alaska; 16

440K 31.1K 772
                                    

HANYA berdiam diri di kamar seraya menonton TV, mengganti-ganti siaran, memasukkan keripik pedas ke dalam mulutnya, dan sesekali mengecek notif pada ponselnya. Hanya itu yang Alana kerjakan sepulang sekolah tadi setelah membersihkan diri dan menyuapi Mamanya. Membuang remote TV dan men-scrool beranda Instagramnya yang dipenuhi dengan story Instagram Renata, juga teman-temannya yang lain yang diajak ke pesta itu.

Menghela nafas, Alana mencoba tidur, tak memikirkan kesenangan teman-temannya yang berada di sana bersama anak-anak Batalyon yang lain. Sumpah, Alana ingin kesana namun, bersama Alaska. Hanya bersama lelaki itu bukan dengan orang lain.

Hanya dua yang dipikirkan Alana saat ini. Alaska yang tidak ke pesta namun harus bersedia mengeluarkan isi dompetnya nanti dan Alaska yang ke pesta bersama cewek lain. Apalagi jika Alaska mengajak Kanin. Tidak, tidak, rasanya Alana tidak mau sekolah selama sebuan kalau hal itu benar-benar terjadi.

Cewek berkaos pink itu memukul-mukul bantal yang menutupi seluruh mukanya. Merasa kesal bercampur sedih hanya karena satu orang cowok. Jujur saja, selama hidup di dunia, Alaska adalah cowok pertama yang Alana kejar mati-matian.

Masih meracau tak jelas. Namun, melihat benda pipih berwarna putih yang bergetar di sampingnya Alana langsung berhenti dan memeriksa ponselnya itu.

Renata Aquira:
Serius lo gak pengen ikut?

Sialan. Rasanya Alana ingin mengumpat di depan cewek itu sekarang juga. Alana itu sedang berharap, berharap yang memberi notif itu Alaska bukan orang lain.

Melempar ponselnya, Alana kembali meracau tak jelas.

"Alaskaa, please ajak aku dong, please dengerin suara hati aku dong."

Ponselnya kembali bergetar, yang membuat Alana kembali dengan antusias melihat notif yang masuk.

Viona Claretta:
Alaska bales gak?

Kampret. Dasar sahabat tidak tau keadaan. Sudah tau Alaska orangnya seperti apa, tapi masih bertanya seperti ini. Alana kesal, sampai menggigit-gigit bantal yang sedang ia peluk. Ponselnya masih berada di genggamannya. Kalau benda itu memunculkan notif lagi namun bukan dari Alaska entah apa yang akan Alana perbuat dengan benda itu.

Untuk yang ketiga kalinya, benda yang ada di genggaman Alana bergetar kembali. Dibandingkan dengan yang tadi sekarang Alana lebih antusias. Ia yakin, sangat yakin ini adalah notif dari Alaska yang memintanya untuk menemani ke pesta. Ditambah lagi ini adalah ketiga kalinya Alana mendapat notif, biasanya jika di film-film saat yang ketiga kalinya hal yang mereka impikan langsung terwujud. Siapa tau saja Alana seperti itu.

Sebelum membuka notif, Alana menetralkan detak jantungnya lebih dulu, duduk dengan tenang seraya memangku bantal tidurnya yang tadi sempat ia gigit. Perlahan ia membalik ponselnya dengan mata yang menyipit takut-takut itu bukan dari Alaska. Dan ternyata benar saja, hal yang tadi terjadi kini terulang.

Bantal yang ada di pangkuan Alana dipakai memukul beda pipih itu. Sungguh Alana kesal dan murka, apalagi saat melihat notifnya dari operator. Alana sedih, ia bertekad untuk tidak mau menggubris lagi notif yang masuk di ponselnya.

Namun, lagi-lagi notif masuk. Alana lemas, tidak seantusias tadi untuk mengambil ponselnya namun, hal itu tidak menampik bahwa di dalam lubuk hati Alana ia masih sangat antusias dan berharap pesan itu dari Alaska.

Agatha Stephany:
Lo gak ikut?

Sumpah, kalau tau lagi-lagi yang muncul adalah notif dari orang lain Alana lebih baik tidak membuka saja. Kalau tau tidak Ada notif dari Alaska, seharusnya Alana tidur saja. Kalau Alaska tidak memintanya untuk menemani seharusnya Alana diam saja. Tapi, itu tidak bisa. Rasanya kepala Alana itu berat dan serasa ditarik-tarik.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang