#Petikan12

513 23 0
                                    

Melihatnya tersenyum saja hati ini bisa lemah, jantung menjadi bekerja keras. Memompa dengan cepat, berlari mengejar sang kasih.

Berjalan mendekatinya semakin tubuh ini hilang kendali, senyum terbit dan merekah mengikuti.

Tapi hanya untuk beberapa detik saja yang langsung ku sembunyikan. Ini tidak boleh terjadi.

Segampangan ini kah perasaanku terhadapnya. Tidak ada jual mahal sedikit, memalukan Hima!

Ku menempeleng kepala sendiri, mikir apaan sih kamu Him. "Oon.... oon."

"Heh gelo. Sini maneh ngapain disitu?" (Heh bodoh, sini kamu ngapain disitu?) teriak Tante Via di meja pinggir pojok kaca cafe.

Aku hanya nyengir 2 jari, nunjukin gigi Pepsodent yang selama ini aku rawat.

Kalian percaya kan. Gigi aja yang kecil gini aku rawat apalagi perasaan kalian.

Kulihat tante sekali lagi memanggil dengan tangan yang menggiring aku maju ke hadapannya. Nunjukin sikap bossy-nya.

Baru beberapa langkah di depannya aku disuruh berhenti. Dan aku jelas saja memandangnya bingung, "A----"

"Kau berdiri saja. Tante ga mau kuman deket-deket." Ucapannya membuat diriku mau tak mau melotot padanya.

Eh dipelototin balik, kicep atuh dedek.

"Kenal Sinai dari mana kamu? Bagus ya berani bawa anak orang bolos!" Semprot nya lagi ditambah dengan gebrakan di meja.

Ini tante ga takut pengunjungnya kabur apa? Gentong mana gentong? Mau tak umpetin aja ini tante rempong ke dalemnya.

Seakan bisa tau isi kepalaku tante tiba-tiba berdiri, dan langsung menjewer telinga kanan ku.

"Aduh tan, malu. Lepasin dong!" Mohonku yang tak digubris olehnya.

Ya allah, selamatkan hamba dari amukan singa di depanku ini.

"Berani ya? ngegrutu di depan orang tua. Tante bilangin Arsa pulang nanti." Ancaman nya selalu bilang ke suami tercintanya yang bila nanti ongkos jajan ku dipotong lagi.

Akhhh..., sial banget sih hari ini.

"Ampun Tan, ampun. Aku ga salah kok Sinai nya aja yang aku ajak ga nolak." Bela diriku sendiri.

"Oh kamu berani nyalahin Sinai? Bagus, tante telfon Arsa sekarang!"

"Dikit-dikit laporan, lapor aja deh sana." Keluh ku pelan.

Tapi karna telinga tante Via selebar danau dia mendengarnya dengan respon jeweran di telinga ku makin dikencangin.

"Tan, telingaku merah nanti!" Sewotku padanya.

"Tante Via, kasihan Hima nya dia ga salah kok. Aku sendiri yang pengen ikut." Ah akhirnya Sinai angkat bicara juga. Kenapa ga daritadi sih Nai?

Tante Via yang tadinya lagi ngotak-atik hp nya dengan sebelah tangan, jadi berhenti. Pun kemudian menoleh ke arah Sinai.

"Tapi tetep saja Sinai, anak sableng ini salah...." Tante Via berhenti mengoceh lagi karna Sinai memotong. "Kasihan dia tan, emang tante mau pelanggan nya pada kabur nanti? Itu liat aja pada ngeliatin kesini." Tunjuknya dengan dagu pada sebagian orang yang tengah memperhatikan kita.

Sebagai hukumannya akhirnya tante Via menyuruh ku menghibur para pengunjung cafe, dengan ogah-ogahan aku menerima hukumannya yang tak masuk akal ini.

"Suara aku jelek tan, yang ada nanti mereka pada mual lagi pas dengernya." Sekali lagi mencari alasan padanya untuk tidak jadi hukuman aneh ini.

"Gimana kalo Sinai juga ikutan. Hima main gitar Sinai yang main piano. Nah cakep tuh kalian duet. Sama-sama jago main musik. Mau ya Sinai?" Tuhkan ngomong ke Sinai lembut, ke ponakan sendiri pake urat. Ck.

Seolah capek melihat tante-keponakan beradu mulut Sinai langsung mengangguk dan melangkah menuju panggung kecil yang memang disediakan untuk perfom setiap seminggu dua kali.

"Anak baik." Komentarnya.

Heleh

Aku ditinggal sendiri sementara dua hawa berbeda generasi tersebut pergi, Sinai yang awalnya mau ke panggung digeret menuju ruangan kantor yang hanya ada satu-satunya disini.

"Mau kemana tan? Katanya nampil." Tanya ku sedikit teriak.

Tak digubris sama sekali, nyesek ini hatiku. Akhirnya setelah melihat kode yang diberikan tante sebelum masuk ke ruangan kantor nya ia menyembulkan kepala menyuruh ku mengikutinya masuk ke dalam.

Sekarang di sinilah aku berada di dalam ruangan yang bernuansa Abu-Abu dominan menyelimuti tembok sampingnya dari keramaian.

Tante Via berjalan menuju lemari terbuka, banyak pakaian perempuan tapi yang membingungkan semua baju-bajunya seukuran Sinai.

Masa iya tante masih make, ga inget umur banget.

"Tan, aku ga nyangka kalo masih nyimpen bajunya disini?" Seru Sinai melangkah mendekati juga dan apa katanya tadi? Bajunya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tan, aku ga nyangka kalo masih nyimpen bajunya disini?" Seru Sinai melangkah mendekati juga dan apa katanya tadi? Bajunya?

"Ga bakal tante pindahin sebelum kamu sendiri yang bilang nyuruh di buang ini semua." Tante Via menjawab dengan memilah-milah baju.

Sinai menerima baju yang sudah dipilih kan tante, kemudian pergi ke kamar mandi yang ada di dalam ruangan kantor cafe tante.

Aku hanya diam mendengarkan, apa mungkin tante sebelumnya sudah kenal deket sama Sinai sampe itu baju ada disini.

"Heh. Ganti baju gih sana, masa iya tampil pake baju kusut gitu. Yang ada nanti pelanggan tante ga mau ngeliat kamu." Huftt kesiksa gini ya punya tante cerewet ngalahin Mak sendiri. Aku menyerah nurut apa katanya.

Tapi bukan di kamar mandi melainkan di belakang meja. Hanya mengganti baju itu sudah cukup. Simple, ga ribet.

"C'mon guys! Kalian harus segera tampil. Terserah mau ngapain yang penting tante terima akhirnya nanti." Tante Via seperti biasa mengatur setelah Sinai baru saja keluar.

"Nai? Lo nyanyi ya. Ga usah main piano, Bukan maksudnya gini di luar kan kebanyakan generasi Z nah tau kan kesukaan mereka. Lo nyanyi lagu yang sekarang lagi booming 'Sweet talk' udah denger kan? Nanti gue yang gitarnya sambil ikut andil dikit suaranya." Usulan ku langsung ditanggapi Sinai dengan anggukan. Syukurlah dia ga protes.

Ternyata anak yang penurut dia.

"Sweater lo disofa ntar ambil aja makasih ya, yuk kedepan." Katanya yang langsung ku ikuti berjalan di belakangnya.

---------------------------------------------
#N/A

Tinggalin jejaknya💙😚💙

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang