Kathrine bangun lebih awal dari pada semua anggota keluarganya ia berniat untuk menyiapkan sarapan pagi ini dan berharap ia bisa bertemu Reina. Sudah beberapa minggu belakangan ini hubungan komunikasinya dengan adiknya itu tidak baik, entahlah Kathrine pun tidak tau apa yang menjadi penyebab Reina terlalu sensian jika berada didekatnya.
Setelah selesai dengan semua masakannya Kathrine terduduk lemas di kursi sambil menyenderkan kepalanya ke belakang. Pusingnya kembali datang, dan sakit itu datang juga. Kathrine mencoba untuk bangkit dan bergerak cepat ke kamarnya, sebelum anggota keluarganya bangun dan melihat kondisinya saat ini.
"Rine"
Suara itu mengangetkan Kathrine, sebisa mungkin ia mengkontrol wajahnya yang menahan sakit ini agar tidak terlihat di hadapan Mommy nya.
"Mom"
Evelyne mendekati Kathrine dan duduk disebelahnya "Kamu kenapa bangun pagi sekali sayang?"
Kathrine menarik nafas dulu sebelum ia menjawab pertanyaan Mommy nya.
"Rine pengen aja masak untuk Mommy, Daddy sama Reina sarapan pagi. Soalnya kan udah jarang banget Rine punya waktu gini". Evelyne mengelus pucuk kepala Kathrine sambil tersenyum dengan cantiknya."Seharusnya kamu bangunin adik kamu, atau bangunin Mommy biar kamu gak kerja sendiri"
Kathrine menggeleng pelan dan mencoba menjelaskan sesingkat mungkin, sebelum kekuatannya benar benar habis karena sakit yang sedang ditahannya.
"No, Mom. Rine gak keberatan sama sekali, kalau gitu Rine naik ke kamar dulu ya Mom mau siap siap untuk kuliah pagi ini". Evelyne mengangguk paham dan membiarkan putri sulungnya itu berlalu dari hadapannya.
Disaat Kathrine tengah tertatih untuk menaiki anak tangga, hati Evelyne seperti teriris dengan pisau.
Ya Evelyne sudah mengetahui tentang penyakit anak sulungnya itu dan ia sangat shock saat adiknya sendirilah yang menjadi dokter pribadi anaknya. Ia sempat merasa gagal menjadi seorang ibu karena tidak tau seperti apa kondisi anaknya, dan itulah yang menjadikannya sangat menyesal karena selalu disibukkan oleh pekerjaan.
Evelyne menangis dalam diamnya melihat betapa kuatnya Kathrine menjalani hidupnya sendiri, betapa hebatnya anak sulungnya itu menyembunyikan semua penyakitnya. Evelyne tertunduk dan kembali terisak, ia bukanlah tipe ibu yang tidak menyayangi anaknya namun ia hanya terlalu disibukkan oleh urusan pekerjaan sampai ia terlalu percaya diri bahwa anaknya akan baik baik saja.
Flashback On
Evelyne terbangun dari tidurnya dikarenakan telfonnya yang sedari tadi berbunnyi seakan tidak tau cara untuk berhenti. Ia membuka ponselnya dan sudah melihat nama Muller adiknya terus saja menghubunginya. Dengan tenaga yang belum terkumpul secara pulih, Evelyne bangkit dari tidurnya dan kembali menekan nomor adiknya itu untuk di telfonnya kembali. Dering pertama tidak ada jawaban, hingga pada dering ke empat barulah Muller mengangkat telfonnya.
"Ada apa Muller kau sampai menelfon berkali kali? Kenapa tidak tinggalkan pesan saja" ucap Evelyne saat telfonnya sudah tersambung.
"Maafkan aku Kak, aku bukan berniat untuk menganggu istirahatmu. Namun ada hal penting yang ingin ku sampikan padamu Kak"
"Apa itu? Katakanlah" jawab Evelyne masih dengan nadanya yang setengah sadar.
"Tidak bisa saat ini Kak. Kapan kau akan kembali ke Jakarta?"
"Mungkin besok Muller. Ada apa?"
"Baiklah kalau begitu, besok saat kau dan Devian kembali ke Jakarta jangan hubungi kedua putrimu itu untuk menjemputmu, biarkan aku yang akan menjemputmu di bandara"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Senja dan Hujan(Sudah Terbit)
Teen Fiction(BEBERAPA CHAPTER ADA YANG AKU UNPUBLISH KARENA DALAM PROSES PENERBITAN, JANGAN LUPA IKUTAN PO NYA) Mari kuperlihatkan pada kalian, Tentang kuatnya ikatan persaudaraan Tentang Persahabatan yang diinginkan semua orang Tentang Cinta yang tidak di ha...