Malam ini Kota Bandung terasa begitu dingin dibandingkan hari-hari sebelumnya. Cahaya kilat hadir silih berganti menghiasi kegelapan di langit Kota Kembang ini. Suara gemuruh petir menggelegar bersahutan memekakkan telinga seraya membuat takut setiap manusia yang mendengarnya. Tetesan air langit lolos dari kegelapan malam yang mencekam. Tetesan berubah menjadi rinai, rinai berubah menjadi guyuran. Hujan rinai itu lambat laun berubah menjadi hujan badai yang besar disertai embusan angin kencang menerpa alam hingga menumbangkan beberapa pohon tua di kota ini.Di tengah suasana yang mencekam ini, tampak seorang wanita muda berperawakan tinggi semampai dengan paras cantik jelita memakai baju jingga dengan rok panjang berwarna merah yang terlihat lusuh dengan robekan di sana sini. Rambut hitam panjangnya yang terikat seadanya dan terkesan berantakan menunjukkan betapa kusut kasau penampilannya. Wanita muda itu tengah berjalan tergontai-gontai tak berpayung menembus hujan badai sembari memegangi perutnya yang besar.
Seluruh badan dan pakaiannya basah kuyup terguyur air hujan. Tubuhnya menggigil menahan dingin dan kedua rahangnya bergemetar saling beradu hingga menimbulkan suara gemeretak. Wanita muda yang cantik itu bernama Ratna dan ia terlihat sangat memilukan. Dari arahnya samar-samar ia melihat kolong jembatan yang tak jauh dari tempatnya saat ini. Tanpa pikir panjang ia segera berjalan ke sana untuk berteduh dan sekadar menghangatkan diri atau mungkin hingga bermalam di sana jika hujan ini tak kunjung reda.
Sesampainya di kolong jembatan yang sangat sepi tiba-tiba Ratna merasakan mulas pada perutnya. Ia dengan segera mengambil duduk di bawah dengan kaki yang diselonjorkan. Ratna menggigit bibir bawahnya karena merasakan nyeri dan kram hebat seolah diremas-remas pada bagian bawah perutnya yang besar. Tidak berhenti sampai di situ, rasa nyeri menyebar hingga ke panggul dan punggung bawah serta ke sekujur tubuh membuatnya mengaduh kesakitan. Kontraksi itu datang dan pergi, akan tetapi semakin lama semakin panjang durasinya dan semakin kuat hingga menguras energinya. Ia ingin meminta pertolongan tetapi tak bisa karena tak ada seorang pun yang berada di sana saat tengah malam seperti ini, terlebih situasi saat ini sedang hujan badai.
Di saat ia berkutat dengan nyeri tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang basah di bawah sana. Cairan bening itu tampak keluar dari jalan lahir.
'Pasti ini air ketuban,' pikirnya yang sedang kalut marut.Ratna mengumpulkan keberanian dan dengan tangan kanannya ia meraba ke dalam rok merahnya yang basah kemudian tanpa ragu ia memasukkan jarinya dan menyentuh ke dalam bagian kewanitaannya. Di sana ia merasakan sesuatu yang berbentuk bulat, keras dan melenting. Ternyata kepala bayinya sudah muncul pada jalan lahirnya.
Wanita itu mencoba tenang meskipun nafasnya kini kian memburu menahan nyeri. Tak ada pilihan lain baginya, dia harus melahirkan bayinya saat ini juga. Dirinya berdoa dan memohon kepada Tuhan untuk memberikan kekuatan padanya. Dia meyakinkan diri dan dengan sekuat tenaga ia mengambil nafas panjang kemudian meneran (mengejan) demi mengeluarkan bayi yang ada di dalam kandungannya. Sungguh suatu keajaiban, hanya dalam satu tarikan nafas bayi itu keluar dari jalan lahirnya beserta plasentanya (ari-ari atau tembuni atau bali).
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓COMPLETE] Tersingkir (Sebuah Penggalan Kisah Hidup)
Ficção GeralWARNING!!! (BAGI YANG MAU BACA LIAT TAG DARI CERITA INI) Ketika takdir tak berpihak dan kenyataan seolah mengiris hati dari waktu ke waktu, maka hidup pun akan tergadai dan tak berharga dalam semua pandangan. (Sad story) LANGSUNG BACA KE CHAPTER PE...