alaska; 21

453K 31K 682
                                    

ALANA memeluk tubuhnya yang terbalut hoodie abu kala angin malam terhempas hingga mengenai kulitnya. Langit tanpa bintang dengan keriuhan jalan raya. Malam ini Alana berada di sebuah supermarket yang letaknya di pusat kota. Harusnya malam ini ia sudah stay di pub namun mengingat uang sakunya yang menipis membuat Alana mengurungkan niatnya itu, mungkin memberi pesan kepada Papanya untuk mengirim uang bulanan adalah hal yang harus Alana lakukan sesegera mungkin.

Walau semarah apapun Papanya pada kejadian beberapa hari lalu Alana yakin bahwa lelaki yang telah menghidupinya itu tidak akan tega membiarkannya hidup melarat.

Mendorong pintu supermarket, Alana keluar seraya menenteng kantong belanjaan yang tidak terlalu besar. Isinya mie instan, telur, dan beberapa snack pedas. Kalau kalian berasumsi Alana tipe orang yang suka hal berbau pedas berarti perkiraan kalian tepat sekali.

Salah satu tangan Alana memegang kantong belanjaan sedangkan tangan yang lain memegang payung yang masih rapi tak terurai. Ia sengaja membawa benda itu, berjaga-jaga siapa tau saja malam ini benar-benar akan turun hujan. Menengok ke sana- ke mari Alana tidak melihat satu pun taksi yang kosong, apa ini pengaruh malam minggu?

'Sial!'

Alana merutuk dalam hati, mengapa ia tidak membawa mobil saja tadi kalau tau seperti ini. Hanya karena alasan malas menyetir Alana jadi menyewa taksi dan menghambur-hamburkan uangnya yang sudah menipis. Bodoh.

'Shit! What happen with my phone?' Untuk kesekian kalinya Alana merutuk akibat kebodohannya malam ini. Tidak mendapatkan taksi dan batrei habis. Sempurna sekali, bagaimana caranya ia bisa pulang?

Lantai putih yang sedang dipijaki Alana beradu keras dengan kaki-kaki kecil cewek itu. Demi apapun Alana pusing sekarang, ia pusing memikirkan cara pulangnya bagaimana.

"Alana?"

Kaget, Alana sampai terlonjak di tempatnya. Cewek itu mengurut dadanya sebentar seraya memejamkan matanya saat mendengar suara tiba-tiba yang berasal dari arah belakang.

"Loh?! Tante, kenapa bisa di sini?"

"Ya bisalah, harusnya tante yang nanya ke kamu, kenapa berdiri di sini lama amat?"

Menggaruk ceruk lehernya yang tidak gatal Alana tersenyum malu, "lagi nyari taksi tan tapi, dari tadi gak ketemu-ketemu."

"Oh, yaudah bareng tante aja, sekalian kamu bisa gak temenin tante di rumah soalnya rumah lagi sepi banget."

"Ha?!" Alana kaget, Aruna baru mengenalnya loh tetapi rasanya kenapa sudah kenal lama sekali?

"Iya, sepi, Ayahnya Alaska masih ada kerjaan Arka juga, Alaska masih belum pulang, Cakra ada acara kemah di sekolahnya," jelas Aruna, "gak bisa yah, Lan? Kalau gak bi-"

"Gak-gak tan, Lana bisa kok temenin tante, orang rumah juga lagi gak ada." Yah, rumah Alana sedang sepi. Tadi sore, Tante Ratna, sahabat Mamanya datang menjemput Mamanya agar dibawa keluar berjalan-jalan agar tidak suntuk di rumah terus. Lagian, ini malam minggu. Ada waktu bebas untuk mereka. Alana tidak perlu cemas jika Mamanya pergi bersama Tante Ratna karena dua orang itu sudah seperti saudara sendiri. Saat masa keterpurukan Mamanya, Tante Ratna adalah orang yang paling setia mendampingi Alana dan Mamanya.

-oOo-

Banyak kata yang ingin dikeluarkan Alana saat kakinya menginjak rumah besar ini. Besar, rapi, dan mewah adalah deskripsi singkat yang bisa ia katakan. Tidak hanya itu, rumah Alaska yang bersih dan nyaman seakan membuat Alana tenang ingin berlama-lama di tempat ini. Rumahnya memang nyaman, tapi apakah masih bisa dikatakan nyaman saat orang-orang terkasih tidak berada di sana?

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang