"Zee, lo nggak bosen, gitu, belajar di situ-situ mulu? Kali-kali pindah tempat boleh, dong?" tanya Marzuki di sela-sela perjalanan mereka dari kelas menuju tempat parkir. Sekolah baru saja usai.
"Pindah tempat? Gue sering, kok. Kalau bosen di kamar gue ke teras."
Aduh! Bukan itu maksud Marzuki. Zidney ini, memang tidak mengerti kode, ya!
"Maksud gue, lo nggak mau tempa-
"Marzuki."
Marzuki balas tersenyum pada orang yang menyapanya barusan, lalu melanjutkan kembali pembicaraannya. "Lo nggak mau tempat yang lebih fresh, gitu? Buat-"
"Kamu Marzuki, ya? Yang channel Youtube-nya Marzukiney? Salken, ya." Cewek berkepang dua tiba-tiba menghampiri Marzuki, membuat Marzuki kembali memaksakan senyumnya dan mengangguk. Kali ini ia lagi tidak ingin modus pada perempuan-perempuan. Apalagi kalau sampai dibilang PHP.
Karena targetnya hanya satu. Memanfaatkan waktu dua minggu ini untuk meyakinkan Zidney, agar gadis itu percaya sepenuhnya akan perasaannya.
Zidney melirik Marzuki yang tampak sebal. Dia tersenyum. "Udah, ngomongnya nanti di jalan aja."
Zidney mengernyit saat Marzuki mengulurkan tangan dan berkata, "Ayo, Zee."
Seperti tahu yang dibingungkan Zidney, Marzuki lanjut berkata, "Lebih cepat, lebih baik." Sebelum akhirnya berlari, usai tangan Zidney yang dengan ragu menempel di atas tangannya.
Zidney ngos-ngosan akibat kelakuan Marzuki barusan. Emang harus sekali, ya, pakai acara balap lari? Zidney menuding Marzuki dengan pertanyaan-pertanyaan.
Saat Zidney sedang asyik-asyiknya ngedumel dengan posisi setengah membungkuk dan tangan bertumpu pada lutut, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menyodorkan botol Aqua sedang. Zidney lantas membenarkan posisinya dan terlihatlah siapa yang memberikan.
Zidney mendengus. Jadi dari tadi dia hanya menggerutu sendirian? Terus Marzuki beserta batang hidungnya lenyap ke mana, dong?
Zidney melirik si pemberi minum. Ia ragu, antara mengambil atau tidak. Terik matahari yang membahana di parkiran SMAN Competitive memaksanya untuk mengambil saja. Rasa sakit yang menutupi keinginan ingin seperti dulu lagi, membantah perintah itu.
"Ambil aja, Zidney, gue mohon. Lo tau alasan gue ngasih lo minum, karena gue nggak mau kejadian pas kelas delapan keulang lagi. Setidaknya itu bisa jadi anggapan, kalau lo benci, gue pedekate lagi sama lo." Kejadian pas kelas delapan? Ternyata dia masih ingat. Itulah awal kedekatan Zidney dengannya.
Di tengah teriknya mentari, Zidney harus berlari sepuluh kali mengelilingi lapangan voli. Disebabkan tidak mengerjakan PR MTK. Hari itu dia benar-benar lupa. Dan sialnya, hanya dia seorang yang tidak membuat tugas. Teman-temannya? Lima menit sebelum guru masuk, mereka saling kebut-kebutan menyalin pekerjaan rumah Lala, yang juara satu di kelas Zidney (Zidney dulu juara dua). Sementara Zidney, paling anti dengan yang namanya nyontek. Percuma nilai tinggi, jika tidak terdapat berkahnya ilmu di sana. Dan waktu lima menit tidak cukup baginya untuk mengerjakan sendiri. Alhasil, dia dihukum.
Setelah ngos-ngosan habis lari, Zidney tidak menyentuh air putih, melainkan menerangkan materi Matematika yang sebelumnya adalah tugas pemberian guru. Di tengah penjelasan, Zidney pingsan. Ya, mungkin terdengar sedikit berlebihan. Tapi itulah faktanya. Zidney dibawa ke UKS. Jadi, sebagai anggota UKS, Zahab-lah yang mengurus segalanya.
Mata hitam sekelam malam Zidney menelusuri pemandangan di depan. Di cuaca terik seperti ini tidak ada yang berniat menyentuh bola basket, apalagi silaturahmi ke lapangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One and Only
Ficção AdolescenteJangan hanya menilai sesuatu dari "kata orang". Camkan itu! Zidney, Zahab, Marzuki. Inilah kisah mereka. Kisah yang bersemi, di tempat yang pernah mereka cap sebagai 'tempat terkutuk'. ©copyright, 2017 addini_sft