#Tuts10

569 27 1
                                    

Langit yang menggantung mengubah warna menjadi mendung, Awan putih berganti hitam.

Mega hitam akan menumpahkan bulir demi bulir air yang akan hinggap jatuh diatas tanah, bumi. Menyesap ke dalam nya.

Di bawahnya ada dua insan manusia, dengan tangan saling menggenggam sedang berlarian mencari tempat persembunyian.

Bukan karna mencuri, melainkan gara-gara mereka terlambat masuk. Langit di atas semakin mendung. Dan mereka berdua belum saja mendapatkan tempat.

Sinai yang memang sudah lama daripada Hima, menjelajahkan pikirannya. Pasti ada salah satu tempat untuk siswa yang selalu terlambat bersembunyi.

Gadis bermata sipit itu, semakin menyipitkan matanya yang terlihat semakin merem dengan napas tersengal sehabis berlari dan memfokuskan penglihatannya, disana terdapat penghalang tembok antara gedung sekolah dengan gudang pojok samping sekolah.

Namun sebelum Sinai memberitahukan, Hima sudah sependapat menyeret nya ke arah gudang.

"Jalan nya cepet, tapi inget liat-liat jalan juga." Pintahnya datar namun nada perhatian dengan mata awas celingukan ke belakang.

Sinai tersenyum tipis, "Iya." Sahutnya lembut lebih bersahabat.

Kini, keduanya sudah sampai di depan gudang penyimpanan barang lama. Hima tanpa melepaskan tangan satunya mencoba membuka handle pintunya namun ia mendapati pintunya terkunci.

Sementara langit sudah menggelegarkan bunyi nyaring. Keadaan gudang sudah lumayan tidak layak pakai. Atap yang hanya mampu menghalangi bangunan dalam tidak bisa membuat keduanya menggunakan tempat itu untuk meneduh.

Rintik hujan, seakan sudah tidak bisa dikompromi. Hujan mulai berjatuhan yang awalnya hanya rintik kecil berubah menjelma semakin deras.

Membuat Hima mau tidak mau mendobrak pintu gudang, jikalau tidak mau akan basah kuyup semua.

Brakk.

Dengan tiga kali sentakan akhirnya pintu terbuka, Hima terlebih dulu masuk hingga dia menemukan meja kayu yang masih tegak berdiri. Dan menempatkan dirinya di atas meja tersebut.

Keadaan di dalam lumayan gelap jika tidak ada jendela banyak yang memberikan celah untuk sinar masuk kedalam walaupun sedikit.

Sinai mengikuti langkah Hima, Dan melihat cowok itu duduk di atas meja tanpa takut geropak dengan terpaksa ia pun mau tidak mau duduk disitu.

Bagaikan ditemani soundtrack music yang syahdu. Keduanya saling berdiam diri berpandangan dengan begitu membuat bentuk garis lurus keluar dari bibir mereka.
Moment akward.

Di luar hujan semakin deras, menandakan mereka harus dalam satu ruangan berdua saja.

Menunggu reda datang.

Keheningan menerpa keduanya kembali, namun belum ada satu dari mereka yang akan memulai percakapan.

Sinai mengamati keadaan dalam gudang, ada infocus yang sudah pecah, kursi yang sudah kropos dimakan rayap dan sebagaimana layaknya isi gudang.

Si cowok dengan rambut yang memang urakan sudah lepek karna terkena rintikan, dengan tangan ia mengacaknya mencoba mengeringkan.

Sehingga cipratan airnya mengenai sang cewek. Membuat Sinai mendengus kemudian, ia memberikan handuk yang biasa dia bawa setiap hari.

"Pake nih biar cepet keringnya." Hima tersenyum singkat, "thanks."

Sinai menangguk dengan mulai menunjukan sikap tak nyamannya, pasalnya baju seragamnya sedikit basah. Ditambah keadaan hening yang memberi efek menyeramkan untuknya.

Hima yang memang memperhatikan setiap gerak-gerik Sinai mulai mengerti kini sebaliknya ia membuka tasnya mengambil sweater cadangan yang biasa ia gunakan untuk dijadikan bantal.

Jaga-jaga kalo ada guru yang ngebosenin kan tidurannya lebih enak, Pikirnya dari dulu.

Hima memberikan sweater tersebut, "Dipake, " Ujarnya singkat namun penuh perhatian. Yang langsung Sinai terima dan memakainya langsung double bajunya.

Hima terus memandang wajah Sinai walaupun keadaan gudang yang lumayan gelap ditambah angin yang masuk dari celah menambah kesan manis pada Sinai saat rambut belakang nya maupun depan yang melambai-lambai.

Tanganya gatal sekali ingin menjumput anak rambut cewek di sampingnya ini, namun ia masih tau batasan.

Sinai merasa pipinya memanas ditatap sebegitunya oleh Hima, ia memang sedaritadi mengamati juga melirik sekilas orang disampingnya.

"Lo kenapa bisa telat?" Lidah yang sejak tadi Hima tahan untuk tidak bicara berkhianat dengannya.

Sinai menoleh, dengan gerakan pelan sambil menyampirkan rambut yang terbang terkena angin. "Biasa penyakit anak sekolah, kesiangan."

Dikira Hima, ia bakal dicuekin lagi seperti kemaren, Bisa jawab juga ternyata.

Sinai mengangkat alisnya, saat ponsel yang ditasnya bergetar. Segera ia mengambilnya, ternyata ada satu pesan masuk.

From
Kak Gi: Dek? Dimana? abang cariin di kelas kata Foja kamu ga masuk. Sekarang posisinya lagi dimana ini hujan nya deres banget kamu baik-baik aja kan? Maaf tadi pagi abang buru-buru ada urusan osis.

Sinai: I'm okay kak Gi(: jgn khawatir ya!

Sinai selalu merasa Rigi terlalu memperhatikan hidupnya, tanpa memperdulikan kebahagian nya sendiri. Ia pun menganggap dirinya sebagai benalu yang selalu merepotkan Kakaknya.

Hima menepuk bahu kiri Sinai sehingga gadis bermata sipit itu kembali sadar ke dunia nyata.

"Lo fine?" Ah. Kenapa Sinai semakin merasa dirinya selalu membuat orang sekitarnya selalu menatapnya kasihan. Padahal dirinya paling membenci tatapan seperti itu.

"Fine." Ngga.

--------------------------------------------
#N/A
Part selanjutnya pake povnya Hima👌🏻

Tinggalin jejaknyaaa💙😂💙

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang