What is life?
They say it's from B to D
From Birth to Death
But, what's between B and D?
It's a C
So what is a C?
It is a Choice
Our life is a matter of choises,
Live well and it will never go wrong.
~Unknown~Happy reading :)
----------
Tok tok tok...
Albert mengetuk pintu rumahnya yang terkunci. Beberapa saat kemudian, seorang wanita berpakaian daster kuning bermotif bunga-bunga membuka pintu. Daster yang dikenakannya basah, entah karena air atau keringat. Bibirnya menyunggingkan senyuman. "Anak ibu udah pulang, rupanya."
Rumah Albert berukuran sangat kecil namun memiliki kenyamanan tersendiri. Meski terbilang sangat sederhana dengan minimnya perabotan, Albert sangat bersyukur dapat tinggal bersama sang ibu yang selalu mendukungnya.
Albert tidak memiliki seorang ayah. Dulu, ayahnya terkena kanker paru-paru dan telah mencapai stadium empat. Karena kondisi mereka yang miskin, nyawa sang ayah tidak terselamatkan. Keterbatasan biaya pengobatan yang terbilang sangat mahal telah membuat hidupnya cukup menderita.
Saat itu, umur Albert masih empat belas tahun, sekitar kelas dua smp. Dua tahun telah berlalu, namun Albert masih mengingat kejamnya penyakit kanker yang mampu merenggut nyawa sang ayah.
"Baju ibu kok basah? Ibu masih laundry baju-baju tetangga?"
Vina, sang ibu, refleks memperhatikan baju bawahnya yang basah kuyup. Ia tertawa kecil, lalu mendongakkan wajahnya untuk memperhatikan wajah Albert. Vina tidak menyangka, tubuh Albert dengan cepat tumbuh menjadi gagah dan tinggi. Vina sangat menyayangi anak satu-satunya itu. "Iya, nak, badan ibu udah baikkan, kok."
Albert membuang napas malas dan mulai melangkah masuk. "Kenapa ibu gak istirahat aja? Kan kemarin badan ibu panas banget. Jangan dipaksain, bu."
Albert duduk di atas tikar diikuti oleh ibunya. Tentu saja, mereka tidak mampu membeli sofa ataupun kursi panjang. Tikar saja sudah cukup untuk sekedar duduk. "Ibu udah makan?" tanya Albert khawatir.
"Udah, pake ikan asin. Al pasti belum makan, ya?"
Albert tertawa kecil. "Ikan asinnya masih ada sisa?"
"Masih nak, biar ibu ambilin. Albert pasti capek habis belajar."
"Gausah, bu. Al mau makannya entar aja habis mandi."
Vina mengangguk lalu memandangi anaknya iba. Tiba-tiba terbesit rasa kasihan di hatinya ketika melihat wajah Albert. Vina langsung menunduk lesu. Albert yang menyadari perubahan ekspresi sang ibu mulai bertanya-tanya. "Ibu kenapa?"
"Al, apa kamu gak malu sekolah di SMA Pelita Jaya?"
"Maksud ibu?"
"Kamu kan berbeda dengan murid yang lain. Mereka rata-rata berasal dari keluarga kaya, sedangkan ibu aja cuma bekerja sebagai tukang laudry baju. Ibu merasa, ibu tidak bisa memberikan yang terbaik untuk kamu, nak." Air mata Vina seketika menetes. Vina ingin sekali membahagiakan Albert, anak tunggalnya itu.
Albert telah cukup lama hidup dalam kondisi sulit. Semuanya selalu dilakukannya seorang diri. Bahkan, Albert dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi hanya dengan mengandalkan beasiswa karena prestasi dan kecerdasan otaknya.
"Bu, udah berapa kali Al harus ngomong ke ibu? Jangan pernah bahas tentang ini lagi. Apapun kondisinya, Al akan selalu kuat asalkan selalu ada ibu di samping Al." Albert menatap ibunya yang masih meneteskan air mata. Cowok itu dengan cepat mengelap air mata sang ibu dengan ibu jarinya. "Ibu jangan nangis lagi, Al paling gak suka lihat seorang perempuan menangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GIFT OF LOVE [√COMPLETED√]
Fiksi Remaja"Ketika 'ia' datang di waktu yang salah." Camila, seorang gadis manja berusia lima belas tahun, selalu hidup bergelimang harta. Hidupnya dibutakan oleh kekayaan duniawi. Gadis itu tidak mengerti arti hidup yang sebenarnya. Carlos, sang ayah, merasa...