5. Hukuman Pertama

987 417 87
                                    

Let your smile change the world, but don't let the world change your smile.
~Unknown~

Happy reading :)

◎◎◎◎◎

Setelah memarkirkan motor, Albert segera melangkah menuju pintu rumah mewah yang berada tak jauh dari rumahnya. Rumah yang dikunjunginya itu berwarna abu-abu putih yang menambah kesan elegan. Terdapat taman kecil yang dihiasi air mancur yang membuat rumah ini terlihat indah dan nyaman. Albert berjalan menuju pintu masuk dengan semangat, lalu membunyikan bel.

Tak lama kemudian, orang yang ditunggu-tunggu Albert akhirnya membuka pintu. Pria itu tersenyum singkat, dan mempersilakan Albert untuk masuk ke dalam rumah. Albert sangat menyukai rumah temannya itu. Terkesan damai dan nyaman untuk ditinggali.

"Udah lama lo gak main ke sini." kata pria itu. Ia menuntun Albert berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. "Mau minum apa? Atau sekalian mau makan?"

"Gak perlu repot-repot, kak." balas Albert. "Kalaupun gue nolak, lo pasti bakal tetep ngasih, kan?"

"Harus berapa kali sih gue perlu ingetin lo? Jangan panggil gue kak."

Albert tertawa kecil. "Tapi, lo kan emang lebih tua setahun dari gue."

"Panggil Revan aja." kata Revan sembari membuka pintu kamarnya. Ia mempersilakan Albert untuk masuk ke dalam kamar dan mulai menutup pintu. "Gue gak nyangka, lo bisa lolos di SMA Pelita Jaya lewat jalur prestasi."

"Gue juga masih gak percaya sih, sebenernya. Lagi hoki aja, mungkin." Albert duduk di atas karpet dan mengambil guling dari atas kasur. Revan ikut duduk di samping Albert. Entah mengapa, kehadiran Albert di rumahnya dapat mengubah suasana sepi yang selalu dirasakannya.

Menurut Revan, Albert salah besar. Hal itu bukanlah hoki. Revan sangat mengenal kepribadian Albert. Pria itu mengagumi sifat Albert yang pantang menyerah dan pekerja keras. Albert adalah pria cerdas yang selalu senang mempelajari hal baru. "Harusnya orang kayak lo yang pantes masuk ke sekolah kita."

"Maksud lo?"

"Gue kemaren denger kabar dari bokap. Ada tiga orang cewek yang nyogok masuk. Pas banget, hari ini gue ketemu sama mereka."

"Lo kenal?"

"Cuma kebetulan. Tadi pagi, gue gak sengaja ngelempar bola basket ke salah satunya. Dan kebetulan lagi, dia sekelas sama lo." Revan melanjutkan. "Gue gak suka sama orang yang suka main curang. Padahal, ada banyak orang yang lebih pantes masuk ke sekolah kita daripada mereka."

"Siapa namanya?" tanya Albert penasaran.

"Camila, kalo ga salah. Sama dua orang temennya, tapi gue lupa namanya." jawab Revan. Saat mendengar suara ketukan pintu, Revan langsung bangkit berdiri. Bi Ira datang lebih cepat dari biasanya. Ia membawa nampan berisi beberapa makanan ringan dan dua gelas es jeruk. Setelah Revan mengucapkan terimakasih kepada Bi Ira dan mengambil nampan tersebut, ia kembali berjalan menghampiri Albert.

Albert terkejut. Ternyata, gadis yang menjadi chairmate-nya di kelas itu ialah orang yang dimaksud Revan. Albert menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kebetulan ini sungguh di luar dugaan. "Pantesan."

"Apa?"

"Camila, dia cewek yang gak punya etika. Baru satu hari, dia udah ngehujat gue." Albert mengambil keripik kentang dari mangkuk yang berada di atas nampan. "Gak heran sih, dia masuknya nyogok. Gue tebak, dia anak orang kaya."

Revan langsung mengernyitkan dahinya. "Lo udah kenal tuh cewek?"

"Sialnya, dia sebangku sama gue. Gara-gara kejadian itu, dia gak punya tempat duduk lain selain di meja gue." Albert memutar kedua bola matanya. "Tapi, apa lo suka sama dia?"

THE GIFT OF LOVE [√COMPLETED√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang