••
•
Taiwan - 2,5 bulan yg lalu….
Langit cerah Kota Taipei. Burung-burung kecil tampak bergerombol terbang dari pohon satu ke pohon lain. Dibawahnya barisan bunga melambai sepanjang jalan, mengabsen macam-macam warna. Beberapa patung serta lampu taman berdiri apik di tiap sudut tamannya. Dari salah satu bangku kayu berpinggiran besi, aku menatap segala keindahan itu. Lalu lalang orang yg berjalan tak menyurutkan antusiasku. Karena sedapat mungkin aku tak melewatkan apapun yg kuanggap indah yg menjadi milik negara ini. Namun aku kembali berdecak mengingat penantianku. Sudah hampir 15 menit Ibu meninggalkanku ke toilet.
Itu membuatku mulai khawatir. Mengingat perjalanan di pesawat tadi tidak berjalan mulus lantaran Ibu yg mengeluhkan sakit kepala. Kuputuskan untuk menyusul Ibu. Kurangkul tas ransel hitamku & mulai berlari tak sabaran ke arah pintu masuk bandara. Aku sedikit lalai, aku terlambat menyadari posisi kami yg sedang berada di negara asing, sementara Ibuku tidak bisa berbahasa mandarin begitupun aku. Dan aku tidak ingin sampai terjadi masalah jika membiarkan Ibuku sendirian.
"Seun Ji-ya!"
Setengah perjalananku terhenti oleh seruan seseorang yg tak asing lagi di telingaku. Aku menengok sebentar mencari-cari sosoknya. Aku bernafas lega saat melihat Ibuku melambai-lambaikan tangannya dari kejauhan, di sisi sebuah taksi. Aku segera berlari mengikis jarak diantara kami.
"Ibu darimana saja? Aku baru saja akan menyusul," tanyaku terengah-engah.
"Maaf, Ibu baru saja memesan taksi. Karena tidak bisa bahasa mandarin, Ibu sedikit kesulitan berbicara dengan sopirnya. Tapi untunglah dia mengerti juga. Ayo kita masuk sekarang." Tanpa menunda-nunda Ibu menarik tanganku mengajak duduk dikursi belakang.
Setengah jam perjalanan membawa kami ke tempat tujuan yg sudah getol kami ingin-ingini pergi kesana. Bukan, ini bukan liburan atau acara bersenang-senang lainnya. Lagipula, untuk apa kami harus bersusah-susah mencari uang pinjaman untuk keluar negeri jika bukan dengan alasan yg sangat penting seperti sekarang? Kami hanya orang miskin. Kami hanya warga negara Korea Selatan biasa yg sedang berusaha mengambil kembali apa yg menjadi hak kami. Taksi itu menurunkan kami di depan sebuah rumah sederhana yg berada di kawasan padat penduduk. Lingkungan asing yg tidak kusukai. Ada banyak orang bertato & merokok disana-sini. Mereka terlihat liar & tidak memiliki tata krama. Fyuh! Ini pertama kalinya aku bersyukur bisa memiliki tempat tinggal di lingkunganku sendiri, di Daegu. Meski rumahku kecil & sangat sederhana namun lingkungan disana jauh lebih baik. Dan setidaknya aman untuk anak-anak kecil bermain diluar rumah.
'Tok...tok...tok!'
Beberapa saat setelah Ibu mengetuk pintu rumah itu, seorang pria paruh baya berkumis tipis & berambut tersisir licin ke belakang itu muncul. Dia terkesiap melihat kami seolah sedang melihat hantu.
"Min Ah? Seun Ji? Apa yg..." tanya pria itu tak mampu melanjutkan saking terkejutnya.
Aku sedikit syok melihat sosok yg sedang berdiri di hadapan kami. Bagaimana tidak? Setelah hidup bersamanya selama belasan tahun, aku sangat sulit mempercayai bahwa kami tidak lagi memiliki hubungan seperti sebelumnya. Bahkan sekarang aku merasa jijik untuk mengakuinya sebagai Ayahku sendiri.
"Aku kesini untuk mengambil kembali warisan dari Ayahku. Dimana? Dimana kau sembunyikan surat tanahku, Yoo Jae Kwang!!!"
Amarah Ibu tak mampu lagi tertahan. Wajar, Ibu sudah menanti-nanti bertemu dengan pria itu setelah tanpa perasaan membawa lari surat tanah warisan Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISS YOUR TOUCH (Sudah Terbit) - [ff Park Jimin]
FanficSejak kematian Ibuku, aku tak mempercayai lagi kebahagian. Karena pada saat itulah kehidupanku mulai berubah tragis. Aku menjadi anak angkat pria konglomerat sahabat Ibuku sendiri. Beruntung? Haha, tidak sekali-kali. Justru aku terjerat oleh seorang...