Update ngaret. Seminggu ini author lagi BLENKKKK
****
Bangunan itu mewah. Berdiri megah dengan beton-beton kuat sebagai benteng. Sungguh kokoh. Merah mencolok menjadi ciri khas bangunan tersebut. Rumah bercat merah dengan ukiran kayu rumit, sungguh fantastis. Sederet prajurit berpakaian senada berlalu lalang di sekitar. Menjaga penuh siaga. Macam penjagaan istana saja.
Ya, ini adalah rumah merah. Tempat perdagangan manusia atau bisa disebut rumah bordil terbesar dan terkenal di seluruh penjuru.
Suwa mendesah. Melihat dari balik teropong. Sepertinya ini tidak akan mudah. Apalagi setelah Ludra mengatakan bahwa tempat itu tidak hanya dijaga oleh manusia saja. Ada makhluk lain di sana yang mungkin kekuatannya sangat hebat.
"Benarkah kau tak bisa langsung menghabisi mereka?" Suwa bertanya untuk ke sekian kali. Dan ia pun mendengus kesal lantaran Ludra tak berminat memberi jawaban. Makhluk tampan itu hanya menatap lurus bangunan yang nampak menjulang dengan kedua tangan dilipat kebelakang.
Saat ini, mereka berada beberapa meter di lokasi rumah merah. Bangunan yang megah nan mencolok tersebut tentu saja bisa terlihat meski dalam jarak jauh.
Andaikan saja kemarin para makhluk yang disebut kelompok pemberontak ikut membantu menemani mereka ke rumah merah. Pasti situasi akan berjalan lancar. Tidak seperti ini, menunggu tak jelas apakah Falcon mampu mengatasi semuanya.
Kemarin, saat kelompok pemberontak menawarkan bantuan. Ludra hanya diam, menampilkan ekspresi yang sulit dimengerti. Ekspresinya terlalu datar, tak menunjukkan penolakan maupun kesepakatan.
Pria itu hanya berkata, "Nanti, aku akan memanggil kalian."
Kalimat singkat itu mengakhiri semua. Ludra tanpa aba-aba meraih tubuh Suwa membuat Suwa terkesiap kaget. Lalu membawanya melesat pergi. Sungguh tak sopan. Tapi itulah Ludra, sang Falcon terakhir dengan sikap dingin namun tak membekukan. Berwajah datar namun tak menakutkan. Bukan sosok dengan wajah keras, penuh ketegasan nan mengintimidasi. Tetapi anehnya setiap ketenangan, tatapan mata, sikap Ludra meski tak banyak kata memberi kesan mengendalikan.
Dia sangat bersahaja.
Suwa mau tak mau harus mengakui itu. Makhluk yang telah menjadi tuannya ini seakan dapat mencengkeram seseorang lewat auranya.
Terbukti dari selama beberapa waktu bersama Ludra, Suwa meski membangkang namun raganya seolah menuruti apa perintah Ludra. Seperti kali ini, meski menggerutu, Suwa menurut saja perintah sang Falcon agar menunggu di sini. Di dekat tebing, di mana mereka bisa mengawasi kondisi rumah merah. Dan menunggu saat yang tepat menyerang tempat itu.
Lama. Mereka menunggu dari pagi hingga siang. Membuat Suwa terus-menerus menggerutu tak jelas. Berjalan mondar-mandir tak sabar.
Hiih... Menyebalkan. Sampai kapan seperti ini terus.
"Bisakah kau berhenti melakukan itu, Suwa?"
Teguran Ludra seketika menghentikan aksi gadis itu.
Mendengus. Suwa melangkah berdiri menjajari Ludra. Tubuh Suwa terlihat begitu mungil, kontras dengan tubuh Ludra yang tinggi tegap.
"Sampai kapan kita akan di sini, tuan Ludra?"
"Sampai waktu yang tepat."
Jawaban tidak memuaskan.
Suwa menggerakkan bibir, mengutuk makhluk sedingin es ini. Kemudian manik kelamnya menangkap sesuatu bergerak-gerak di balik semak. Penasaran, Suwa mendekati semak-semak tersebut. Ludra berbalik. Mengikuti Suwa dari belakang.

KAMU SEDANG MEMBACA
FALCON
Fantasy© copyright 2017 #Harap Follow dulu sebelum baca! (Trailer Falcon : lihat di Ig : @uwakiya4) Falcon sebutan bagi makhluk legendaris penghuni istana es. Mereka merupakan prajurit tangguh dan diyakini sebagai perwujudan dari dewa perang. Dan keberadaa...