36.

12.5K 979 280
                                    

........................................

Sekian detik Taehyung menatap mataku jauh lebih dalam, menyerahkan rasa kedamaian yg begitu menggoda kegelisahanku saat ini.

"Selamat malam... Istriku?" ucapnya nyaris hanya terdengar seperti bisikan.

"Selamat malam, Suamiku?"

Mata itu kian melemah, tertutup perlahan seolah memberiku pengumuman jika ia telah dikuasai rasa kantuk. Kedamaian yg ia tularkan masih tak berhenti, menggoda & terus menggoda huru-hara kegelisahanku. Namun sayangnya itu tak berhasil. Sama sekali tak berhasil ketika rasa sedih justru semakin menguatkan air mataku untuk terjatuh. Aku merasakan aliran air itu membelah kehangatan di pipiku. Mengingatkan kembali akan keobohongan besar yg menjadi satu-satunya penyesalanku setelah ini. Terjagalah di mimpimu dengan damai, Taehyung? Aku berjanji akan menjadi istrimu yg lebih baik di lain kesempatan nanti.

"Apa semua sudah siap, Nona?" tanya Bibi Choi mengingatkanku, seusai memasukkan semua barang-barangku ke dalam bagasi taksi.

"Ya," jawabku mengangguk gugup.

Ini sudah pukul 4.30 pagi. Udara dijalanan apartemen sudah sedingin es ketika aku telah memijakkan kakiku di trotoar. Bibi Choi sudah datang 15 menit yg lalu, membawa sebuah taksi yg ia pesan dari Villa Galbadia. Gerakannya yg khawatir pun kian membuatnya terburu untuk segera pergi, & tak menunggu untuk memberi aba-aba kepada sopir taksi.

"Baiklah, Pak Sopir, ayo kita jalan sekarang. Cepat, sebelum ada yg melihat kita."

"Baik, Nyonya?"

Ban mulai berdecit kencang meninggalkan apartemen. Menyusuri jalan raya yg sepi lengang yg hanya dihiasi pendar lampu-lampu jalan juga lampu kuning pada lampu merah yg berkedip. Aku memalingkan pandanganku dari kaca sampingku, seakan tak percaya dengan apa yg baru saja kulakukan. Ya Tuhan! Aku sudah meninggalkan Taehyung? Apakah ini sungguh-sungguh? Mataku kembali memunculkan darah bening setelah beberapa saat yg lalu aku pun memunculkannya ketika Taehyung tertidur, & ketika aku menulis pesan perpisahanku untuk Taehyung. Aku tak percaya telah melakukan ini.

"Nona baik-baik saja?" tanya Bibi Choi memecah perhatianku.

Kuusap segera air mataku & memilih menunduk tak berani menatap Bibi Choi. "Ya, aku baik-baik saja."

"Apa Nona... sudah melakukan yg terbaik untuk Tuan Taehyung?"

Aku mengangguk lemah, membuat rambutku kian terjatuh mengurung wajah.

ㅡ"Jika begitu Nona tidak perlu lagi merasa sedih. Nona sudah berusaha demi kebaikan Nona & juga semua orang. Jangan khawatir, Tuan Taehyung akan memaafkan Nona."

Bibirku mengatup gemetar tak kuasa menanggapi ucapan Bibi Choi. Tentang rasa kesepian saat ditinggalkan orang yg sangat kita cintai, tentu aku sudah sangat hafal bagaimana kesakitannya yg hampir mencekik nafas itu. Dan kini Taehyung akan segera mengalaminya, mengalami hal yg sama seperti yg pernah kurasakan ketika Jimin meninggalkanku. Namun sepertinya ini akan sedikit berbeda mengingat status yg telah menyandang Taehyung & juga diriku. Benar, kami sudah menikah, kami sudah menjadi suami istri yg sah dihadapan Tuhan. Dan kesakitan itu akan benar-benar menjadi berkali-kali lipat dari kesakitan yg kurasakan terhadap Jimin? Apakah ini adil untuk Taehyung? Tapi... apakah ini juga adil untukku? Sepertinya cinta tidak akan mengenal kata adil ketika rasa sakit sudah menjadi pengorbanan tanpa batas di dalam cinta itu sendiri. Dan kami, sudah membuktikannya. Perjalanan menuju tempat baru harus sejenak tertunda ketika beberapa menit yg lalu aku memutuskan pergi mengunjungi Ibuku di Daegu terlebih dahulu. Aku sempat membeli setangkai mawar putih dari toko bunga yg kujumpai dipinggir jalan, & aku beruntung karena toko bunga itu sudah buka dihari yg masih terbilang pagi. Dan disinilah aku berdiri saat ini, memandang gedung rumah duka yg kuingat sudah sangat lama setelah terakhir kali aku memandangnya ketika bersama Taehyung waktu itu. Aku memasuki gedung dengan Bibi Choi yg membawakan barang-barangku dari belakang. Berlanjut memasuki lift, sebuah tombol bernomor 9 seolah tak pernah terlepas dari ingatanku untuk menekannya, karena itu adalah lantai tempat dimana abu Ibuku disimpan. Tempat dimana aku akan mencurahkan rasa kerinduanku pada Ibu.

MISS YOUR TOUCH (Sudah Terbit) - [ff Park Jimin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang