18
: p e r g i :
2013
Tahun demi tahun berlalu hingga akhirnya semua memiliki kesibukan masing-masing.
Aksel Hadiraja sudah resmi bekerja di PT Bentala Hadi Nusantara sejak lulus kuliah. Kini, sudah melepas jas dan menggulung kemeja slim-fit-nya sampai siku, Aksel menunggu Virga datang sambil membuka media sosial.
Seperti biasa, Aksel akan mengajak Virga makan di waktu luangnya. Kali ini, Aksel mengajaknya makan malam di hari Jumat. Memang tidak biasa, berhubung dia biasa mengajak makan siang di hari Sabtu - biasanya setelah berkencan dengan pacarnya saat itu. Pacarnya memang beberapa kali berganti, tetapi Aksel tetap tak bisa menggantikan Virga dengan siapa pun. Selalu dan selalu Virga tempat dia berbalik. Sebab meskipun pacarnya memiliki kecantikan dan kecerdasan, bisa dibangga-banggakan di depan teman-temannya yang lain, mereka tidak sama dengan Virga dan tidak akan pernah bisa menyamainya.
Sudah tiga bulan dia tak bertemu Virga. Tiga tahun berlalu dari hari ibunya pertama bertemu Virga, dan Aksel tahu mereka sudah cukup sering mengobrol tanpa ada dirinya. Virga kini sudah menjadi lulusan SMA yang siap kuliah September ini. Dan yang membuatnya merasa bangga, Virga mendapat beasiswa untuk kuliah jurusan neuroscience di Amerika. Gadis itu sering mengikuti lomba-lomba esai ataupun karya tulis ilmiah berbahasa Inggris. Tak ada hentinya Virga membuat Aksel takjub. Seperti bunga yang semakin hari semakin merekah indah. Virga juga demikian.
"Kak Aksel, maaf telat."
Aksel nyaris melepaskan ponselnya, menahan napas spontan, kemudian melihat ke arah gadis yang duduk di depannya. Virga hendak duduk dan meletakkan tas selempang di meja. Gadis itu terlihat lebih tinggi dari kali terakhir mereka bertemu.
Menelan ludah, Aksel mengerjap. Menatap Virga beberapa detik lebih lama dari biasanya. "Lo potong poni?"
Virga mengangguk. Poninya kini adalah poni lempar samping yang menutupi tiga perempat dahinya. Dia langsung mengambil buku menu dan menghabiskan waktu beberapa saat hingga akhirnya memesan makanan. Aksel sudah duluan pesan. Setelah itu, Virga mengeluarkan buku dari tas selempangnya, lalu mulai membuka halaman yang sudah diberi pembatas dan membacanya.
Lah anjir, gue mau dikacangin? protes Aksel dalam hati. Dia menarik napas panjang-panjang. "Vir, sejak kapan potong poni?" tanya Aksel, merasa sebaiknya dia dulu yang mulai membuka pembicaraan.
"Dari dua hari lalu," ujar Virga tenang. Bola matanya bergerak membaca bukunya.
Aksel menungu beberapa saat. Mengira Virga akan melanjutkan bercerita. Namun, alhasil dia hanya ditanggapi dengan sunyi. Lah buset, nih bocah nggak mau nanya ke gue gitu, poni barunya cocok sama dia atau enggak? pikir Aksel. Dia pun menarik napas lagi untuk menenangkan diri, dan kembali membuka pembicaraan, "Rambut baru lo bagus, Vir. Cocok."
Virga mengangkat wajahnya sejenak dari buku yang dia baca, lalu tersenyum sopan. "Makasih."
Kemudian, dia kembali membaca sambil memeragakan tangannya
Aksel mengernyit. "Baca apa sih, Vir? Serius amat sampai gue dikacangin."
Sang gadis menghela napas. "Kalau Kak Aksel mau cerita sesuatu, cerita aja," ujar Virga santai. "Nanti aku baru tutup buku dan mendengarkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Deklasifikasi | ✓
Romance[Seri Disiden #3] Sebab banyak yang bilang, seorang eligible bachelor yang suka main perempuan seperti Aksel akan berubah begitu menemukan perempuan yang tepat untuk mereka. Copyright: All Right Reserved 2017 by Crowdstroia