih, Rud."
" Ah, kak Niar, seperti orang lain saja. Aku izin dulu."
Setelah Rudi menutup ponselnya aku menoleh ke Cinta yang tengah menatapku. Pandangan matanya begitu sayu. Kubelai rambutnya penuh kasih lalu kucium keningnya lembut.
"Mama mau pulang ya?" tanya Cinta. Ah, anak ini memang pintar. Dia sudah bisa mengerti arti pembicaraanku tadi.
"Ya, sayang. Boleh kan mama tinggal sebentar?"
"Apa itu cuti, ma?" tanya Cinta yang sempat membuatku berpikir sejenak.
"Cuti itu adalah hari dimana dibolehkan tidak masuk kerja selama beberapa hari," jelasku sambi menahan geli dalam hati karena bingung bagaimana cara mengartikannya pada bocah kecil ini, agar mudah dipahami.
"Mama ingin temani Cinta terus supaya cepat sembuh," sambungku lagi. Dan bocah itu manggut-manggut.
Dua jam kemudian Rudi datang. Aku pun segera bersiap-siap. Karena mobil angkutan umum untuk ke Molinese batasnya hanya sampai jam tiga siang. Aku harus bergegas. Dengan setengah berlari aku melangkah menyusuri lorong rumah sakit. Tiba di ruang informasi aku melihat Rina dan Farid sedang berbicara dengan seorang petugas rumah sakit. Kedua orang itu menoleh bersamaan ke arahku saat mendengar suara kakiku.
"Nah, itu orangnya." Rina tersenyum. Aku pun demikian namun bagiku terasa kaku, kerena aku melihat Farid begitu tiba-tiba.
Selama kami bertetangga aku tak pernah bertemu dengannya. Kini lelaki itu ikut Rina menjenguk Cinta. Bukankah dia tidak suka anak kecil? Rupanya demi ponakan tersayangnya, Farid mau turut serta ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku,Kamu Dan Cinta
RomanceLima tahun lalu Daniar bekerja sebagai pembantu demi membiayai skripsi dan biaya hidup bunda dan adiknya Airin di rumah Widya Purnomo, wanita pengusaha yang cantik dan masih single. Di sana Daniar bertemu dengan Randu, adik Widya yang kasar dan ding...