22

1K 126 71
                                    

Selama hari tenang, Jisoo benar-benar mengurung diri di kamarnya. Terduduk di pinggir jendela yang terbuka dengan gitar di pangkuannya dan ponsel di sisinya.

Ia tidak menangis sama sekali sedari kemarin. Hatinya memang terluka, namun entah kenapa ia justru hanya melamun. Berdoa penuh khidmat pada Sang Kuasa tentang semua yang terjadi padanya, sambil memperhatikan salju yang tak kunjung berhenti menghujani bumi. Ia bercerita panjang lebar, hingga Jisoo ingat bercerita pada penciptanya lah yang terbaik. Oh- sudah lama Jisoo tak beribadah semenjak kepindahannya ke Korea.

Seokmin juga sempat mengunjungi Jisoo untuk membuatkan sarapan untuk adik kesayangannya itu, dan Jihoon menelefonnya jika ia dan Soonyoung akan datang besok.

Jisoo berusaha tidak mengingat kejadian kemarin. Setelah kepergiannya yang tanpa disadari Seungcheol, ia langsung berkencan dengan kasur dan gitarnya. Seharian penuh saat ini pun Jisoo benar-benar tidak menyentuh pintu keluar apartemennya. Ia hanya pergi ke kamar kecil dan kembali ke kamarnya dengan sepiring pajeon buatan Seokmin.

Hingga hari yang telah di tunggu-tunggu tiba. Jisoo sudah terbangun sejak pukul 5 pagi. Tengah menyiapkan segala keperluannya untuk festival kesenian meskipun jadwal tampil nya adalah jam 4 sore.

Jisoo mengintip dapurnya, hanya ada sisa ramyun dan sepotong bawang bombay. Dia benar-benar lupa jika stok terakhir yang di belikan Soonyoung telah habis, dan dia sama sekali tidak pergi ke supermarket. Hari ini sudah 2 kali dirinya mengutuk, setelah sebelumnya ia mengetahui salah satu senar gitarnya putus.

Astaga. Jisoo benar-benar mempunyai perasaan yang tidak menyenangkan hari ini. Namun ia tertawa, mencoba meyakinkan dirinya jika festival kesenian akan berjalan dengan baik.

Drrtt drrrtt

Jisoo melirik pada ponsel di tangan kanannya, nama Seokmin tertera jelas di layarnya.

"Ne, hyung?" Panggilnya setelah mengaktifkan loud speaker agar ia dapat memasak ramyun dengan leluasa.

"Makan lah dengan baik. Aku dapat mendengar sobekan bungkus ramyun dari sini."

Seokmin adalah Seokmin. Ia selalu dapat menebak apa yang sedang dilakukan adiknya itu. "Ada apa menelefon pagi-pagi begini?" Tanya Jisoo berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Masak ramyun mu dan lisensi menyetirmu ku sita. Tunggu Jihoon, dia akan membawakan beberapa bahan makanan ke apartemenmu, sekaligus mengunjungi bibi Jang tetanggamu."

Tangan Jisoo berhenti begitu saja, menghentikan niatnya yang hampir memasukkan ramyun ke dalam air mendidih. Mendengar bahan makanan membuatnya sanggup menahan lapar, karena sungguh, bahan makanan yang dibelikan Jihoon atau Soonyoung adalah favoritnya. "Okay, okay."

"Lalu Soo-ie-"

Seokmin terdengar menggantungkan kalimatnya. Erangan ragu dari seberang telefon itu mengganggu Jisoo. "Wae?"

"Euhh ku pikir aku setuju dengan kelas musim panas itu."

Jisoo melirik ke arah kalendernya. Masih akhir januari, musim dingin belum usai. Otaknya teringat email penerimaan Jisoo sebagai murid dari kelas musim panas salah satu studio rekaman ternama di kota kelahirannya.

Snow Song [Cheolsoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang