3. Simbol Falcon

55.6K 5.2K 296
                                    

Suwa membeku dengan wajah pucat pasi. Dalam sekejap mata pria itu sudah mencengkeramnya. Astaga.... Makhluk itu tersenyum. Bukan, ini bukan senyuman melainkan ancaman. Suwa langsung manarik kata-katanya. Ia meneguk ludah. Merasa lebih baik maklhuk di hadapannya ini memasang wajah datar tanpa ekspresi ketimbang harus menarik sudut bibirnya. Firasatnya berkata, ini adalah tanda bahaya. Makhluk ini marah.

Ludra sang Falcon terakhir perlahan memunculkan sebilah pisau dari semburat es yang ia ciptakan. Dan langsung menyayat leher Suwa. Refleks Suwa memejamkan mata, bersiap untuk mati. Tetapi ia kembali membuka mata saat pisau itu hanya menggores leher gadis itu. Menciptakan rasa perih karena kulitnya terbuka meski kecil tapi tetap saja mengeluarkan darah.

Suwa tergelak ketika tiba-tiba saja Ludra membenamkan kepalanya kelekukan leher Suwa yang terluka. Hingga membuat Suwa memiringkan kepala. Makhluk itu menciumnya. Tidak, lebih tepatnya menghisap darah Suwa. Suwa merasakan desiran aneh yang melingkupi tubuhnya. Ia meringis antara geli dan juga perih. Entah apa yang dilakukan maklhuk itu padanya, yang jelas tubuh Suwa mendadak lemas hingga membuat Ludra harus menopang tubuh Suwa dengan kedua tangannya.

Ya dewa.... Makhluk ini akan memakannya. Menghisap darahnya sampai habis. Sampai tubuhnya menciut kering menjadi tengkorak. Itulah pikiran-pikiran yang ada dalam otak Suwa saat ini.

Ludra terus menghisap darah itu sembari merapalkan mantera.
Tak beberapa lama Ludra mengangkat wajahnya. Seketika itu juga luka goresan di leher Suwa perlahan menghilang. Membentuk sebuah garis lurus yang bersinar kekuningan. Lalu, garis itu meresap di dalam kulit Suwa lambat laun memudar.

Suwa seketika memegang lehernya. Merasakan bagian tubuhnya itu terasa begitu dingin sampai membekukan. "Apa yang kau lakukan padaku?"

"Menandaimu." Ludra melepaskan cengkeramannya lalu berjalan mundur. Masih menatap Suwa yang tengah tersiksa tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Suwa masih terus memegangi lehernya dengan panik. Sungguh ini dingin sekali. Berasa tenggorokkannya dijejali es batu yang sangat banyak membuatnya menggigil ngilu. Suwa jatuh terpengkur.

"Dingin, ini dingin sekali." Suaranya tercekat. Rasanya hawa dingin ini akan mencekiknya.

Ludra masih berdiri menatapnya datar. Kedua tangannya bersendekap, "Ini akan segera berakhir."

Sedetik kemudian, perlahan rasa dingin yang menyelimuti leher Suwa menyurut. Lehernya kembali normal. Suwa terengah, langsung mendongak ke arah Ludra dengan nyalang.

"Kau benar-benar kejam."

"Jangan lari dariku lagi!" Ucap Ludra lantas membalik badan, "Ayo.. bersihkan dirimu!"

****

Suwa mendengus kesal. Menatap hamparan sungai yang begitu jernih di depannya. Bebatuan kecil menjadi penghias di sepanjang aliran sungai. Dia melirik Ludra dengan marah.

"Kau ingin aku mandi di sini!"

Ludra mengangguk tenang.

Suwa membuka mulutnya lebar-lebar, "Ya ampun. Demi dewa... Aku perempuan dan kau~." Suwa menelusuri diri makhluk di sampingnya, "Entah kau ini apa yang jelas wujudmu laki-laki. Dan kau menyuruhku mandi di sini, dengan kau melihat semua. Astaga!"

Suwa mengerang frustasi, bagaimana bisa maklhuk putih itu menyuruhnya membersihkan diri di sungai yang terbentang luas dan bahkan tidak ada pembatas seperti bebatuan besar misalnya, untuk menutupi tubuh telanjangnya. Badan Suwa memang terasa lengket, pakaian merah mudanya lusuh diterpa debu. Wajahnya pun juga sama kumutnya. Dia memang perlu mandi. Tapi tidak jika ada sepasang mata melihatnya.

"Aku akan mandi. Bisakah tuan pergi sebentar!" Ucap Suwa kali ini nada sopan ia keluarkan.

"Mandilah, aku akan menunggu di sana." Ludra menunjuk pohon besar yang ada di sisi sungai.

FALCONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang