alaska; 33

434K 30.6K 4.6K
                                    

"MOVE on dong move on, gak bosan apa sama yang itu mulu?"

"Egp, nyet. Emang lo juga udah move on apa sama mantan lo? Gak kan?"

"Yee siapa bilang? Orang gue udah move on, seratus persen malah." Alana mendengus mendengar sanggahan Renata tentang perasaannya. Padahal, nyata-nyata kok kalau Renata tipe orang yang gagal move on, terbukti dengan cewek itu yang masih sering mendumel kala melihat Regan tidak sengaja dekat dengan cewek lain, blushing kalau Regan menyapanya dan melting jikalau tanpa sadar mereka bertubrukan tatapan.

"Udahlah, Lan. Si Renata mana mau kalah? Padahal jelas-jelas masih sayang tapi ngelak," timpal Viona yang kini terfokus pada game di ponsel Alana. Dan karena itu lah yang membuat ponsel Alana lowbat jikalau sedang dibutuhkan.

Mendengus, Alana memilih mengikuti perkataan Viona. Ia diam dengan kepala yang disandarkan di atas meja serta jari-jarinya yang dengan bebas menari-nari mengetuk-ketuk meja. Saat ini hujan tengah melanda, membuat sebagian penghuni kelasnya memilih tinggal di kelas saja. Padahal, saat ini kelasnya sedang ada jam kosong.

Jujur, Alana sedikit merasa bersyukur karena dipertemukan dua orang ini. Sebab, sekalipun dari luar Renata dan Viona terlihat layaknya orang jahat yang tak punya hati macamnya tetapi sebenarnya mereka itu punya solidaritas yang baik sesama teman walaupun terkadang mereka rada ngeselin.

Hari ini Alaska sudah kembali masuk sekolah dan Alana cukup excited mendengar kabar itu sebab ia bisa melancarkan aksinya kembali untuk mendekati Alaska dan untuk masalah kemarin, ia anggap angin berlalu saja, karena untuk marah Alana tak berhak.

"Panggilan kepada Alaska Tahta Wardana kelas Einstein agar segera ke ruang guru, sekali lagi panggilan kepada Alaska Tahta Wardana kelas Einstein agar segera ke ruang guru, terimakasih."

Mendengar itu membuat Alana langsung meluruskan badannya kembali. Kedua sahabatnya juga teman-teman sekelasnya yang lain langsung menoleh ke arah Alana sebentar sebab nama Alaska itu sudah sangat identik dengan Alana.

"Itu tadi seriusan namanya Alaska kan?"

"Ho'oh, napa tuh anak? Ada masalah lagi ama geng-gengnya?"

"Kayaknya kagak ada deh, gue gak denger tuh ada beritanya," ujar Viona, "oyy ..., Ri! Boss lo kenapa dipanggil? Batalyon ada masalah lagi?" tanya Viona kepada Hari yang tengah bermain game di ponselnya. Cowok bermata bulat itu menoleh ke arah Viona sebentar kemudian menjawab pertanyaan cewek itu. "Kagak ada."

Di samping itu, kelas IPA 1 tepatnya anak Batalyon kini menoleh bersamaan kepada sosok Alaska yang baru saja dipanggil melalui pengeras suara. Alaska Tahta Wardana, kelas Einstein, jelas sekali itu Alaska si ketua Batalyon. Einstein itu singkatan dari Eleven Scince One, agak aneh memang tapi sedikit dikreasikan.

"Lo buat masalah?!" tanya Tora tiba-tiba.

"Enak aja, ya gak lah?"

"Lo dipanggil kenapa tuh?" ikut Alfret.

"Kagak tau." cuek Alaska. "Gue pergi dulu."

"Gue ikut."

"Gue ikut."

"Gue ikut."

"Gue ikut."

"Gue ikut," timpal Chandra yang baru saja selesai menghabiskan bekal Rini, teman cewek sekelasnya.

Alaska mendengus mendengar penuturan teman-temannya, "sekalian aja sekampung yang dateng."

"Ya elah, Ska."

"Kita ikut ye?"

"Gak usah." setelah itu Alaska berjalan sendiri keluar kelas tak lupa meminta izin kepada guru yang sedang mengajar di kelasnya.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang