Hari ini adalah hari terakhirnya berlibur di Bali, sambil menunggu waktu berlibur benar benar habis Reina duduk disamping jendela besar yang menghadap langsung dengan pemandangan hotel penginapannya. Gadis remaja itu sangat menikmati 2 minggunya selama di Bali. Jauh dari keramaian, jauh dari semua hal yang membuatnya sakit kepala. Reina kembali melanjutnya membaca novel yang sengaja dibawa untuk menemani hari liburnya.
Ponselnya selalu bergetar dari tadi namun Reina tidak berniat menjawab ataupun hanya mengecek saja. Karena kesal ponselnya tak kunjung berhenti, Reina mengangkatnya dengan nada ketus.
"Apaansih"
"Lama banget ngangketnya. Emang gak kangen gue apa?"
"Enggak"
"Idih. Padahal lagi mendem rindu noh di Bali. Kapan balik? Gue kangen nih"
"Gak balik ke Jakarta lagi"
"Masih bego ternyata bohongnya kiraiin udah dua minggu di Bali makin pinter bohongnya. Eh taunya makin oon aja lo Na"
"Apaansih Yo, ngerusak mood gue aja lo. Lagi seru juga baca novel"
"Jawab gue kapan balik?"
"Hari ini. Udah ah Yo, Nana tau Tyo kangen kan besok juga ketemu. Nana mau lanjutin liburan yang bentar lagi usai ini ya Tyo sayang, bye!"
Tanpa perlu tau apa respond dari Tyo Reina mematikan ponselnya dan kembali fokus dengan novel yang tengah ia baca.
Sedangkan jauh beribu kilometer dari tempat Reina berada, Tyo masih saja diam sambil memegang ponselnya ditangan kananya.
'Dasar Nana, liburan aja gue dikacangin!' decak nya dalam hati. Tyo berbalik dan kaget melihat siapa yang berada di depan pintunya. Dengan menyender di sebelah pintu dan tangan yang dilipat keduanya di depan dada memperlihatkan betapa angkuhnya manusia di hadapan Tyo saat ini.
"Dia?" tanyanya dengan nada dingin. Tyo sangat benci saat orang yang ada dihadapannya menyebut Reina dengan 'dia' dan ditambah suara dinginnya. Seolah Reina adalah sebuah kesalahan yang diciptakan Tuhan di dunia ini, tapi tidak bagi Tyo. Reina adalah sebuah anugerah dan bertemu serta menjadi sahabatnya adalah hadiah yang paling Tyo syukuri.
"Kenapa?" tanya Tyo dengan nada yang tak kalah dinginnya.
"Kenapa? Seharusnya gue yang nanya kenapa, kenapa gue lo larang hubungi dia? Lo juga bukan siapa siapanya kan"
"Lo gak tau apapun soal hubungan gue dengan Reina"
"Gak tau? Yang lo cuma dianggap temen sama dia udah lebih dari separuh umur lo? Lo kira gue bego?"
Tyo merasa emosi menjalar ke ubun ubunya rasanya kesal dan marah yang menjadi satu membuat Tyo langsung mendorong orang tersebut ke arah dinding, menarik kerah bajunya sambil mengepalkan tangannya.
"Terakhir peringatan gue ke lo Bang, jauhin Reina atau lo bakal gue hajar tanpa ampun" .
Setelah mengucapkan pengeringatan terakhirnya kepada Abangnya, Tyo keluar dari kamarnya dan membanting pintu dengan kasar meninggal Abangnya di dalam sana menatap sinis kearah pigura berwarna perak diatas meja belajar Tyo.
Tyo turun dengan tangan yang masih terkepal, segala tentang Reina akan membuat Tyo merasa sangat marah dan emosi. Siapapun orang yang berani menyakiti sahabatnya itu akan langsung berursan dengan dirinya sendiri tidak perduli jika orang itu adalah abang kandungnya sendiri.
"Tyo"
Lelaki itu berbalik dan sudah melihat Ibunya berdiri di samping tangga yang menjadi penghubung lantai dua dengan lantai satu rumah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Senja dan Hujan(Sudah Terbit)
Fiksi Remaja(BEBERAPA CHAPTER ADA YANG AKU UNPUBLISH KARENA DALAM PROSES PENERBITAN, JANGAN LUPA IKUTAN PO NYA) Mari kuperlihatkan pada kalian, Tentang kuatnya ikatan persaudaraan Tentang Persahabatan yang diinginkan semua orang Tentang Cinta yang tidak di ha...