1.

103K 2.6K 55
                                    

Dengan gerakan kepasrahan aku memunguti barang-barang berserakan di lantai karpet kamarnya. Selimut, kemeja putih bergaris, putung-putung rokok, dan gelas kristal kecil. Semua benda itu telah menjadi amukan kebrutalan Jimin semalam. Ya, tiap kali mabuk dia selalu melempar barang-barang sesuka hatinya sekedar melampiaskan kemarahannya yg tidak jelas.

"Hentikan itu, Seun Ji?" pinta Park Jimin menghentikan sekejap kegiatanku yg sedang beres-beres.

Aku menengok tanpa membalikkan badan ke arahnya. Dia masih tertidur dengan posisi miring & mata yg setengah terbuka. "Kenapa? Bukankah memang seperti ini aku di matamu?"

Kini aku beranjak, memutuskan untuk menghentikan kegiatan beres-beres & menuju ke arahnya. "Bangunlah Jimin, kau harus ke kantor. Aku juga akan bersiap ke sekolah."

Dia mengernyitkan alisnya berusaha keras memandangi angka-angka kecil itu dari arloji mahal yg masih terpasang ketat di pergelangan tangannya. "Kau bercanda? Ini masih pukul lima. Kemarilah, temani aku tidur lagi."

Lengannya lemah meraih selimut untuk ia tangkupkan ke seluruh badannya yg setengah telanjang & kembali memejamkan mata. Payah! Aku gagal mengelabuhi otaknya yg ku pikir masih dalam pengaruh alkohol. Ia tak menggubrisku. Kupikir jika aku berhasil membangunkannya, aku akan segera melompat keluar dari kurungan kamar ini. Tanpa ingin berkecamuk memikirkan kata-katanya yg terdengar rendahan, aku beralih mendekati sosoknya yg masih tertidur pulas. Kulit mulusnya terlihat menyorot putih dari balik selimut tebal berbulu, seakan memancarkan mutiara yg menggiurkan. Sudah beberapa kali belakangan aku hampir terkecoh dengan kesempurnaan yg dia miliki. Kupikir itu wajar mengingat dia adalah pria & aku adalah wanita. Kedua hubungan lawan jenis yg lumrah terjadi apabila saling mengagumi pesona satu sama lain. Namun aku tahu semua pemikiran itu salah. Dan aku semakin tidak bisa mengerti dengan diriku sendiri.

Aku menahan nafasku sembari perlahan mencondongkan tubuhku sedikit membungkuk. Perlahan jari telunjuk & ibu jari yg kuapitkan itu kususupkan lembut ke dalam saku celana kain Jimin, mencari benda kecil tembaga tanpa gantungan. Dan… dapat! Aku lantas berjalan berjingkat menuju  pintu kamar tanpa peduli lagi dengan keadaan isi kamar yg masih separuh kubereskan tersebut. Ya, masih ada beberapa barang yg tergeser dari tempatnya yg terbilang cukup berantakan, namun toh aku tak ingin ambil pusing lagi akan hal itu. Udara bebas sejuk kuhirup kuat-kuat ke dalam hidungku begitu aku berhasil keluar dari kamar Jimin. Seperti terbebas dari penjara bertahun-tahun tiap kali aku keluar dari kamar tersebut. Dan tanpa berlama-lama lagi aku memasuki kamarku yg masih satu lantai dengan kamar Jimin, melepas lelah sisa-sisa semalam di dalam bathup kamar mandi kamarku.

Aroma sabun bunga mawar & iris menyeruak bebas ke seluruh ruangan menentramkan sejenak pikiranku. Perlahan aku mengangkat tanganku dari rendaman air hangat, lalu kusapukan ke leher bagian kiri yg otomatis membuat kepalaku condong ke arah kanan. Sekilas aku mengingat bibir Jimin ketika mengendus kasar pada bagian ini. Mengendusnya rata hampir ke seluruh bagian leherku lalu mengecup & menggigitnya. Aku tahu ada bekas warna merah akibat gigitannya, dan aku selalu kesulitan jika harus pergi ke sekolah dengan bekas memalukan seperti ini.

Aku meringis meratapi bagaimana hinanya hidupku. Terkadang aku menangis setelah menatap matahari yg mulai muncul dari balik jendela kamarku. Kenapa sinarnya yg tajam selalu mengolokku? Mengatakan padaku bahwa aku adalah gadis paling bodoh di dunia ini. Kemudian angin sejuk menyusul hadir melewati ventilasi, mengatakan padaku agar aku segera pergi dari rumah ini. Toh aku kembali tersadar bahwa aku hanyalah anak angkat yg merasa berhutang budi pada Tuan Park, Ayah Jimin. Aku tak mampu menolak apalagi melaporkan perlakuan bejat Jimin kepadanya. Tidak, tidak akan pernah. Aku tidak akan pernah bisa. Tandai itu.

Hidangan sarapan pun mulai di tata di atas meja panjang. Aku bisa melihatnya setelah aku keluar dari kamarku yg berada di lantai dua. Para pelayan sibuk melakukan pekerjaannya seperti biasa, termasuk salah satunya yg sedang berjalan di belakangku membawakan tas sekolah setelah beberapa waktu lalu menungguku di luar pintu kamar. Aku tahu yg mereka lakukan sangat berlebihan. Hh, memang apa yg tidak berlebihan di dalam rumah ini? Segalanya harus selalu dilayani & dikerjakan secara benar. Atau kalau tidak, kau akan menerima kemarahan Jimin sang Tuan Muda yg berkuasa penuh atas rumah ini. Langkahku sudah menapaki lantai bawah. Menatap jengah meja makan panjang yg sudah menguarkan aroma hangat roti gandum serta segala macam aroma yg tidak ku ketahui apa nama makanannya.

MISS YOUR TOUCH (Sudah Terbit) - [ff Park Jimin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang