17 : Ibu :

42.3K 7.1K 719
                                    


17

: i b u :


2010



Dua tahun berlalu, sebagian terasa stagnan, sebagian lainnya terasa begitu berubah.

Virga tahu bahwa meski sebagian dari dirinya tak berubah, ada juga sebagian lain yang tak berubah. Salah satunya adalah salah satunya adalah perasaan dan hubungannya dengan Aksel. Memang butuh waktu – untuk bersenang-senang dengan hidupnya sendiri – sampai akhirnya dia tak lagi merasakan hal spesial kepada Aksel. Hingga pada akhirnya, tanpa Virga sadari, waktu berlalu dan dia tak lagi merasa pipinya memanas atau jantungnya berdegup kencang ketika Aksel mengirimnya SMS bahwa dia mengajak Virga makan siang bersama.

Hari itu, Virga sudah melewati Ujian Nasional dan baru saja mengambil ijazah. Sudah banyak waktu luang baginya sebelum memasuki bangku SMA. Pukul satu, harusnya Virga berangkat ke tempat makan yang sudah diberi alamatnya oleh Aksel via SMS. Dia sudah berpamitan dengan ibu dan tantenya yang kebetulan sedang datang ke rumah. Ayahnya sedang tidak ada saat itu.

Ketika mencapai pintu keluar rumah, Virga menepuk kening, baru menyadari bahwa dia ketinggalan ponsel. Virga pun berjalan kembali menuju kamarnya untuk mencari ponsel. Rumah saat itu sunyi. Hanya ada suara TV di ruang tamu. Beberapa menit Virga habiskan untuk mencari-cari ponselnya yang akhirnya ditemukan di rak meja. Sebelum keluar rumah, dia berjalan dulu ke ruang tamu, hendak mematikan TV karena tak ada yang menonton. Namun, ada suara sayup yang terdengar dari arah kamar ibunya yang menyebut-nyebut namanya.

Terpancing rasa penasaran, Virga hanya memelankan volume suara TV. Kamar orangtuanya memang berhadapan dengan ruang tamu di bagian belakang rumah, sementara kamarnya sendiri berada di bagian depan rumah, agak jauh dari kamar orangtuanya.

Virga mendekati pintu kamar orangtuanya, lalu bersandar di tembok sebelah pintu untuk mendengarkan isi pembicaraan di dalam. Iya, Virga tahu bahwa tak seharusnya dia menguping. Namun, bagaimana mungkin dia tidak penasaran dengan isi perbincangan yang menyangkut dirinya?

"...itu pilihan Mbak. Aku juga nggak bisa maksa Mbak buat mengikuti saranku," ujar suara Varsha di dalam kamar, mendesah. "Tapi, aku harap Mbak Erika mau mempertimbangkan Virga. Dia juga menyaksikan sendiri. Nggak mungkin dia nggak tahu tentang bapaknya. Mbak bisa bayangin gimana perasaan Virga kalau semisal dia ngelihat Wirga sama Diana?"

Virga menahan napas.

Mendadak, semua memori-memori tentang ayahnya menguar dalam otak. Dia teringat pernah beberapa kali melihat ayahnya berangkulan mesra dengan Diana. Seketika, seperti ada ratusan jarum menusuk ulu hatinya, membuat rongga dadanya menyempit dan membuatnya sulit mengambil napas. Yang menyakitkan dari ini semua bukanlah karena apa yang Wirga perbuat dengan Diana. Virga yakin dia takkan seperti ini jika Wirga adalah sosok ayah yang abai, yang sudah dia yakini pasti jahat.

Masalahnya, Virga tak pernah menganggap ayahnya adalah sosok yang jahat. Di matanya, Wirga adalah ayah yang baik dan penyayang, begitu memerhatikan dan mengetahui apa kebutuhannya. Wirga bisa membuatnya merasa jadi anak perempuan yang sangat spesial dan dicintai ayahnya. Dan, inilah yang membuat Virga merasa tersakiti.

Sebab di balik itu semua, Wirga mengkhianati kepercayaannya secara tidak langsung. Mengkhianati kepercayaan ibunya. Mengkhianati dirinya yang percaya bahwa ayahnya adalah ayah terbaik di dunia. Dan bagian yang paling buruk untuk Virga adalah, meski ayahnya mengkhianati mereka, ayahnya tetaplah menjadi sosok ayah yang penyayang dan begitu mengerti dirinya. Sosok ayah yang biasa diidamkan oleh banyak anak.

Deklasifikasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang