alaska; 11

475K 30.9K 880
                                    

HAL yang ditakuti Alana itu banyak tetapi, di antara semuanya Alana sangat takut kehilangan mamanya, tidak ditakdirkan bersama Alaska, dan lebih dulu hilang dari muka bumi ini sebelum mamanya. Bukannya apa, hanya saja ia tidak bisa membayangkan jika mamanya harus tinggal sendirian tanpa dirinya di dunia ini.

Di bawah gelapnya langit, Alana bersumpah akan mengintai hidup lelaki kekar ini jika saja ia dibunuh hidup-hidup olehnya. Alana belum mau mati, masih terlalu banyak beban yang harus ia pikul saat ini. Terlebih lagi masalah keluarganya.

Alana meracau, mencoba menggerak-gerakkan kepalanya agar tidak dapat diraih orang itu tetapi nasib sial, orang itu berhasil. Alana tidak melihat tetapi ia tau kalau terdapat smirk di balik penutup wajah yang dipakai makhluk ini. Alana tak tau harus berbuat apa lagi kecuali meracau lebih kuat dengan sisa tenaganya.

Demi apa pun Alana capek, terlebih lagi hampir pasrah. Tangan dan kakinya seakan ikut berkonspirasi untuk tidak ingin membantunya di saat ini. Apakah ia pasrah saja? Tetapi rasanya itu tidak boleh ia lakukan. Alana hampir memilih untuk menyerahkan dirinya tetapi sebuah ide terlintas di benaknya.

Cewek itu memilih membuang salivanya di wajah makhluk kejam tersebut. Tidak ada belas kasihan untuk manusia berhati iblis seperti itu bagi Alana, walaupun ia tau bahwa kelakuannya yang tadi sangatlah tidak sopan. Persetan dengan kesopanan saat ini nyawanya lebih penting dari sopan santunnya terhadap iblis berwujud manusia.

Kedua tungkai Alana dipaksa berlari sekencang mungkin. Alana tau bagaimana murkanya orang itu sekarang. Jujur, rasanya untuk berlari saja Alana sangat susah sepertinya dalam tujuh langkah orang itu pasti masih bisa mengejarnya. Alana menoleh sekilas dan betapa terkejutnya ia saat tasnya ditarik paksa tanpa ampunan oleh makhluk tersebut. Jantung Alana mencelos apalagi saat ia berbalik dengan tiba-tiba lututnya sempat beradu dengan aspal hingga membuat cairan merah tersebut keluar tanpa izin.

Dan pada akhirnya bendungan air mata Alana merembes begitu saja. Alana jarang menangis sebelumnya tetapi, kejadian tragis ini cukup membuatnya takut. Terlebih sepinya kawasan ini, juga langit yang tampak menghitam di atas sana seakan mendukung suasana.

Kedua mata yang buram akibat cairam bening membuat Alana tak bisa melihat jalan dengan jelas. Hingga rasa sakit yang menjalar di kepalanya akibat orang itu memaksanya masuk ke sebuah mobil tetapi kepala Alana malah tertumbuk. Tangan kekar yang mencengkram keras tangannya entah kenapa ia rasakan perlahan mengendur tergantikan dengan tarikan keras yang menyuruhnya untuk berlari pergi.

Alana mengucek air matanya itu hingga ia dapat melihat ternyata Adrian yang menyelamatkannya, tangannya di tarik keras oleh cowok itu dan di depan sana, di dekat mobil putih terdapat Stephany yang berharap-harap cemas. Alana tak bisa berkata-kata. Ia juga tak lagi ingin bertanya banyak tentang bagaimana kedua orang ini bisa tiba-tiba berada di sini yang penting intinya ia selamat sekarang.

Hatinya seakan bersorak mengatakan, 'gue masih punya kesempatan buat dapetin Alaska.'

"Masuk cepetan!" perintah Adrian membuat Alana dengan cepat masuk ke dalam mobil begitupun dengan Stephany yang mengikut tetapi cewek itu duduk di samping kemudi.

Mobil yang mereka tumpangi saat ini adalah mobil Stephany. Motor yang biasa Adrian gunakan entah di mana, Alana tidak ingin tau juga di mana keberadaan benda tersebut. Akan tetapi, si empu benda itu telah menyelamatkan nyawanya yang sukses membuat dirinya seakan memiliki semangat hidup kembali.

Perlahan, beban dan sesak yang sedari tadi bercokol di dalam diri Alana menghilang. Setelah disodorkan air mineral oleh Stephany beberapa waktu lalu Alana langsung mengahabiskannya tanpa pikir panjang. Bahkan, saat Adrian hendak bertanya kepadanya, Alana mengangkat tangannya di depan muka cowok itu tanda bahwa sedang tidak ingin diganggu acara minumnya.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang